bc

Cinta Pembunuh Bayaran

book_age18+
123
FOLLOW
1K
READ
murder
killer
love-triangle
one-night stand
badboy
gangster
mystery
crime
war
tricky
like
intro-logo
Blurb

Liliana Adam, memilih pergi dari rumah karena menolak perjodohan konyol yang dilakukan oleh orang tuanya. Meskipun ia tau pria yang dijodohkan dengannya adalah si cinta pertama, William Zavier.

Bohong, jika dia mengatakan tidak lagi menyukai William. Lily bahkan tak bisa menolak setiap kali pria itu mencium bibirnya.

Hingga ia memutuskan membohongi semua orang. Mengakui bahwa tetangga baru flatnya, adalah kekasih sekaligus tunangannya. Tanpa tau jika si tetangga adalah seorang pembunuh bayaran.

chap-preview
Free preview
Chapter 1 - Move to The Smaller City
Angin malam bertiup cukup kencang malam itu di sebuah kota Amerika, New York. Kota New York yang merupakan kota terbesar dan terpadat di Amerika, dengan jumlah populasi yang mencapai lebih dari delapan juta jiwa tersebut masih terasa sangat hidup meskipun jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Bunyi klakson dari mobil-mobil yang berlalu lalang di jalanan terus terdengar sahut-menyahut tiada henti. Kebanyakan dari mereka adalah para pegawai maupun pengusaha yang baru pulang bekerja karena harus lembur ataupun menyelesaikan beberapa proyek perusahaan. Selain itu, banyak juga para pemuda maupun pemudi dengan pakaian kekurangan bahan masih berkeliaran. Sebagian dari mereka pergi menuju tempat-tempat hiburan yang tersebar di berbagai penjuru kota dan sebagian dari mereka hanya berkumpul di beberapa sudut gang. Membuat hampir semua gang penuh. Minuman-minuman kaleng yang mengandung alkohol dan rokok pun tak lupa mereka bawa. Tak heran lagi kenapa dunia menyebut New York sebagai kota yang tak pernah tidur, sebab dalam 24 jam sehari kota tersebut akan selalu seperti ini, tampak sibuk dan ramai. Pria itu menjatuhkan puntung rokok yang masih tersisa separuh ke aspal dan menginjaknya dengan sepatu kulit hitam yang ia kenakan. Dia sedikit menundukkan kepala lalu menarik bagian depan topi fedora hitamnya hingga menutupi sebagian wajah. Sengaja, semakin sedikit yang melihatnya semakin baik. Dia tidak ingin ada seorang kenalan lama melihat dia ada disini. Meskipun kemungkinannya adalah nol koma sekian persen, tetapi dia tidak ingin mengambil resiko apapun. Bukan karena takut, tetapi lebih kepada malas berurusan dengan mereka lagi. Pria itu tidak ingin terlibat ataupun kembali lagi pada sebuah geng yang sekarang sudah tidak jelas lagi apa tujuannya. Maklum saja, pemimpin utama geng ‘Kings’ tersebut telah tewas karena usia yang sudah tidak muda lagi. Serangan jantung. Kematian yang mendadak tersebut sempat menjadikan geng tersebut hampir hancur dimangsa geng lain. Maklum saja, Kings punya banyak musuh. Hell’s Blood misalnya, yang merupakan musuh utama dari Kings. Bahkan tak jarang terjadi baku tembak di antara para anggota geng. Mereka terus bersaing satu sama lain dalam berbagai bisnis kotor. Prostitusi, narkotika, pembunuhan dan perampokan sudah menjadi aktivitas biasa. Entah sejak kapan persaingan kotor tersebut dimulai, tetapi sejak lelaki itu bergabung, hal tersebut sudah terjadi. Sekarang disinilah dia berada. Mungkin jika salah satu anggota Kings yang pernah bertemu dan mengenalnya melihat dia ada di sini, ia tidak akan bisa bersembunyi lagi. Pemimpin baru geng tersebut—Raymond Smith, anak tunggal dari Jacob Smith yang merupakan pemimpin sebelumnya—jelas sedang mengincarnya. Sudah tak terhitung berapa kali ia hampir mati karena terbunuh oleh orang-orang suruhan Raymond yang menurutnya sudah tidak waras. Ia bahkan tidak tau apa letak kesalahannya hingga Raymond mengincarnya dan ingin membunuhnya. Seingatnya, ia bahkan hanya beberapa kali bertemu Raymond sebelum Jacob meninggal. Itupun bisa dihitung dengan jari. Sungguh, hanya Raymond dan mungkin Tuhan –jika memang ada, karena ia bukan orang yang religius bahkan sama sekali tidak mengetahui sebenarnya ada berapa agama di dunia ini—yang tau kenapa pria itu begitu terobsesi pada nyawanya. Pria itu mengamati sekitar. Di seberang gang tempat ia berdiri terdapat sekumpulan remaja yang sibuk mengumpat satu sama lain lalu tertawa entah menertawakan apa. Banyak botol-botol alkohol yang sudah kosong dan puntung-puntung rokok berserakan di sekitar mereka. Mereka jelas sudah mabuk berat. Pria itu mengeratkan mantel hitamnya ke tubuh untuk menghalau udara yang semakin dingin, lalu sekilas melirik arloji yang melingkar di tangan kirinya. Ia harus cepat bergegas. Menyeberang jalan, ia melangkah ke arah sekumpulan remaja tadi. Kini ia dapat melihat dengan jelas wajah mereka. Beberapa menyemir rambutnya, memakai tindik di telinga, hidung, mulut bahkan lidahnya. Pria itu hanya menatap datar dan sekilas tanpa minat. Sedikit mengernyit saat mencium bau alkohol bercampur aroma apapun itu yang dapat mengganggu pernapasannya. Ia mempecepat langkah, mengeratkan pegangannya pada sebuah tas kotak hitam panjang yang saat ini menggantung di pundaknya. Tas tersebut berisi segala sesuatu yang ia butuhkan untuk menyelesaikan pekerjaannya malam ini. Saat memergoki sepasang kekasih yang berdiri di gang yang lebih gelap dan sedang b******u dengan panas ia sama sekali tidak berhenti. Lebih memilih mengabaikan dan masuk ke dalam gang yang lebih jauh lagi. Setelah melewati beberapa belokan ia akhirnya menemukan bangunan itu. Pria itu mendongak sesaat untuk melihat seberapa tingginya gedung tanpa lampu penerangan tersebut. Gedung ini masih dalam proses pembangunan. Tidak ada lampu, tidak ada penjaga, tidak ada CCTV. Sempurna. Tanpa rasa takut atau khawatir, ia melangkahkan kaki memasuki bangunan. Ia harus segera sampai ke lantai paling atas bangunan ini yang kira-kira ada 15 lantai. Beberapa menit kemudian, pria itu telah sampai di atap. Angin malam terasa lebih kencang di atas sana, tetapi ia sama sekali tidak terpengaruh. Pria itu justru sudah fokus mengeluarkan barang-barangnya dari tas hitam yang tadi ia bawa. Menatanya sedemikian rupa hingga barang tersebut sudah siap untuk digunakan. Senjata McMillan Tac 50, salah satu senapan jarak jauh yang paling mematikan di dunia. Dengan panjang sekitar 1,45 meter dan kecepatan peluru 823 meter/detik, dan peluru berukuran 12,7 x 99 mm bisa menembus lapisan baja setebal 3 cm sekalipun. Butuh fokus ekstra untuk akhirnya menemukan target yang ia cari. Pria yang sudah dalam posisi duduk di atas satu kaki dan mengintai targetnya melalui lensa senapan yang sudah ia atur dengan mode night vision tersebut menyipitkan mata. Mengunci sang target yang berada di sebuah gedung bertingkat apartemen mewah di seberang sana. Dinding apartemen si target yang terbuat dari kaca memudahkan segalanya. Meskipun jaraknya dengan si target cukup jauh, yaitu sekitar dua setengah kilometer dari tempat ia berada kini, tetapi pria itu sangat yakin bisa menanganinya dengan sekali tembak. Masih melalui pantulan lensa senapan, pria itu mengatur kembali posisi tubuhnya agar bisa lebih mudah dan nyaman untuk mengunci sang target dalam bidikannya. Drrrrt ... Drrrrt ... Pria itu mengambil ponsel dari saku mantelnya, menatap datar pada nomor rahasia yang tertera di layar. Ia mengembalikan ponselnya ke dalam saku mantelnya, sembari mengambil sebuah handsfree dari sana. Dengan gerakan cepat, ia sudah memasang benda kecil tersebut ke telinganya dan mengetuknya hingga suara berat seorang pria terdengar menyapa. "Apakah kau sudah menemukan targetmu?" Pria itu diam tidak menjawab, membuat pria yang menelponnya tertawa keras. Tawa yang terdengar sedikit meremehkan. "Kuharap aku tidak salah memilih orang untuk—" "Aku sudah menemukannya," jawab pria itu singkat. Ia sudah kembali melihat si target melalui lensa senapat dan matanya memicing ketika melihat si target yang kini tampak sedang menampar seorang gadis dan menyeretnya ke tengah karpet beludru berwarna merah di tengah ruangan. "Benarkah?" Pria di seberang telepon itu tampak antusias mendengarnya. "Kemampuanmu memang sudah tidak diragukan lagi ... Mr. Edward." Jeda sejenak. "Aku akan segera mentransfer uangnya ke rekeningmu, tepat setelah kau membunuh b******n itu.” Edward diam tak ingin menanggapi ocehan pria di seberang telepon. Ia justru lebih tertarik untuk melihat apa yang sedang dilakukan si target pada gadis yang ia seret. "Well, tentunya setelah aku mendengar berita kematiannya dari anak buahku yang saat ini sedang menyamar sebagai salah satu bodyguard di sana. Semoga tidak ada yang menyadarinya sebelum misimu berhasil." “....” "Dan kuharap b******n itu segera pergi ke neraka." Terdengar nada penuh dendam dari suara pria itu namun Edward benar-benar tidak peduli. Si target sudah membuat mulut dan hidung si gadis berdarah karena beberapa tamparan kerasnya. Dan kini, si terget sudah menduduki perut si gadis yang masih berusaha melawan meskipun sadar usahanya sia-sia. Dan si target mulai merobek pakaian bagian atas si gadis. Inilah saatnya. Dengan tanpa ragu dan penuh ketenanganyang terkendali, Edward menarik pelatuk. Peluru tersebut melesat jauh dengan cepat dan pasti. DOR!! Tak lebih dari tiga detik, si target sudah ambruk di atas tubuh si gadis. Untuk sesaat si gadis membeku, tidak mengerti apa yang terjadi. Dengan sisa kekuatan yang dimiliki, ia mendorong tubuh si target dan menjerit ketika melihat kepala si target ternyata sudah berlubang. "Segera transfer uangnya sekarang juga. Tugasku telah selesai, Sir." Tanpa basa-basi, Edward memutus sambungan teleponnya. Dan secepat kilat, ia membereskan perlengkapan senjatanya. Memasukkannya kembali dalam tas. Setelah beres, Edward pun segera bergegas turun dari bangunan tersebut. Kembali menyusuri gang-gang sempit dan gelap dan lagi-lagi masih menjumpai para remaja tadi. Tak butuh waktu lama bagi Edward untuk menemukan sebuah taksi yang melintas begitu ia telah sampai di jalan raya. Dan setelah memasuki taksi, Edward segera memeriksa M-Banking miliknya dan menyeringai tipis ketika melihat saldo tabungannya telah bertambah dua ratus ribu dollar. Edward segera menon-aktifkan ponselnya. Ia membuka kaca jendela taksi itu dan membuang benda persegi empat itu begitu saja ke jalan raya. Membuat ponsel itu hancur seketika karena terlindas roda-roda mobil yang melintas. Beginilah kehidupan seorang Edward. Dia bekerja untuk membunuh. Orang-orang sering menyebutnya sebagai pembunuh bayaran. Atau yang lebih extreme lagi, menyebutnya sebagai iblis pembunuh berhati dingin, malaikat maut dan lain sejenisnya. Emm... sebenarnya Edward tidak mempedulikan apapun julukan yang diberikan orang lain padanya. Yang jelas, ia mendapat uang dari pekerjaannya saat ini untuk hidup. Dan yang lebih penting lagi, tidak ada para penegak hukum yang bisa menangkapnya. Edward sangat ahli dalam menyembunyikan identitas. Selain itu, ada satu kenyataan yang sungguh ironis dan tidak diketahui oleh dunia, adalah bahkan kebanyakan para polisi takut pada orang-orang sepertinya. Takut pada para mafia atau gengster yang jelas telah berhasil menyuap para petinggi sekalipun. Orang-orang seperti Edward memang diincar oleh para penegak hukum, tetapi tak banyak pula pejabat yang melindunginya. Mereka tidak ingin jika kebusukan mereka terungkap begitu saja, bukan? "Kemana tujuanmu, Sir?" Pertanyaan supir taksi itu menyita perhatian Edward. Sekilas, ia melirik ke kaca spion tengah lalu kembali menatap keluar jendela. Ia menghirup udara malam di New York yang di menit-menit terakhir sebelum ia keluar dari kota ini. Ia butuh tempat persembunyian baru. "Pittsburgh," jawab singkat Edward kemudian sebelum menyandarkan tubuhnya pada jok mobil dan memejamkan mata. Ia juga butuh istirahat.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
102.2K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.8K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.3K
bc

My Secret Little Wife

read
97.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.2K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook