SATU

1276 Words
Untuk pertama kalinya keluarga Arion makan dalam formasi lengkap, ditambah lagi kehadiran Raja yang kini duduk berhadapan dengan Tari.   "Bagaimana kabar keluarga kamu di Bandung?" tanya Arion membuka suara begitu mereka selesai makan.   "Alhamdulillah baik om. Mama semakin sibuk dengan anak kak Daisy" jawab Raja tersenyum.   "Kamu belum punya pacar?"   Tari menolehkan kepalanya mendengar pertanyaan aneh sang Ibu. Dan Tari dengan cepat bisa membaca pikiran sang Ibu.   "Ibu jangan coba-coba jodohin Tari sama Raja ya?" ucap Tari. Calya menatap sang anak keki   "Dihh kelamaan ngenes sih kamu makanya geer gitu. Ibu cuma nanya kok." jawab Calya sewot. Tari hanya mendengus malas, ia tau Ibunya sedang menyusun seribu satu cara.   "Lagian kamu sih nak, Ibu jodohin sama Elang gak mau. Elang kurang apa sih? Tampan iya, cerdas iya, akhlaknya baik, jago bawa pesawat tempur lagi." puji Calya membuat Tari muak. Ibunya tak tau saja jika mulut Elang itu seperti kebun binatang jika berbicara pada Tari. Lihat saja namanya. ELANG.   "Kenapa gak Ibu aja yang nikah sama dia?"   Arion langsung tersedak. Ia terbatuk dan Freya, sang adik bungsu yang duduk di kelas 2 SMA langsung menyodorkan gelas air minum pada Ayahnya.   "Kamu mau nyuruh Ibu bersuami dua gitu? Emang boleh? Mas, boleh gak?" tanya sang Ibu menatap Ayahnya dengan wajah serius. Arion memijit pelipisnya.   "Ya enggak lah. Ada-ada saja." jawab Arion sebal.   "Jadi? Raja udah punya pacar?" Calya kembali menolehkan kepalanya pada Raja, menatap anak dari sahabatnya penasaran. Raja menggaruk tengkuknya bingung.   "Belum tante" jawab Raja canggung.   "Nah kebetulan--"   "Aku udah punya pacar" potong Tari cepat membuat kepala kedua orangtuanya menoleh menatap Tari kaget.   "Aku udah punya pacar.. Jadi, Ibu gak perlu jodohin aku lagi. Oke? Aku balik ke rumah sakit dulu, ada pemeriksaan anggota yang mau tugas ke luar. Assalamualaikum"   Tari mencium pipi kedua orang tuanya dan sialnya saat ia berbalik, kakinya malah menabrak kursi.   "Nah kan, bohong sih" cibir Calya. Tari memejamkan matanya.   "Enggak bohong Ibu. Tari pergi" ucap Tari lagi dan langsung berlari tanpa memedulikan seruan sang Ibu.   ***   "Gimana dong?"   Tari menatap Elang yang kini duduk dihadapannya dengan seragam biru mint. Ia baru saja menceritakan tragedi pertemuannya dengan Raja dan kebohongan mendadaknya yang sudah memiliki pacar dan tentu saja tak menceritakan bagian 'Elang dipuji' sang Ibu. Narsisme pria itu akan kambuh pastinya.   "Mana gue tau. Lagian bohong sama orang tua itu dosa tau Tar, kualat lo entar" ucap Elang lalu ia menyeruput lemon tea nya.   "Gue bisa dapat pacar beneran dong" Tari menopang dagu dengan senyuman lebarnya. Elang berdecak.   "Terus faedahnya lo cerita ke gue apa?" tanya Elang yang sedari tadi memikirkan kegunaannya dalam cerita Tari.   "Bantuin gue. Cariin gue pacar, please" Tari menangkupkan tangannya dengan wajah memelas   "Sama gue aja" jawab Elang menaikturunkan alisnya dengan wajah sok kegantengannya. Tari menatap Elang masih dengan wajah memelasnya tetapi kakinya memasang ancang-ancang, dan..   "Aaarrgghhh.. Sakit bangsatt! Anjirrr betis gue." Elang menunduk memegang betisnya yang menjadi sasaran empuk dari sepatu laras Tari. Tari tersenyum manis.   "Makanya jangan nawarin diri lo. Ogah gue sama lo" ucap Tari.   "Gue juga ogah sama lo. Depan belakang rata gitu" cibir Elang. Tari hendak mengepalkan tinjunya tetapi Elang langsung beranjak   "Iyaa ampun nyaaa, bercanda aelah. Jomlo mah sensi.. Ehh enggak ampun" Elang menangkupkan tangannya.   "Masa teman lo gak ada yang single gitu? Kecuali elo ya"   Elang berpikir sejenak dengan wajah seriusnya.   "Ada sih" ucap Elang ragu.   "Tapi?" tanya Tari penasaran.   "Masalahnya dia mau gak sama lo?"   Kali ini tangan Tari dengan cepat mendarat di perut Elang.   "Rese lo. Udah gue balik ke RS. Sia-sia lo gue ajak ketemu. Gak guna" ucap Tari sebal dan beranjak dari duduknya.   "Lo naik apa kesini?" tanya Elang saat tak menemukan keberadaan mobil yang biasa Tari pakai.   "Grab" jawab Tari singkat lalu membuka ponselnya. Elang hanya ber oh tanpa berniat menawarkan diri untuk mengantar Tari.   "Lo hati-hati, gue ada rapat sama komandan. Bye" Elang melambaikan tangannya lalu masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan Tari.   Emang dasar hewan!   ***   Tari masih melihat-lihat berkas yang diberikan salah satu perawat saat ponselnya berdering. Nomor tak dikenal. Tari segera menggeser tanda hijau lalu menempelkan benda pipih itu di telinganya.   "Selamat siang"   "Batari?"   Tari memejamkan matanya mendengar panggilan itu. Jelas ia hafal dengan pemilik suara itu. Tapi dari mana ia mendapatkan nomor ponsel Tari?   "Kenapa telpon?" tanya Tari dingin.   "Saya sudah didepan."   Kedua alis Tari bertaut bingung.   "Depan? Gue di rumah sakit, masih ada pasien yang harus gue tangani."   "Hm? Oke kalau begitu"   Tari langsung memutuskan sambungan dan kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku snelli nya. Tak lama kemudian ponsel Tari kembali berdering. Tari berdecak kesal   "Apa lagi sih?!" tanya Tari sebal.   "Kakak kenapa sih?"   Suara diseberang tak kalah sebal nya. Tari melihat layar ponselnya dan ia menghela napas panjang.   IBU   "Enggak, lagi kesal aja sama orang. Ibu telpon kakak ada apa?" tanya Tari lembut sambil berusaha menahan diri agar tak menggigit lidahnya. Demi apapun. Ia tak pernah berujar selembut itu.   "Gak usah sok lembut! Kamu dimana? Itu Raja udah di depan RS nunggu kamu!"   "Bu, aku masih ada visit pasien. Gak bisa ditinggal gitu saja. Sudah ya? Nanti aku telpon Ibu lagi"   "Kak! Samperin Raja sekarang, terus nanti malam kamu bawa pacar kamu itu"   Tari membulatkan matanya.   "Pa..pacar?"   "Iya, bawa dia ke hadapan Ibu dan Ayah. Kalau dia baik kalian bisa menikah, kalau enggak kamu harus coba sama Raja"   "Emangnya makanan apa di coba? Ibu gak perlu jodohin aku, please. Nanti juga aku akan nikah."   "Memangnya kenapa dengan perjodohan? Ayah sama Ibu juga dulu di jodohkan, lihatkan sekarang? Kalian ber-empat lahir."   Tari mengusap wajahnya. Tapi Raja itu beda Bu, aku benci dia. Gumam Tari frustasi.   "Udah ya? Kamu samperin Raja sekarang, kasian ih anak orang nungguin. Ingat loh nanti malam. Di rumah ya?"   Lalu sambungan diputuskan sepihak oleh sang Ibu tanpa menunggu jawaban dari Tari.   'Aku gak punya pacar Bu'   ***   Elang sedang duduk ditepi lapangan saat seseorang menepuk pundaknya. Tari duduk disamping Elang dengan wajah yang ditekuk.   "Lang please, gue mohon banget sama lo. Ini gue udah kabur dari Raja loh. Gue ogah samperin dia. Cariin gue pacar ya? Nanti malam gue harus kenalin ke Ayah Ibu gue." ucap Tari. Elang mengusap tengkuknya.   "Ya gak bisa secepat itu juga nyaaa" jawab Elang.   "Gue udah mintol dari kemarin! Tau ah, belum lagi permintaan Ayah gue biar si Raja itu jagain gue. Kan ngeselin" gerutu Tari sebal. Elang menghela napas, masih tak mengerti kenapa Tari sangat menghindari Raja, padahal dulu mereka tak terpisahkan.   "Lo kenapa sih sama bang Raja? Serius gue gak ngerti Tar. Kenapa lo hindarin dia?" tanya Elang serius.   Sekelebat bayangan masa lalu Tari kembali muncul.   'Raja itu cinta sama gue, bukan tipe kayak lo. Dan kami sudah tunangan. Lo gak tau?'   Tari menatap Raja yang berdiri dihadapannya. Pria itu bahkan tak mengelak ucapan gadis itu.   'Bang?'   'Kamu adik aku Batari, gak lebih.'   Tari menatap Raja kaget.   'Lalu selama ini Abang jagain aku itu apa? Sampai repot jauhin aku dari Arsen.'   Raja memilih pergi bersama gadis yang mengaku sebagai tunangannya.   Setetes air mata Tari tumpah diikuti tetesan berikutnya. Ia terisak pelan sedangkan Elang menatap Tari dengan bingung. Selama mereka lulus SMA Tari tak pernah menangis lagi walau tingkah manjanya tetap melekat pada dirinya.   "Tar?"   "Bantuin gue Lang, please" Tari tergugu sambil menggenggam tangan Elang putus asa.   "Iya gue bantuin, tapi lo jangan nangis dong." ucap Elang serba salah. Tari menyeka air matanya.   "Tapi lo beneran bantuin gue kan?" Tari menatap Elang penuh harap dan Elang menganggukkan kepalanya. Sejak kecil, ia tak pernah tega melihat Tari menangis walau sering menjahilinya.   "Janji?"   Elang menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking Tari yang terulur. Ia menganggukkan kepalanya lalu Tari memeluknya erat.   "Makasih"   Elang menepuk puncak kepala Tari penuh sayang tanpa mengucapkan apapun. Tanpa mereka sadari, seseorang sedang mengamati mereka dengan helaan napas panjang.   ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD