Bab 1

1140 Words
Berengsek! Laki-laki sialan! p*****r amoral! Manusia rendah pengkhianat! Aku yakin saat ini wajahku terlihat merah padam karena murka, bahkan umpatan-umpatan kasar yang kuucapkan tidak bisa membuat perasaanku menjadi lebih baik. Memergoki suami sendiri sedang menggenjot wanita lain, di ruanganku? What the f**k! Matilah kalian berdua! Tapi seperti biasa, aku hanya bisa melakukannya dalam imajinasiku. In fact, melihat kelakuan dua orang berengsek itu, aku justru melarikan diri. Menenangkan pikiran dengan minum-minum di klub, yang sebenarnya tidak membuatku tenang malah menjadikanku semakin kalut. Aku tidak ingin mengingatnya, tapi bayangan suamiku—ralat, suami sialanku—yang sedang bercinta dengan Viona terus menghantuiku. Belum lagi ucapan Bram. Aku gembrot katanya? Holly s**t! Sekali lagi kutenggak minumanku, entah gelas yang keberapa. Diam-diam aku melirik pantulan diriku pada cermin di salah satu sudut meja bar. Wanita dengan wajah kusut dan rambut berantakan terlihat di sana. Aku berdiri dan dengan langkah sempoyongan menghampiri cermin. Lalu menegakkan tubuh dan menahan napas agar perutku terlihat rata. Siapa bilang aku gembrot? Aku memang sedikit berisi, dan perutku sedikit buncit, dan pahaku agak berlemak.... Saat mematung sambil memandangi refleksi diriku, pada akhirnya, dengan sedih, aku mengakui apa yang dikatakan Bram benar. Dengan kesal kuangkat gelas yang berada di tanganku, berniat melemparkan benda itu ke mirat di depanku. Namun seseorang menahannya. Dan ketika aku berbalik, seorang pria muda yang memiliki mata ber-iris hijau pudar sudah berada di hadapanku. “A**hole!” gumamku padanya. Pria itu hanya tersenyum. Dia mengambil gelas dari tanganku dan meletakkannya di meja bar. Aku merasa bumi berputar, tapi sepertinya itu hanya dalam pikiranku karena orang-orang yang ada di klub terlihat biasa saja. Kembali perhatianku teralih pada pria yang sudah menggagalkan aksiku. Dalam kekacauanku aku masih bisa melihat pria itu sangat tampan. Garis wajahnya tegas dan maskulin, bahunya lurus disangga punggung yang tegap. Dia mengenakan kemeja hitam yang terlihat seksi di tubuhnya. “Lo siapa?” tanyaku mendorong dadanya dengan ujung telunjukku. Dia menahan tubuhku yang sempoyongan. Aroma sitrus dan kayu manis menguar masuk ke indera penciumanku.  “Sepuluh dari sepuluh,” gumamku meracau menilai ketampanannya. Kemudian cekikan. “Apa?” ”Let's f*ck with me....” Lagi-lagi pria itu hanya tersenyum. Kemudian membimbingku keluar dari klub. Aku sudah sangat mabuk hingga menurut saja ke mana dia membawaku. Bahkan ketika aku berada di kamar yang tidak kukenal, aku tak peduli. Langsung merebahkan tubuh di atas kasur dengan posisi kepala menggantung di sisi ranjang. Mengamati pria yang terlihat terbalik olehku. “Sini,” bisikku. Pria itu mendekat, berjongkok hingga wajahnya berhadapan langsung dengan wajahku. Aku mengelus pipinya yang bercambang. “Kamu tampan,” gumamku, kemudian terkikik geli seolah-olah kata yang baru saja kuucapkan adalah kata terlucu yang pernah kudengar. Tanpa banyak kata, pria itu mendaratkan bibirnya pada bibirku, kemudian melumatnya lembut. Tubuhku terbakar, caranya mencium membuat perutku mulas dan vaginaku berdenyut secara bersamaan. Sesuatu yang sudah lama tidak kurasakan. Aku membuka mulutku, mengimbangi permainan lidahnya sambil sesekali mengisap bibir bawahnya. Seketika aku merasa basah. Bagian bawah tubuhku seolah menuntut untuk diperlakukan sama, membayangkan lidahnya bermain di sana, sungguh membuatku panas. Hingga deru napasku terdengar memburu. Pria itu berdiri tanpa melepas ciumannya. Dia berpindah ke atas ranjang, merangkak di atas tubuhku. Aku menarik badanku ke bawah hingga kepalaku berada di atas kasur, bibirku terlepas dari bibirnya sesaat, namun dengan cepat kami menyatukannya kembali, kali ini lebih b*******h. Tubuhku mengejang ketika tanpa peringatan, tangan besar pria itu menangkup payudaraku, meremasnya lembut, hingga berefek pada bagian bawah tubuhku yang terasa semakin basah. Aku mengerang, menaikkan panggulku berharap ada sesuatu yang menggesek vaginaku. Seakan mengerti, pria itu menurunkan tubuhnya hingga aku merasakan benda keras di antara selangkangannya. Seketika aku melenguh keras ketika dia menggesek-gesekkan benda tersebut ke bawah perutku. Oh, Damn! Kulit kami bahkan belum bersentuhan secara langsung. Tanganku terulur melepas kemeja hitam pria di atasku, kemudian jemariku beralih ke kancing celananya, dengan lihai membuka dan melorotkan kain tebal tersebut. Dia duduk sebentar untuk menyelesaikan pekerjaanku, melepas seluruh kain yang menempel pada tubuhnya. Dadaku berdegup keras ketika melihat miliknya yang tegak sempurna. Tanpa sadar aku menelan air liurku, membasahi tenggorokanku yang terasa terbakar. Aku melucuti pakaianku, melemparkannya begitu saja. Dia tersenyum melihatnya, pandangan matanya terfokus pada payudaraku. “Big boobs,” bisiknya serak. Kemudian kembali ke atasku. Meletakkan bibirnya di atas puncak dadaku dan mengisapnya lembut. Sesekali lidahnya bermain mengelilingi putingku. Sementara tanganku mengeksplorasi tubuhnya yang terpahat sempurna. Bermain di dadanya, merambat ke punggung, lalu ke perutnya yang keras, memainkan ujung jariku pada happy trail-nya, kemudian turun hingga sentuhanku mendarat pada miliknya. “Mau blowjob?” tawarku. Aku tidak terlalu suka pekerjaan ini, tapi melihat milik pria itu, entah kenapa membayangkan benda besar yang keras itu berada di mulutku, terasa sangat menggairahkan. “Sssttt ... malam ini milik lo,” bisiknya sambil menggigit cuping telingaku. Aku mendesah. Ciumannya turun ke perutku. lidahnya bermain di pusarku sebentar kemudian kembali menjelajah hingga sampai pada lipatan pahaku. Tubuhku kembali mengejang saat dia mengusap lembut permukaanku, dan meletakkan bibirnya di sana. Aku mengangkat bokongku dan dia meletakkan kedua tangannya di bawahnya, mempermudah lidah pria itu mengakses milikku. Aku menjerit tertahan dan meremas rambut pria itu saat merasakan isapan lembut pada intiku. “Jangan ditahan,” perintahnya, kemudian kembali mengisap. Kali ini aku sama sekali tidak menahan eranganku. Sentuhannya membuatku menggila, lidahnya sangat lihai saat bermain dalam kewanitaanku, membuatku meracau tidak jelas. Aku tidak ingin selesai dengan cara seperti itu, maka kutarik tubuh pria itu hingga kembali ke atasku. Aku mencengkeram rambutnya dengan tangan gemetar menahan ledakan pada tubuhku, kutatap mata hijaunya yang menawan, lalu dengan bibir bergetar, aku memohon padanya. “Fu*k me!” “As you wish,” bisiknya dan kemudian membaringkan tubuhku. Memposisikan kejantanannya pada milikku, aku merasakan debaran yang aneh saat menunggu dia mengisiku. Dan ketika dia sudah berada dalam diriku, sesuatu di dalam tubuhku seolah-olah meledak, melepaskan hasrat yang lama terpendam. Aku merasa sangat penuh ... aku merasa terisi, aku merasa ... sempurna.  *** Nada alarm pada ponselku berdering keras, aku mematikannya masih dengan setengah terlelap. Kemudian terdiam beberapa saat dan menggeliat. Dengan susah payah bangkit dan duduk di atas ranjang. Aku tidak ingat telah menyalakan alarm ponsel, tapi benda itu sudah membangunkanku sekarang. Lalu aku menyadari aku tidak berada di kamarku. Potongan-potongan kejadian semalam terlintas dalam benakku, mengingatkanku apa yang sudah terjadi. Holly s**t! Aku mabuk rupanya. Aku berniat bangun ketika menemukan nampan berisi sarapan yang sudah terhidang lengkap dengan jus buah di atas meja samping tempat tidur. Melihat ada secarik kertas di nampan tersebut aku mengulurkan tangan meraihnya. Membuka lipatan kertas dan menemukan sebuah catatan di sana.    Good morning, Busty Lady! I've ordered some breakfast for you. Hope you'll like it. Well, I borrow one of your credit cards, but don't worry, I won't take more than what I should. I 'll return it soon.   Have a nice day. P.S: Next time, don't save your credit card's PIN in your purse.   Dia mengakhiri catatannya dengan tiga huruf di sudut kiri bawah. Ald.  Bersambung....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD