Part 2

1384 Words
Darius tersenyum tipis, ia melangkah mendekati meja kerja Rea dan menyandarkan pantatnya di sana. Sambil menyilangkan kedua tangan di depan d**a, ia menatap Rea tajam dalam senyuman tipis. "Ini kantorku. Apa aku harus meminta ijin kemana aku harus berkunjung?"      Rea tak menjawab. Ya, sepertinya sekarang ia harus memikirkan untuk mencari pekerjaan di perusahaan lain.      Sejenak Rea menangkap mata Darius melirik ponsel yang tergeletak di dekatnya sebelum menyambar dalam satu sentakan kuat. Membuat Rea reflek beranjak dari kursi dan berusaha merebut ponselnya dari genggaman Darius. Akan tetapi, pria itu menjauhkan ponsel tersebut dari jangkauan tangannya dengan sigap. "Kembalikan, Darius," geram Rea.      Darius menahan kedua tangan Rea dengan satu tangan, sedangkan tangan kanannya menyentuh layar ponsel Rea mencari-cari sesuatu di sana. Kemudian menunjukkan pada Rea kontak Raka yang bernama My Love.      "Kau menamai pria itu My Love?" Sindir Darius dengan tatapan mencemooh. Kemudian menunduk dan kembali mengotak-atik ponsel Rea, menggantikan nama 'My love' menjadi 'Pak Raka'. Tersenyum puas dengan hasil kerjanya, ia menunjukkan pada Rea, "Begini lebih baik."      "Itu tidak akan mengubah perasaanku," kata Rea sengit.      "Aku tahu." Suara Darius terdengar tenang. Jemarinya kembali bergerak di atas layar ponsel Rea untuk mengganti kontak nama 'Darius' menjadi 'My Lovely Husband' sebelum menunjukkan hasil kerjanya yang kedua pada Rea dengan senyum penuh kemenangan yang lebih memuaskan, "Tapi ini akan mengubah perasaannya padamu."      "Kau bukan suamiku." Rea masih berusaha melepas genggaman tangan Darius, tapi kekuatan wanitanya sama sekali tidak sebanding dengan kekuatan pria itu. Karena sekuat apa pun ia meronta, Darius masih menggenggan kedua tangannya dengan erat. Untuk merebut ponsel itu maupun untuk terlepas dari cekalan Darius.      "Akan," ucap Darius tajam penuh kemantapan. Kemudian, sambil meletakkan ponsel Rea kembali ke meja, Darius menarik pinggang Rea untuk naik ke atas meja.      Rea terpekik kaget ketika tiba-tiba Darius menarik pinggang dan menempelkan punggungnya di d**a pria itu. Memeluk Rea dari belakang sambil masih menggenggam kedua tangannya. Membuat Rea tidak bisa berkutik dan menolak sedikit pun.      Darius menenggelamkan wajahnya di lekukan leher Rea, memberikan kecupan lembut di sana dalam-dalam.      "Hentikan, Darius." Rea memejamkan mata. Masih berusaha berontak dari dekapan Darius. Ia tidak mau masuk ke dalam pusaran tawanan Darius, pria ini selalu membuatnya tak mampu menolak sentuhan Darius yang penuh kelembutan dan b*******h.      "Aku tahu kau menginginkanku, Sayang," bisik Darius menggoda.      "Lepaskan aku, Darius." Rea menggumam pelan, masih memejamkan matanya. 'Aku mencintai Raka. Aku mencintai Raka. Aku mencintai Raka,' bisiknya dalam hati. Mengucapkan mantra itu berulang kali agar ia tidak kembali terjatuh ke pusaran yang dipimpin oleh seorang Darius Enrio Farick. Ia selalu lemah jika pria itu menyentuhnya dan ia benci hal itu.      "Kau selalu tidak bisa menolak sentuhanku, Reaku," bisik Darius yang semakin gencar memberikan ciuman di leher Rea. Menggoda dengan cumbuannya yang memabukkan.      Ya, Rea memang selalu tak bisa menolak sentuhan Darius, karena Darius selalu menyentuhnya seakan-akan hanya dirinyalah wanita yang paling dicintai pria itu. Yang sialnya, memang itulah kenyataannya.      "Aku mengenalmu dengan sangat baik, Rea."      Ya, Darius memang mengenal dirinya dengan sangat baik. Tubuh, bahkan hatinya. Rea tak bisa menampik kenyataan itu.     ' Tidak.'      'Tidak boleh,' teriak batin Rea.      'Berpikirlah, Rea.'      'Berpikir....'      'Aku harus berpikir untuk bisa terlepas dari jeratan Darius.'      Lalu Rea membuka mata, seakan tersadar oleh sesuatu. "Aku mencintaimu, Raka," bisik Rea pelan. Namun bisikan itu masih bisa ditangkap oleh indera pendengaran Darius yang tajam.      Wajah Darius menegang. Seketika ia menghentikan ciumannya di leher Rea dan membeku. Matanya berkilat penuh kemarahan yang terpendam.      Sialan...      Rea memang paling pintar mengusik egonya.      Rea sengaja mengatakan kalimat itu hanya untuk mengusik egonya, dan wanita itu tahu, kata-kata sialan itu akan mengusik egonya. Memastikannya. Saat dirinya mencumbu dan Rea memanggil nama pria lain di sela-sela kegiatan intim mereka.      Rea ikut membeku saat merasakan Darius menghentikan kegiatannya. Merasakan ketegangan di wajah dan nafas panas Darius yang menerpa kulit lehernya, menandakan ia berhasil mengusik ego pria itu. Ia memejamkan mata, berusaha menghalau ketakutan yang menggerogoti hatinya karena telah berani mengusik ego seorang Darius Enrio Farick. Ia tahu Darius akan membalasnya, dan ia tahu bayarannya. Amat sangat mahal.  "Kau berani menyebutkan nama pria b******k itu ketika aku mencumbumu, Rea?" geram Darius di balik suaranya yang tenang, berikut ancaman mematikan yang membuat bulu kuduk Rea meremang.        Darah menghilang dari wajah Rea, membuatnya bukan hanya sekedar pucat pasi. Ia bahkan tak berani membuka mata karena terlalu takut menghadapi kemurkaan Darius.      Ia tahu sudah membangunkan singa yang tertidur hanya untuk memburunya. Sebelum kemudian mencincangnya habis-habisan. "Kau berani menyebutkan nama pria b******k itu ketika aku mencumbumu?" geram Darius di balik suaranya yang tenang, berikut ancaman mematikan yang membuat bulu kuduk Rea meremang. Darah menghilang dari wajah Rea, membuatnya bukan hanya sekedar pucat pasi. Ia bahkan tak berani membuka mata, terlalu takut menghadapi kemurkaan Darius. Tahu bahwa dirinya sudah membangunkan singa yang tertidur hanya untuk memburunya. Hening... "Aku tahu kau mengatakan itu hanya karena ingin mengusikku saja, Rea," lanjut Darius dengan nada penuh ketenangan yang terkendali. "Kita sama-sama tahu, Sayang. Hanya akulah pria yang pernah menyentuhmu seintim ini." 'Sial,' rutuk Rea dalam hati. "Dan akan selalu seperti itu," janji Darius, seperti iblis yang bersumpah dalam kekejaman. Pelukan lengannya di pinggang Rea semakin erat. Membuat tubuh Rea gemetar karena bukannya melepaskan, pria ini malah semakin mengetatkan rengkuhan lengannya. Lalu jemari Darius bergerak perlahan menelusuri perut Rea yang masih rata. Dengan sentuhan lembut, tapi mampu membuat bulu kuduk Rea meremang ketika jemari itu mengusap-usap tempat darah dagingnya bertumbuh. "Kau sangat beruntung, Rea." Bibir Darius menempel di telinga Rea. Berbisik lembut tapi mampu membuat Rea bergidik ngeri, menyiratkan ancaman berbahaya buat wanita itu, "Karena kau sedang mengandung anakkulah yang membuatku sedikit berbaik hati padamu. Jadi..." Darius diam sejenak sebelum suaranya menajam dan melanjutkan, "...sebaiknya ini menjadi untuk yang pertama dan terakhir kalinya kau menyebutkan nama pria lain di hadapanku. Terutama nama pria b******k itu." 'Kaulah yang pria b******k di sini, Darius. Kau sengaja membuatku hamil hanya untuk mengikatmu!' teriak Rea dalam hati. Ingin sekali ia menyemburkan kata-kata itu di wajah Darius. Namun Rea hanya membeku. Wajahnya semakin pucat, tahu bahwa dirinya dalam masalah besar ia tahu, sangat tahu malah. Bahwa Darius tidak pernah main-main dengan ancaman yang pria itu ucapkan. "Dia satu-satunya kesayanganku selain dirimu." Darius menekan kata dia, jemarinya masih bergerak lembut mengusap perut Rea. Menelusuri di mana tempat darah dagingnya sedang bertumbuh. "Jadi, jaga dia baik-baik, atau kau akan tahu apa yang mampu kulakukan untukmu." 'Apa sekarang aku harus membuang jauh-jauh pikiran untuk melenyapkan anak Darius dari dunia ini?' Batin Rea bertanya. Sangat tahu apa yang mampu dilakukan Darius terhadap siapa pun yang menantang dan mengkhianati pria itu. "Aku akan memastikan kau benar-benar menyesali perbuatanmu jika kau sengaja menyingkirkan dia dari kehidupan kita." Sepertinya anak ini berhasil menarik perhatian Darius melebihi dirinya. Sungguh kesialan yang menggunung bagi Rea jika Darius jauh lebih menyayangi anak ini daripada dirinya. Rea menahan nafas saat Darius mencium sisi telinganya, penuh kelembutan dan kehangatan. "Aku tahu kau mampu hidup tanpaku, Rea. Tapi pertanyaannya adalah..." Darius menggantung kalimatnya, mengecup leher Rea semakin ke bawah, menuju bahunya yang kini terekspos bebas karena Darius menarik leher kemeja itu ke bawah. "...apakah aku mau melepaskanmu?" Mata Rea terpejam, mencoba menerima kenyataan bahwa hanya Dariuslah kehidupannya. Akan tetapi, ia tidak bisa mengabaikan kenyataan dengan hati yang selalu meneriakkan nama Raka. Menggembar-gemborkan bahwa hanya pria itu yang ia cintai. "Sampai kapan kau akan tetap menahanku, Darius?" Suara cicitan Rea penuh keputusasaan dan ketidakberdayaan di bawah kendali Darius. "Sampai aku merasa bosan padamu, Rea." Darius menjawab ringan. Menyeringai jahat ketika melanjutkan. "Dan sayangnya aku tidak pernah merasa bosan denganmu. Kau seperti candu bagiku, Sayang. Semakin aku mendekatimu, semakin aku tidak bisa melepaskanmu. Jadi, persiapkan dirimu untuk menghabiskan sisa umurmu sebagai wanitaku." "Aku mencintai orang lain, Darius," bisik Rea penuh nada permohonan. Sama sekali tidak berani menyebutkan nama Raka kali ini. "Kau milikku, Rea. Di detik kau berlari padaku." Rea terdiam. "Dan... tidak akan ada orang lain di antara kita. Apa kau mengerti?" "Aku mo..." "Jangan memohon padaku untuk melepaskanmu pada pria lain. Aku tidak semurah hati itu." Darius memotong kalimat Rea dengan nada tajam dan penuh peringatan. "Aku tidak suka berbagi dengan orang lain. Kau hanya milikku, milik Darius Farick seorang. Dan aku tidak memberimu pilihan." Rea ingin menangis, menjerit akan ketakutan dan ketidakberdayaannya terhadap Darius. Namun, ia tidak bisa menangisi kebodohannya di depan pria ini. Di depan pria b******k ini. Tidak akan pernah! Dan ia juga tidak akan pernah membiarkan Darius berbuat seenaknya saja padanya lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD