Bab 1

1064 Words
Aini adalah mahasiswa semester 6 akhir fakultas Manejemen Ekonomi yang sedang mencari tempat magang untuk tugas akhirnya karena dia ingin selesai kuliah dalam kurun waktu 4 tahun. Bahkan seharusnya dia menyelesaikannya dalam waktu 3 tahun saja, namun mau bagaimana lagi dia memiliki permasalahan yang pelik. Kadang kala dia bahkan tidak berbuat apa pun selalu disalahkan. Memang begitulah hidup, kadang tidak adil jika kita menjalaninya. Tapi mau bagaimanapun hidup harus tetap berjalan tanpa atau ada yang peduli. Membiayai kuliah dengan hasil sendiri itu memang sulit dan dia harus berhemat untuk segala hal yang dia dapatkan untuk sekarang dan nanti, demi sebuah masa depan. Lia tiba-tiba datang dan duduk di sebelah Aini sambil langsung menyeruput jus mangga yang ada di atas meja tanpa bertanya dan mengidahkan siapa pun pemilik jus tersebut. Setelah menandaskan setengah jus tersebut dia langsung duduk tanpa peduli bahwa kedua temannya memandang aneh kepadanya. "Ada apa? Gue tau ya kalian berdua dari tadi mandangin gue, kaya gue punya utang banget sih," ujar Lia tanpa sungkan. "Gak sih. Bukan apa-apa, cuma gue heran banget sama lu, Li, gak ada anggun-anggunya banget lu jadi cewek. Bar-bar amat neng,” timpal Salsa sambil mencibir dengan menyenggol lengan Aini yang sedang melamun memikirkan di mana dia akan magang. "Biasa, gue lagi malas aja bahas apa pun deh sekarang. Pengen makan orang aja deh rasanya," kata Lia mengendikkan bahu tidak peduli. "Ni, lu kenape sih? Bantuin gue dong keroyok ini manusia satu," ujar Salsa lagi. Aini tetap diam tanpa peduli bahwa Salsa dan Lia bergantian memandanginya. "Ni lu kenape? Ada masalah? Cerita aja, kita bisa berbagi. Kita ada karena memang udah ditakdirkan buat berbagi satu sama lain," balas Lia memandang Aini yang diam saja memandang ke depan dengan pandangan kosong. "Ya elah ini anak kenapa sih? Hoy, mimpi lu?" tanya Salsa mengagetkan Aini dari lamunan panjang yang mungkin dalam benaknya bahwa semua adalah sebuah kepalsuan. Aini yang mendapat serangan mendadak dari Salsa dan juga tepukan pelan di lengannya oleh Lia berjengit kaget, sambil mengelus d**a. "Ish, kalian pada kenapa sih? Kaget tau gak sih, aku!" jawab Aini kesal pada kedua sahabatnya itu. Lia dan Salsa saling berpandangan heran melihat Aini yang bahkan tidak terganggu dengan mereka dan malah memarahi mereka yang berusaha menyadarkan dia. Astaga, temannya ini, pikir mereka berdua. "Hay,berdua, Aini. Spada! Maaf yee mbak, kita lagi nanya dan pada ribut, nah si mbaknya pada diem bae. Kesambet tau rasa lu ni!” ujar Salsa kesal. "Hey, kalian udah dapat tempat magang blom? Kita udah semester 6 lo. Dan aku cuma pengen sampai semester 8 di kampus ini, aku gak mau jadi mahasiswa abadi. Lagian nanti beasiswaku dicabut gimana?" tanya Aini dengan penjelasannya, membungkam kedua temannya yang sedang memandang kasihan kepadanya. "Lu sih, Ni, udah gue bilang tinggal bareng gue aja. Atau di rumah Lia juga bisa. Jadi lu gak bakalan tersiksa amatlah di rumah kaya pembokat. Udah gitu gak dihargai lagi, mending dihargai ini mah kagak. Boro-boro diberi makan enak ini cuma sisaan mulu lagi seringnya. Papi lu itu udah kemakan banget kayanya sama omongan mak lampir deh. Jadi pengen gue bejek-bejek!" seru Salsa kesal setengah mati sambil mengepalkan tangannya memegang gelas jus yang tersisa setengah, menganggap bahwa gelas itu adalah mak lampir yang disebutkan tadi. Aini menghela nafas dan diam sejenak. "Lagian aku mau ke mana coba, Sa? Ke tempat Lia juga percuma, bakalan tau juga kan dia, kalian kan tau gimana papi," ucap Aini lesu. "Lu nya aja yang terlalu baik, Ni. Lagian si mak lampir itu gak bisa dikasih hati sih sebenarnya. Pantang kita lengah dikit ngelunjak dia," jelas Lia berapi-api "Harusnya loe tahu gimana dia dan papi kamu emang gak bisa dibujuk lagi, Ni. Udah kemakan itu sama mak lampir. Udah gak bakalan papi loe mau dengar apa yang loe bilang lagi, padahal ni ya semuanya hak milik loe dan mama loe. Tapi karena perempuan yang gak tau diri itu datang di keluarga lu, semuanya berantakan," tambah Lia dengan perasaan benar-benar jengkel, apalagi saat ini dia ingin sekali memakan orang. "Ya sudahlah jangan bahasa tentang aku lagi. Ngomong-ngomong tadi kamu kenapa, Li?” tanya Aini penasaran. "Eh, iya. Btw lu kenapa, Neng? Lagi PMS lo? Atau bertengkar lagi sama nyokap lo? Apa nyokap lo masih ingin menjodohkan lo lagi?" cecar Salsa kepada Lia yang diam saja. Lia menggeleng tidak membenarkan pernyataan teman-temannya, "Gak, gue putus sama Josh," jelas Lia singkat. Aini dan Salsa berseru hampir berbarengan. "Ha?" Terkejut keduanya sampai terpengarah, bahkan Salsa hampir saja memuncratkan minumannya ke wajah Lia. "Ups, sorry gue kelepasan, Li." Salsa cengengesan, membereskan tumpahan sedikit jus di meja. "Jorok banget sih lu," kata Lia sinis. “Iya, jorok banget. Bar-bar lagi kamu Sa, astaga," kata Aini sambil menepuk jidatnya. Mereka memang sudah tidak heran lagi melihat Salsa yang ceroboh, sembrono, dan selalu bar-bar serta gak ada anggun-anggunnya. Tapi dia tetap apa adanya. Itu yang membuat mereka menjadi dekat semenjak SMA. Memiliki hobi dan sifat yang berbeda tidak menjadikan mereka berselisih, justru semakin dekat. "Balik ke topik deh, lu tadi kenapa?" tanya Salsa "Iya, kok bisa putus?" sambung Aini penasaran. Lia menghembuskan nafasnya dengan berat, "Josh selingkuh," jawabnya singkat. "Udahlah, gue lagi males banget ya bahas dia. Kapan-kapan lagi aja deh. Lagian dia ga penting juga, ga sepenting itu dalam hidup gue yang penuh warna," balas Lia. "Lu yakin dia begitu? Kaya ga yakin deh gue, Li," kata Salsa sambil berfikir bahwa Josh tidak mungkin begitu. Aini juga berpikiran yang sama. Josh yang walaupun dia tidak polos, tapi orang yang sebaik itu bisa melakukan kejahatan atau selingkuh sama sekali tidak terbayangkan olehnya. “Tapi aku kok ga percaya ya, Li. Josh sebaik itu lo sama kamu. Jangankan sama kamu, sama kita aja dia sebaik itu lo, aku kayak gak yakin gitu deh," sela Aini. Aini dan Salsa yang mengangguk bersamaan menandakan bahwa mereka tidak percaya atau sebenarnya belum mau percaya? Entahlah, yang pasti karena belum terlihat oleh mata kepala mereka sendiri jadi semua terasa belum pasti, tapi apa pun yang terjadi mungkin itulah yang terbaik. "Kalian kan ga lihat gimana aslinya itu manusia satu. b***t, dasar b******n k*****t dia," hardik Lia. Aini dan Salsa hanya mengangguk paham bagaimana suasana hati Lia saat ini. "Ya sudah kita bahas yang lain aja," sambung Salsa. "Bahas apa?" tanya Aini. "Tentang kamu aja, Ni. Gimana?" cecar Salsa mengedipkan matanya. Lia yang melihat itu mengedikkan bahu. “Terserah deh, gue ngikut aja," jawabnya. Apa yang akan mereka bahas ya kira-kira? . . .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD