3

1019 Words
“ Gimana enak kerja jadi Asistennya Boss Hot? “ senyum tersungging dan tatapan penuh tanya itu di layangkan Hassel. Karyawan yang jadi sahabat karib Shilla sejak bekerja di perusahaan Arka. Shilla mendengus sebal. Ingat apa yang di lakukan laki laki itu. Membuat Shilla meradang, sekaligus sesak. Sakit sekaligus merana.           “ Enak! Enak! Nenek lo pake kutang nyungsang! “ sembur Shilla dengan sebal ketika memori berkasih, ceilah. Bayangan masa lalu itu tak bisa di buang. Karena jejaknya nyata. Ada dan tak bisa di hapus. Masalahnya, Arka sudah terhapus. Lebur dan menjadi pendar. Sedangkan di dalam diri Shilla, masih membara. Bahkan berkobar.           “ Lah, kan tiap hari di kasih pemandangan surgawiyah. Boleh tau lah, itu otot otot perut Pak Boss berapa potong? Kaya di film film ngga Shill? Sekretarisnya nanti cinlok sama Boss? Kaya di drama drama korea gitu … “ tatapan Hassel makin menjadi jadi. Seolah menuntut Shilla untuk mengiyakan kata katanya.             “ Pertama. Gue engga ngerasa Pak Arka itu pemandangan surgawiyah. Kedua, engga ada urusannya sama gue mau perut Pak Arka kepotong potong sampe berapa? Six pack? One pack? Apa urusan gue biyung! “           Shilla mendekatkan pandangannya ke arah Hassel, menatap gadis itu tajam. Pupus sudah harapan Hassel untuk mendengarkan berita hot dari mulut pertama. Shilla menolak ghibah ternyata.           “ Dan yang ketiga, “ tuding Shilla sambil mengarahkan jari telunjuk ke wajah Hassel.           “ Cinlok cinlok! Ndasmu Zel! “ semprot Shilla dengan segala kuah surgawiyahnya. Ia sangat marah. Amat sangat marah kalau mengingat, sepanjang sebulan ini ia hanya di kerjai Arka.           “ Ngga usah pake kuah kali Shill, kalo belum cinlok ya belum aja. Cinta kan butuh waktu. “ ledek Hassel sambil mengusap wajahnya yang jadi lembab.           “ Udah gue bilang- “           “ Ashilla Rahma!!!! “ teriakan maha agung turun langsung dari mulut Arka. Kedengarannya sudah tak sabaran. Seperti ingin memanggang Shilla hidup hidup.           “ Nah kan gue bilang apa, noh sekarang Pak Boss lagi memupuk cintanya ke lo … “ ledek Hassel saat melihat ekspresi kepanikan Shilla. Dengan buru buru gadis itu berlari sampai lupa kalau makanannya belum habis sepenuhnya.           “ Saya dateng Pak!!! “ teriak Shilla dengan frustasi. Di dunia ini, selama ia masih hidup dengan manusia bernama Arka Megantara. Ashilla Rahma takan bisa hidup tenang. Takan. ^^^           Arka menyeringai, sudah terlihat jelas apa yang akan ia komplainkan pada Shilla. Tapi sebelum pemanasan, Arka melihat kondisi perempuan itu.           Sehat, waras juga, tangan kaki lengkap. Batin Arka sembari menimang tampilan Shilla, gadis itu sadar betul kalau ia sedang di perhatikan.           “ Tangan sehat? “ pancing Arka dengan nada dingin.           “ Lengkap dan sehat Pak. “ Jawab Shilla sambil mengusap tangannya.           “ Kaki engga pincang? “ pancing Arka lagi dengan menimang nimang. Memikirkan akan di apakan kalau sampai Shilla berpura pura.           “ Allhamdullilah Pak, “ jawab Shilla lagi. Kini ia ragu, apakah jawaban selanjutnya harus di jawab jujur atau tidak.           Manusia j*****m ini mau apa ya Allah! Batin Shilla menjerit. Kalau dompetnya tak menangis. Kalau saja beban yang di panggulnya bisa lebih ringan. Ingin sekali ia tak ada di sini lagi. Agar tak bisa merasakan atmosfir bernafas satu ruangan dengan Arka.           “ Ada peyakit menahun? “           Mendengar itu, mata Shilla ingin lepas dari tempatnya. Kini semakin lama pertanyaan Arka tak masuk dalam pertanyaan yang seharusnya di tanyakan pada seorang karyawan. Sepertinya, pertanyaan ini juga harus di jawab dengan jujur.           “ Kenapa diem? Jawab. “           “ Engga ada Pak, sehat walafiat. Jasmani- “           “ Kamu engga punya rohani. “ tandas Arka sambil meraih jasnya dengan tangan kiri. Shilla langsung ingin marah dan mencakar wajah Arka.           Maksudnya? Gila? Engga waras! No! situ yang engga waras.           “ Ikut saya. “ Arka sudah memasang mode profesional. Maka Shilla tak boleh tinggal diam. Dia langsung berjalan dan mengekor di belakang Arka.           Batinnya bertanya tanya, untuk apa Arka menanyakan pertanyaan barusan? Tangan, kaki, bahkan sampai penyakit?           “ Kita mau kemana ya Pak? “ tanya Shilla dengan sungkan karena sejak tadi Arka tak memberikan perintah lagi, selain ikut saya.           “ Bisa diem? Mulut kamu itu bawel banget. “ ketus Arka sambil memijit pelipisnya yang mendadak pusing. Sejak sebulan yang lalu, saat kedatangan Shilla sebagai sekretaris barunya. Kepalanya sering pusing. Mencoba mengurai benang kusut masa lalunya. Yang rasanya, tak semakin beres, malah semakin bundet.           “ Minum dulu Pak, “ tawar Shilla sambil mengulurkan air minum yang belum di buka. Arka menatap gadis itu dengan tajam.           “ Kenapa harus di minum? “               “ Karena Bapa pusing, kan? “ tanya Shilla memastikan. Atau jangan jangan Arka hanya sedang mengusap pelipisnya saja. Berarti kali ini actionya berlebihan. Ia khawatir kalau Arka sakit kepala.           “ Siapa yang bilang saya sakit kepala, apa orang sakit kepala harus minum air? “           Shilla malah menatap bingung ke arah Arka.           “ Kalau saya pusing atau sakit kepala, ya saya banyakin minum air putih Pak. “ jawab Shilla sekenanya. Arka malah nyegir.           “ Kalo engga ya saya minum obat sakit kepala...“ sambung Shilla, ia tak memedulikan atau pura pura tak peduli? Dengan senyuman Arka.           “ Saya pusing karena banyak masalah, karena masalah saya banyak. Jadi saya engga butuh minum air banyak banyak. “           Shilla kembali menarik uluran tangannya, ia sekarang paham. Bossnya sedang dalam ‘mode’ banyak pikiran. Petinggi petinggi macam Arka memang punya level stress yang berbeda. Kalau Shilla bingung hari ini akan makan apa, Arka bingung akan di apakan uangnya yang bejibun itu.           “ Saya berdo’a semoga masalah Bapa cepet selesai ya Pak. “           Shilla meringis, niatnya ingin tersenyum. Tapi saat melihat Arka dan pandangan mereka saling mengunci. Shilla merasakan ada hal yang tak benar. Ini sudah salah sejak awal. Harusnya dari awal ia tak menanggapi pertanyaan pertanyaan Arka.           Sekarang Arka tak lagi memijit pelipisnya. Ia tersenyum meremehkan dengan sunggingan yang tak bisa di artikan.           “ Apa kalau saya sudah tau intimasalahnya, masalah itu selesai, dan kepala saya bisa berhenti pusing? “           “ Harusnya sih gitu ya Pak, setau saya. Masalah beres, ya sakit kepala ilang. “ jawab Shilla dengan sangat enteng.           “ Lalu, saya harus apakan kamu? Ashilla Rahma, karena kamu yang sudah buat saya sakit kepala seperti ini. “           Dan Shilla tak tau harus berkata, atau bereaksi. Rasanya, atmosfir itu kembali. Mencekam dan terasa pekat?           Jawab apa Ashilla?!  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD