4. Terpesona

1244 Words
“Kenapa? Takut?” tanya Evan menantang. Matanya jail berbinar. “Aku tidak takut,” balas Lyssa marah. Evan tertawa renyah. Beberapa siswa menoleh ke arah mereka. Siswi-siswi mulai bergosip, menerka tujuan Evan yang notabene anak IPS berada di gedung sayap kanan, gedung untuk anak IPA. Sesampai di plat datar peralihan tangga lantai dua menuju lantai satu, Evan berhenti, Lyssa pun mengikut. “Sekarang apa?” tanya gadis itu. Senyum sopan Evan yang sebelumnya diberikan pada siswa-siswa lain hilang, kini berganti dengan senyum penuh kalkulasi. “Alyssa Grace.. Aku bahkan tahu nama lengkapmu sejak kita kelas satu, dan kamu serius gak ngerti namaku?? Ageng?” Evan menirukan Lyssa saat di kelas tadi. Lyssa tidak menduga Evan mendengarnya tadi. Setitik rasa malu menghinggap di matanya. Dia kira, Evan tadi sibuk mengobrol dengan siswa lain, rupanya pemuda itu masih mendengar apa yang terjadi di dalam kelas. “Apa maumu?” tanya Lyssa pelan. Mata Evan menatap iris hijau Lyssa lekat-lekat, senyum aneh menghiasi wajah tampannya. “Aku ... punya baaanyak sekali keinginan.” Lyssa sedikit keder melihat ekspresi Evan. Ia ingin membalas dengan senyum, tapi juga sedang tidak ingin tersenyum. Di depannya, wajah Evan kembali menyunggingkan senyum sopan kala rombongan siswi kelas satu lewat di tangga mereka. Siswi-siswi itu balas menyapa Evan dengan ramah sambil melirik-lirik Lyssa yang memalingkan wajah. Mereka penasaran, berbisik-bisik, setahu mereka saat ini Evan sedang berpacaran dengan Karin, dan Karin tidak memiliki poni seperti gadis di samping Evan saat ini. Begitu suara siswi-siswi yang tengah bergosip tersebut tak lagi terdengar, Lyssa segera saja berkata pada Evan, “Katakan apa maumu, Evan. Jika kita terus berduaan, gosip akan beredar kalau Evan punya cewek baru. Dan Karin akan membenciku.” Evan melipat lengan di depan d**a. “Hm? Jadi sebenarnya apa yang kamu takutkan? Gosip tentangmu dan aku? Atau kamu takut jika Karin membencimu?” Tak menghiraukan bualan Evan, Lyssa berlalu. Sebelum gadis itu berhasil pergi jauh, Evan menahan lengannya. Wajahnya serius. “Aku bukan cowok m***m, Lyss. Aku menyentuh d**a Karin? Aku rasa tidak masalah selama Karin menyetujuinya.” Lyssa mencoba mengibaskan tangan Evan, tapi Evan tetap bergeming. Ia yang berdiri di tangga atasnya tampak tinggi menjulang. Sinar cahaya dari tembok kaca di belakang memberikan efek halo melingkupi tubuh Evan. “Ada waktu? Ayo ngobrol bentar.” Sedikit memaksa, pemuda itu mengajak Lyssa untuk ikut duduk di tangga sebelahnya. Mereka berdua saling diam. Duduk berdampingan di tangga menuju lantai satu. Keramaian sekolah yang sebelumnya tak mampu mereka dengar, kembali memenuhi indera pendengaran. Suara teriakan anak-anak yang sedang berlatih kegiatan klub memenuhi gedung sekolah dari sana sini. “Sejak kapan merokok?” tanya Evan setelah beberapa saat. Lyssa tidak menjawab. Tidak berniat berbasa-basi dengan pemuda yang baru dikenalnya. “Selain masih di bawah umur, merokok juga berbahaya untuk tubuhmu,” kata Evan lagi. “Oh?” balas Lyssa sekenanya. Evan menghirup napas dalam-dalam. Pemuda itu menyampingkan tubuhnya, bersandar di tembok sembari memperhatikan gadis di sampingnya yang kini sibuk melihati kuku-kuku tangannya. Seolah terhipnotis, pandangan Evan turun, ikut memperhatikan kuku Lyssa. Kuku itu melekat cantik di ujung jemari Lyssa yang panjang. Tidak ada sama sekali kuku yang panjang melebihi jarinya, semuanya dipotong rapi mengikuti bentuk lentik jemarinya. Sesekali, kuku bening itu memantulkan cahaya mentari, terlihat berkilauan. Lyssa mengangkat wajah, melihat pada Evan. “Oh ya, dari mana kamu tahu kalau aku naik sepeda? Tadi aku tanya tapi belum kamu jawab,” tanya Lyssa. Evan yang sebelumnya masih terpana dengan keindahan kuku dan jemari Lyssa, mengangkat wajah. Tapi yang ia lihat, wajah cantik yang penuh dengan luka cakaran itu tampak sempurna. Bibir merah gadis di depannya itu sedikit terbuka, poninya rapi membingkai wajah. Mata Lyssa yang lebar sesekali berkedip, menampilkan bulu matanya yang tebal melengkung panjang. Sangat indah. Angin sepoi-sepoi dari lubang udara kecil di bawah jendela kaca masuk, membelai rambut hitam Lyssa yang lembut. Tangan Evan terjulur, hendak merapikan helai rambut Lyssa yang menyangkut di pipinya. Tapi, gadis di depannya itu berjengit, menyadarkan Evan dari keterpanaan. “M-maaf. Aku tidak sengaja,” ucap pemuda itu terbata. “Selain m***m dan suka menggrepe-grepe tubuh cewek yang katanya bukan pacarmu, ternyata kamu mudah sekali ya terpesona sama cewek lain. Dasar, semua cowok memang sama.” Dengan itu, gadis cantik itu berdiri. Merapikan rok dan beranjak pergi. Ketika Lyssa sudah hilang dari pandangannya, Evan baru tersadar dari lamunan. Ia pun berlari mengejar Lyssa. “Lyss, Lyssa. Aku minta maaf. Aku benar-benar tidak sengaja,” teriaknya. Lyssa berhenti, menoleh ke belakang. “Tidak sengaja apa? Tidak sengaja jatuh cinta padaku?” Pertanyaan Lyssa menghentikan langkah Evan. Pemuda itu menatap bingung pada gadis di depannya. “Apa aku sedang jatuh cinta? Aku rasa ... aku hanya sedang ... terpesona?” balas Evan tak pasti. “Setelah itu apa? Kamu akan merayuku? Meniduriku? Meninggalkanku setelah puas bermain-main?” tanya Lyssa lagi. Janitor yang sedang sibuk membongkar bak sampah di ujung koridor seperti angin lalu yang tak dianggap oleh dua insan tersebut. Mereka saling berpandangan dalam rasa yang berkecamuk. “Aku ... tidak bermaksud seperti itu,” jawab Evan pelan. Pemuda itu melanjutkan kembali langkahnya. Di depan Lyssa, tangannya lagi-lagi terjulur hendak menyentuh wajah Lyssa. Gadis itu kasar menampik tangan Evan, menyadarkan Lyssa akan pipinya yang kini basah. Lyssa memalingkan wajah, mengusap sendiri air matanya. Tangan Evan yang sebelumnya mengatung di udara kini terkepal rapat di sampingnya. Ada satu hal yang mengganggu, hatinya terasa sakit, seperti ada yang meremas dengan kejam, tak sanggup melihat Lyssa berurai air mata. Lyssa kembali melihat pada Evan, ia berujar pelan, “Tidak usah menyukaiku, Evan. Aku juga tidak akan menyukaimu.” Setelah itu, ia melangkah pergi. Meninggalkan Evan yang masih terpaku di tempatnya. Ketika sampai di parkiran, Lyssa menemukan sepeda onthel miliknya dengan dua bannya yang sobek, seperti disayat oleh gunting atau pisau. Mengambil napas dalam-dalam, gadis itu berjalan pulang sembari menuntun sepedanya. *** Semenjak perkelahiannya dengan Pearl kemarin, Pearl tidak lagi menganggu Lyssa. Si Pearl jahat itu hanya mendengus dan memandang Lyssa hina sebelum berlalu pergi. Evan juga sudah tak lagi mengganggunya. Semua berjalan normal seperti biasa. Lyssa bisa dengan tenang makan siang bersama Veve dan Septi di kantin. *** Rumah Lyssa berlokasi tidak jauh dari sekolah. Hanya selisih tiga blok saja. Rumahnya berada di perempatan jalan di sebuah perumahan kelas menengah. Gara-gara ban sepedanya dirusak orang, Lyssa harus berjalan kaki pulang dan pergi sekolah. Sangat tidak cocok dengan seragam elite yang ia kenakan. Di sepanjang jalan, gadis itu akan menjadi tontonan siswa-siswi dari sekolahnya sendiri maupun sekolah sebelah. Ia hanya menebalkan muka pun, masih enggan jika harus beli sepeda baru. “Lyssa! Sudah pulang, Nak? Makan dulu sini..” teriak bibinya dari dalam toko. Toko itu berdinding kaca. Di gedung dua lantai tersebut, Lyssa tinggal di lantai dua. Sementara lantai satu digunakan oleh paman dan bibinya berjualan roti dan kue. Toko roti itu sebelumnya adalah milik mamanya, tapi sejak mamanya meninggal, pamannnya mengambil alih toko tersebut dengan membayar sewa pada Lyssa. “Tidak, Tante. Lyssa sudah makan,” jawab Lyssa dari tangga samping rumah. Gadis itu tersenyum pada bibinya yang sedang sibuk membawa adonan tepung dalam baskom besar. Jika sedang banyak pesanan, bibinya biasa ikut membantu di dapur. “Tante bawain roti ke atas nanti,” kata bibinya lagi. “Terima kasih...” Gadis itu melanjutkan naik di tangga besi menuju lantai dua. Di tangga paling atas, Lyssa berhenti di atasan pijakan papan besi lebar, empat kali lebih lebar dari pijakan tangga lainnya. Gadis cantik itu merogoh saku, mengambil kunci pintu besi di depannya. Suara bising terdengar kala ia mendorong pintu itu untuk terbuka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD