CASTING PART DUA

2439 Words
Part 2  C A S T I N G 2 Rick Dant adalah seorang sutradara yang memiliki visi kreatif untuk film yang akan digarapnya. Dia memiliki kontrol terhadap apa yang menjadi pilihannya. Rick dan Jane—yang sebagai penulis cerita—memang harus memiliki ikatan personal yang kuat pada ceritanya, agar mereka bisa menyampaikan pesan cerita kepada para aktornya nanti. Sutradara kawakan itu juga sudah membentuk tim, ada asisten sutradara, penata kamera, penata artistik, penata suara, penata peran, penata busana, penata musik dan penyunting gambar. Dia juga sudah memaparkan dan mengkomunikasikan apa yang dia inginkan kepada rekan kru dan teknisi yang akan terlibat langsung dalam film yang digarapnya. “Zazie,” panggilnya. “Bagaimana dengan peran-peran kecil?” tanya Rick. Zazie mengangguk, “Aku sudah mendapatkan beberapa nominasi,  kau bisa melihatnya...,” sahutnya sambil memberikan tumpukan resume dan personal data dari para artis yang dia pilih untuk peran kecil dalam film ini. “Baiklah, aku dan Jane akan mendiskusikan ini nanti,” balas Rick cepat. Kepala Jane sedikit melongok ke arah tumpukan kertas resume tersebut dan dia mengangguk. “Untuk pemeran utama, kita sudah sepakat memilih mereka berdua, bukan?” Zazie bertanya pada Rick dan Jane sambil memperlihatkan dua buah foto laki-laki dan perempuan pada tabletnya. Jane mengangguk dengan lambat seolah ada hal yang mengganjalnya dan membuatnya berat hati. “Yeah fine, dia juga cukup bagus! Aku setuju saja,” cetusnya dengan senyum mengembang yang seolah dipaksakan. “Oke, saya rasa saat ini memang dia yang pas dan cocok sebagai pemeran Evangeline. Hubungi mereka semua dan bersiap untuk pembedahan skenario,” ujar Rick. “Siap Rick!” jawab Zazie. *** “Huh, serius??” Bibir Georgia merapat geram dengan telepon selular yang menempel pada telinganya. “Kamu serius Gaby?” tanyanya sambil berdiri dan memindahkan ponselnya pada telinga yang satunya. “Tidak mungkin kalau mereka tidak memilihku! Lagi pula kenapa harus Angel yang dipilih, bukannya aku?!” protesnya marah. “Gia... kamu tenang dulu. Sekarang aku minta kamu duduk. Pasti kamu sedang berdiri kan sekarang?” ujar suara Gaby di ujung telepon. Dahi Georgia berkerut curiga, kenapa Gabrielle malah memintanya duduk. Pasti ada kabar mengejutkan lain yang akan disampaikannya. “Aku sudah duduk,” katanya setelah mengempaskan tubuhnya di sofa merahnya. “Jangan berteriak atau marah atau melakukan apa pun setelah aku menyampaikan sesuatu, oke?” “Gaby! Cepat bilang, sebenarnya apa yang kamu mau sampaikan!” “Gia, kamu harus janji dulu tidak akan emosi...,” pesan Gabrielle, “atau… lebih baik kamu tunggu aku deh, aku akan menyampaikannya secara langsung saja. Kira-kira sekitar dua menit lagi aku akan sampai di apartemen kamu!” Georgia berdecak kesal mendengar suara Gabrielle di ujung sambungan teleponnya, dia menatap teleponnya dengan mata yang membesar sambil berteriak, “KALAU BEGITU HARUSNYA KAMU TIDAK USAH MENYURUHKU UNTUK DUDUK SEGALA!!”  teriaknya emosi seraya meletakkan telepon genggamnya dengan kasar. Georgia benar-benar merasa marah sekarang. Kenapa Walker Movie Industry tidak memilihnya untuk peran Evangeline dalam film FIRST LOVE itu dan malah memilih Angel Staineld? Dia mendengkus kesal sembari mengambil telepon selularnya lagi dan mengirimkan sebuah pesan pada seseorang. Dear Mr. X, Sebelumnya saya minta maaf jika mengganggu waktu Anda Mr. X. Akan tetapi kali ini saya memerlukan bantuan Anda. Jika saja Anda mengenal Rick Dant atau Jane Spalding dari Walker Movie Industry, mungkin Anda bisa mendapatkan informasi kenapa mereka tidak memilih saya untuk sebuah peran dalam film mereka. Padahal saya sudah berusaha keras untuk mendapatkan peran itu. Saya tidak rela jika peran tersebut diberikan kepada Angel Staineld. Mr. X yang terhormat. Saya memang sangat menginginkan peran Evangeline dalam film tersebut, karena itu saya ingin tahu alasan Rick Dant dan Jane Spalding tidak memberikan peran itu pada saya. Terima kasih. Gia. Dan Georgia tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan balasan dari pesan yang baru saja dikirimnya. Dear Gia, Apakah dengan mendapatkan peran tersebut akan membuatmu bahagia, Gia? Kalau jawabannya iya, tentu saja saya akan membantumu. Karena yang terpenting bagi say adalah kebahagiaanmu. X. Senyum di wajah Georgia mengembang membaca balasan pesan dari orang yang dua tahun belakangan ini menjadi malaikat tak terlihatnya. Seorang pria yang mengatakan bahwa dia adalah penggemar rahasianya, yang akan selalu ada untuknya dan membantu memecahkan masalah apa pun yang terjadi padanya. Pria itu tidak mengada-ada, karena apa yang diucapkannya itu memang dilakukan oleh pria bernama Mr. X tersebut. Padahal Georgia sama sekali belum pernah bertemu dengannya. Pria itu beralasan bahwa belum saatnya mereka untuk bertemu—karena itu dia selalu menolak ketika Georgia mengatakan ingin bertemu dengannya. Dear Mr. X, Tentu saja dengan bisa bermain film pada perusahaan tersebut akan membuat saya sangat bahagia. Karena Walker Movie Industry adalah salah satu perusahaan film terbesar saat ini. Dan saya memang sangat menginginkan peran itu! Selain karena Walker Movie Industry adalah perusahaan perfilman ternama dan bergengsi di Canada. Peran tersebut pasti akan membuat nama saya menjadi lebih dikenal sebagai aktris yang berbakat, bukan hanya aktris sensasi saja. Bukan begitu? Gia. Georgia menekan tombol send pada layar ponselnya sambil menghela napas. Dia berharap sekali Mr. X-nya juga bisa mewujudkan keinginannya ini. Dear Gia, Kamu adalah aktris yang sangat berbakat Gia. Tanamkan itu. X. Georgia menarik napasnya dalam-dalam dan tidak membalas lagi. Dia menutup percakapannya dengan malaikat penolongnya itu dengan ucapan terima kasih seraya berharap kalau pria itu bisa menolongnya untuk mendapatkan peran Evangeline yang diinginkannya. Karena sudah menjadi kebiasaannya setiap saat dia mengadukan masalahnya pada Mr. X itu, maka masalah yang dihadapinya akan selesai sesuai dengan keinginannya. Georgia memang belum pernah bertemu ataupun mendengar suara pria ini—sekalipun berbicara melalui telepon—tidak pernah. Selama dua tahun mengenalnya sebagai fans garis keras dan penolongnya, dia hanya bisa berkomunikasi dengan cara mengirim chat atau email seperti sekarang ini. “GIA!” Suara Gabrielle, manajer Georgia menggema di ruangan apartemennya. Gabrielle mengempaskan bokongnya di sebelah Georgia, “Gia... ada hal penting yang aku mau sampaikan,” ujarnya. Georgia berdecak sambil menepiskan tangan manajernya yang berada di pundaknya sekarang. “Ck, kelamaan! Aku bahkan sudah lupa kalau menunggu hal itu” sergahnya sambil berdiri. “Ini soal pemeran prianya Gia!” serunya dan membuat Georgia kembali duduk di sebelah manajernya itu. “Cepat katakan siapa aktor yang mendapatkan peran utama prianya?” desak Georgia sambil menatap Gabrielle dengan garang. Gabrielle menghela napasnya lebih dulu, “Duh kamu seperti mau makan orang saja? Lapar ya?” “Gaaabby!” “Iya… iya, makanya tenang dulu dong. Eh ini pasti akan membuat kamu makin syok. Ternyata… yang menjadi pemeran utamanya adalah... ehm... Gia ini pasti akan membuat kamu… ah,” katanya dengan ekspresi cemas, “aku takut kamu makin marah karena bukan kamu yang mendapatkan peran wanitanya,” imbuh Gabrielle. “Iiih... Gaby!” Georgia menangkup kedua pipi sahabatnya itu dengan penuh tekanan. “Bisa tidak sih kamu langsung saja bilang siapa pemeran utama prianya, huh??” Dia melemparkan tatapan tajamnya sedekat mungkin di wajah bulat manajernya itu.  “Ummpht… teuppi .. gemana... aduh!” Georgia melepaskan tangannya, mata Grabielle membesar ke arahnya, “”bagaimana aku bisa ngomong kalau tangan kamu menahan pipiku seperti tadi,” protesnya. “Issh! Habis kamu ngoceh terus. Itu pasti gara-gara ada t**i lalat di bibir kamu deh, makanya ngomongnya lama banget!” oceh Georgia. Gabrielle memilih nyengir kuda, “Jadi yang jadi pemeran prianya—sebagai Tyler itu… adalaaah… Nicholas Brewer—dia yang akan memerankan Tyler! Kekasih Evangeline di film itu!” jawab Gabrielle dalam tempo cepat. Mata Georgia membesar sempurna, “Huh??” Wanita itu berdiri dengan tergesa, meraih ponselnya. “Nicholas Brewer? Nicholas Brewer yang itu??” tanyanya sekali untuk untuk memastikan. Georgia menghela napasnya menahan emosi ketika melihat kepala manajernya itu mengangguk mengiyakan pertanyaannya. “Memangnya ada Nicholas Brewer yang mana lagi di Canada?” tanya Gabrielle. Georgia menggeleng kesal, “No! Ini tidak bisa dibiarkan! Aku harus ke Walker Industries Building sekarang juga Gaby!”cetusnya gusar. “Masalahnya adalah… ini Nicholas Brewer! Pria idolaku sejak aku masih sekolah dan kamu tahu kalau ini juga salah satu impianku untuk beradu akting dengannya. Pokoknya aku harus mendapatkan peran itu Gaby! Ini merupakan satu-satunya cara dan kesempatanku  untuk bisa bertemu dengan Nicholas bukan, begitu?” sergahnya sembari menyambar tas kecilnya, lalu kakinya sibuk menelusup masuk ke dalam sepatu Michael Kors-nya. “Tapi Giaaaaa...,” Gabrielle memandang panik ke arah Georgia sembari dia juga ikut memakai sepatunya. “Mana bisa kita ke sana dan protes pada mereka?” Wanita itu memegang tangan Georgia—sahabatnya, sambil menatapnya tajam.  “Kamu jangan gegabah Gia, Rick dan Jane tidak mungkin asal memilih orang untuk peran sebesar itu. Mungkin memang Angel Staineld lebih cocok—menurut mereka—untuk mendapatkan peran itu,” urainya dan mendapat cibiran dari Georgia. “Kamu itu bicara sebagai manajer atau sahabatku sekarang ini? Karena menurutku keduanya tidak ada yang menunjukkan kalau kamu sedang berada di posisi itu sekarang Gaby! Sebagai sahabatku seharusnya kamu tahu kenapa aku begitu menginginkan peran ini, terlebih lagi Nicholas Brewer sebagai lawan mainnya. Dan sebagai manajerku seharusnya kamu bertanya, kenapa wanita kecentilan itu yang dipilih?? Padahal sosok Evangeline sangat mirip dan cocok denganku, kan?” Huh? “Jadi kamu menyalahkanku karena mereka lebih memilih Angel daripada kamu?” sahut Gabrielle dengan ekspresi kecewa. Suasana yang panas dan tegang tersebut teralihkan oleh bunyi ponsel Gabrielle yang nyaring. Gadis bertubuh gempal itu merogoh tasnya dan mengeluarkan telepon genggamnya yang masih berbunyi. Matanya yang besar terarah pada Georgia ketika melihat nama yang muncul di layar ponselnya. “Zazie, Gi...,” gumamnya seraya menunjukkan nama yang berkedip di layar ponselnya pada Georgia. “Cepat angkat!” “Hallo...,” jawab Gabrielle. “Ya Zazie... ya… ehm ya… aku baru saja memberitahu Georgia tentang hal itu….” Lalu ada jeda sebentar sambil mata Gabrielle membesar ke arah Georgia. “Huh? Apa kamu serius, Zazie?” Mata Gabrielle berbinar terang ke arah artisnya, “Angel Staineld dibatalkan jadi pemeran utamanya karena suatu hal dan digantikan oleh Gia??” Gabrielle tidak bisa menahan kegirangannya. Mata Georgia ikut membesar mendengar percakapan manajernya dengan si penata peran di ujung telepon. Hatinya ikut melonjak gembira mendengar potongan percakapan manajernya tersebut. “Cepat tanyakan soal Nicholas, Gaby!” desis Georgia. Gabrielle mengangguk mengerti, “Ehm, boleh saya tanya satu hal Zazie? Kita membicarakan  peran Evangeline dalam film First Love-nya Jane Spalding, kan?” Dia memastikan kembali bahwa sahabatnya memang mendapatkan peran itu. Senyumnya melebar ketika Gabrielle mendapatkan jawaban yang diinginkannya. “Dan apakah Nicholas Brewer akan tetap menjadi pemeran utama prianya?”  tanyanya sekali lagi. Gabrielle hampir melompat kegirangan ketika Zazie menjawabnya. “Terima kasih banyak Zazie!” Mata Georgia membesar melihat Gabrielle, mulutnya membuka kegirangan. Dan dia benar-benar melompat senang ketika Gabrielle menyudahi percakapannya dengan Zazie, sang casting director. “YES!” pekik Georgia senang. “Apakah aku benar-benar mendapatkan peran itu Gaby?” pekik Georgia dengan kesenangan yang tidak bisa disembunyikan. Gabrielle sama senangnya, namun dahinya berkerut menatap artisnya yang masih melompat senang di depannya, “Tapi kok bisa ya mereka merubah keputusannya hanya dalam beberapa menit saja, maksudku Zazie baru saja memberitahuku kalau bukan kamu yang mendapatkan peran itu—melainkan Angel Staineld. Lalu tiba-tiba, sekarang mereka mengatakan bahwa kamulah yang mendapatkan kesempatan beradu akting dengan pria paling tampan di Canada—Nicholas Brewer—itu.” Dia menggelengkan kepalanya heran.  Georgia melihat Gabrielle dengan matanya yang menyipit, “Maksud kamu apa ya Gaby?” “Ish, dasar wanita pemarah. Aku hanya bingung kenapa Zazie bisa secepat itu merubah keputusannya?” “Aku tidak peduli sama sekali dengan alasan di balik itu semua. Yang terpenting sekarang, aku sudah mendapatkan peran itu dan akan menjadi lawan main seorang Nicholas Brewer, cowok idaman aku, Gaby!” Georgia tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya saat ini. Pria yang selama ini hanya berada dalam angannya akan dia temui dalam beberapa hari lagi. *** “Ya, tentu saja Zazie… Huh? Apa maksudnya dengan lawan mainnya berubah? Kenapa diganti? Memangnya ada apa dengan Angel Staineld? Dia kan aktris yang bagus….” Jez Bob mendengarkan suara Zazie di seberang sana dengan focus. “Oh oke baiklah… ehm kalau begitu siapa yang menjadi pengganti Angel, Zie?” tanyanya. “Oh oke Jenskin... ehm eh siapa?? Georgia Jenskin? OMG!” Jez Bob mondar mandir di depan pintu apartemen Nicholas sambil menggerakkan tumitnya berulang kali menunggu Nicholas membukakan pintunya. Ck. Kabar ini pasti akan membuat Nicho kecewa, batin Jez. Nicholas membuka pintunya dengan telepon selular yang masih menempel pada telinganya, dia sedang bertelepon. “Aku benar-benar tidak habis pikir, Rick. Bagaimana bisa dia tiba-tiba mengganti pemain yang sudah dipilih? Aku yakin si Jenskin itu sama sekali tidak bisa akting!” Mata Jez mengerjap sebanyak tiga kali sambil memandang ke arah Nicholas yang berjalan ke dalam setelah membukakan pintu untuknya. Nicholas menghela napasnya dengan gusar sambil mematikan teleponnya. Dia melihat ke arah sang manajer. “Aku yakin Zazie juga sudah meneleponmu, ya kan?” tudingnya. Jez mengangguk cepat, “Iya benar. Aku baru mau menyampaikan berita ini...,” katanya sembari mengambil tempat duduk di sebelah Nicholas. Nicholas menggeleng, “Jane Spalding itu aneh. Sudah benar memilih Angel Staineld untuk memerankan karakter Evangeline. Sekarang berubah menjadi Georgia Jenskin! Coba kamu bayangkan Jez! Bisa apa gadis itu selain mencari sensasi?!” Laki-laki itu menarik napasnya dalam-dalam. “Ini pasti akan menjadi pekerjaan yang berat untukku. Kalau saja aku tidak terikat kontrak dengan Walker Movie Industry… aku pasti akan memilih menolak peran ini daripada harus berpasangan dengan artis penuh sensasi itu, Jez!” tukasnya geram. Jez ikut menghela napas sembari mengistirahatkan otot-otot tubuhnya yang menegang. “Nich... mungkin saja sebetulnya Georgia Jenskin tidak seburuk yang diberitakan juga,” belanya. “Ck, tidak usah membelanya Jez! Memangnya kamu kenal wanita itu? Kamu bisa lihat sendiri kan berita mengenai gadis itu di televisi?” Jez mengangguk. Georgia Jenskin adalah artis yang selalu diberitakan buruk. Berita tentang ketenaran dirinya yang sekarang dia dapatkan adalah karena Georgia menjual tubuhnya untuk itu, kekayaan yang didapat selama ini adalah karena dia merupakan wanita simpanan seorang pengusaha kaya raya. Namun, Georgia sendiri tidak pernah mengindahkan berita tersebut, bahkan dia cenderung membiarkan berita itu bergulir dan terkesan memang begitulah adanya. Apalagi gadis itu juga tidak segan memajang fotonya yang seksi dalam halaman sosial medianya. Namanya lebih sering disebut karena memiliki masalah dengan sesama artis lain daripada mendapatkan apresiasi karena karyanya. Jez Bob sendiri belum pernah bertatap muka langsung dengan wanita cantik penuh sensasi itu, selain karena Nicholas belum pernah ada kolaborasi atau kerja sama dengan gadis itu—Georgia sendiri memang dikenal sebagai artis yang anti sosial alias tidak banyak berteman. Jadi Jez juga tidak pernah menemukan Georgia di pesta mana pun yang pernah dihadirinya. Menurutnya aktris wanita itu tidak terlalu buruk juga. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD