Bab 3

1340 Words
Aini sedang berjalan sendirian, tanpa kedua temannya, Salsa dan Lia, karena mereka berdua sedang sibuk ada pekerjaan lain. Walaupun mereka bersahabat, tidak selamanya mereka harus bersama-sama kemana pun, yang penting bagi ketiganya mereka bisa saling membantu satu sama lain di saat yang lain sedang kesusahan. Dia hari ini sedang ada janji dengan seorang dosen pembimbingnya, dosen yang masih muda dan juga baik namun tidak akan segan-segan menggagalkan mata kuliahnya jika tidak sesuai harapan. Tidak pemilih atau pilih kasih, dia tidak peduli siapa yang mengikuti mata kuliahnya. Jika tidak lulus ya tetap tidak lulus. Bisa dibilang si dosen most wanted tetapi killer. Membuat para wanita baik mahasiswi maupun dosen wanita bergenit ria mendekatinya. Tapi tidak dengan Aini. Hanya dia yang tahan akan rayuan maut siapa pun. Namun, siapa yang tahu bahwa si dosen ini yang akan mempertemukan dia dengan orang baru yang menjadi tokoh utama dalam kisah hidupnya yang menderita dan penuh luka menjadi banyak warna, serta dunianya yang akan jumpalitan. Kisah baru. Sesampainya Aini di depan ruangan dosen yang akan menjadi pembimbingnya menyusun skripsi nanti, dia gugup setengah karena tidak pernah berurusan dengan dosen satu ini dalam hal apa pun hanya berdua saja. ‘Arjuna Singgih’ Tok- tok-tok. Aini mengetuk pintu. “Masuk!” jawab pak Arjuna singkat dari dalam ruangan. Setelah Aini membuka dan masuk, ia kembali menutup pintu dengan perlahan, lalu bertanya, “Tadi Bapak memanggil saya? Ada apa, Pak?” tanyanya pelan. “Hem.” Arjuna berdehem pelan, “Kamu belum magang, ‘kan, Aini?” tanya Arjuna sambil menatap Aini dalam membuatnya tak berkutik seolah dikuliti. “I–iya, Pak, belum. Kenapa, Pak?” tanya Aini ragu. “Kamu takut sama saya?” tanya Arjuna. “Tidak. Eh, iya,” ujar Aini sambil menggeleng, membuat Arjuna tersenyum samar tapi Aini tidak melihatnya. “Baiklah, saya ada rekomendasi sebuah perusahaan teman dekat yang bisa kamu coba di sana untuk membantumu magang. Termasuk perusahaan bagus yang terkenal. Bukan karena perusahaan itu punya teman saya, kenapa saya rekomendasikan. Tapi saya berpikir bahwa kamu bisa mengimbanginya dalam perusahaan itu, juga bisa membantu cepat sidang karena nilaimu bagus, juga kamu anak beasiswa. Jika semakin lama nanti nilaimu menurun bisa jadi beasiswamu akan ditarik.” “Sebuah perusahaan yang bergerak dibidang properti juga pemasaran. Kamu bisa di sana menjadi asisten atau sekretarisnya karena saya dengar-dengar teman saya itu membutuhkan sekretaris baru karena yang lama berhenti ikut suaminya tugas,” jelas Arjuna panjang lebar. “Kalau kamu mau, saya berikan surat rekomendasi ini, besok kamu ke sana,” tambahnya lagi. Aini yang mendengar semua itu antara sedih dan terharu, dia tidak tahu harus bagaimana nantinya membalas kebaikan dosennya yang satu ini. Yang kata orang terkenal killer, tapi mungkin iya. Namun, sisi baik seseorang dalam dirinya pasti masih ada, dan Aini selalu percaya itu yang terjadi kepada ayahnya. “Iya, Pak, saya mau,” jawabnya cepat sambil mendongak ke atas karena tingginya hanya sebatas d**a Arjuna. “Sekali lagi terima kasih, Pak. Saya izin pamit,” jawab Aini setelah menerima surat rekomendasi itu lalu membungkuk dan berlalu. Namun, sebelum tangannya mencapai pintu dia mendengar suara Arjuna memanggil, “Aini, jangan takut padaku!” “Mungkin suatu saat nanti kita akan bertemu lagi di masa depan, memiliki ikatan yang erat,” ucap Arjuna sambil tersenyum. Aini mengangguk lalu keluar dengan cepat, hampir saja dia membanting ruang dosennya itu, tapi untunglah dia masih tahu diri. Setelah ucapan Arjuna tadi, dia merasa bahwa ada yang berdetak di dadanya tapi tidak pelan juga tidak kuat menggebu. Namun perasaan itu seperti de javu membuatnya berdenyut sakit tapi merindu. Dia tahu ini bukan perasaan semacam itu, yang orang-orang sering katakan. Bukan! “Aku kenapa, ya?” ucap Aini sambil memegang dadanya perlahan. Tiba-tiba seseorang mengejutkannya. “Woy! Melamun aje lu!” ucapnya. “Kenapa, Ni? Megangin d**a begitu? Kesambet kamu?” tanya Salsa penasaran. Aini menggeleng. ”bukan apa-apa, Sa, besok-besok deh aku ceritanya ke kamu dan Lia sekalian. Soalnya malas aja ngulang cerita lagi. Capek,” kata Aini menjelaskan dengan senyuman khas lembutnya, seperti biasa. “Oke deh, sip. Kapan pun kamu ingin cerita, aku siap dengerin juga kasih saran walaupun misal salah satu di antara kita sibuk. Aku atau Lia pasti sempetin, kok, dengerin cerita kamu. Kalau misal Lia sibuk, aku free kok,” ucap Salsa tersenyum riang. Aini tersenyum lembut kepada Salsa. “Aku baik-baik aja kok. Aku tau kapan harus cerita ke kalian. Dan terima kasih sudah mau bersahabat denganku. Makasih banget sama kalian,” ucap Aini sembari tersenyum lembut. Dia terharu kedua sahabatnya masih menghawatirkannya dengan tulus walaupun kadang dia bahkan tidak bisa memberikan mereka apa-apa. “Ya udah, cuss makan yok! Aku lapar banget, Ni, dari tadi belum makan,” ajak Salsa. “Memangnya kamu ke mana aja? Dan kerjaan kamu gimana hari ini? Free?” tanya Aini. “Aku free dong. Let’s go!” “Lia kemana? Dan kamu tadi pagi kemana?” tanya Aini. “Lia ga tau, Ni, kali aja masih galau atau ngelukis. Kamu kan tau kalo dia lagi ada masalah pelarian dia pantai lalu ngelukis, besok-besok akan cerita ke kita gimana dia kemarinnya. Kaya ga kenal dia aja,” balas Salsa. “Dan tadi pagi aku ngantar mama sama adekku ke London. Mereka akan beberapa bulan katanya di sana. Gak tau deh mama ga bisa pisah dari anak bungsunya. Tau juga kamu gimana si Sebastian, manjanya minta ampun. Mentang-mentang anak paling kecil dan bungsu dia mah, biasa,” tambah Salsa. Salsa adalah anak kedua dari tiga bersaudara dan satu-satunya perempuan. Tapi Salsa tidak manja, bahkan lebih manja adiknya, Sebastian, yang akan kuliah di London bulan depan. Mau kuliah aja masih ditemeni, bisa amat kan dia, pikir Salsa. “Lagian kaya betah aja sih mama pisah dari papa lama-lama, Ni. Kamu tau kan, mama itu paling heboh. Gak mau jauh dari papa tapi anaknya jauh juga ga tahan. Biasa emak rempong,” kata Salsa sambil mereka berjalan menuju kantin melewati koridor yang lumayan sepi. Aini hanya mengangguk karena paham. Dari jauh Salsa melihat seseorang yang berjalan agak tergesa, dan saat hampir dekat ia memanggil nama Aini. Aini menoleh dan berjalan cepat, tapi orang itu tidak menyerah terus mengejar Aini. “Aini!” serunya. “Tunggu, Aini!” panggilnya lagi, karena Aini tidak mendengarkan dan terus berjalan bersama Salsa dengan agak cepat, pemuda itu yang tak lain adalah Leo Notonegoro, sang mantan Aini di SMA menarik lengan kiri Aini, sampai dia berbalik melihat Leo. “Lepas! Aku mau perg,i” kata Aini kesal dan menghempaskan tangan Leo. “Sebentar, kita perrlu bicara,” katanya. “Tidak ada yang perlu kita bicarakan. Pergi dari sini!” ucap Aini lalu berlalu cepat. Namun, karena Leo tidak mau menyerah, akhirnya dia mencoba menarik kembali lengan Aini, tapi ditahan Salsa dan langsung dihempaskan. “Lo gak tau diri banget ya! Aini itu udah bilang ga mau, ya gak mau. Gak punya urat malu banget sih lo! Seru Salsa geram. “Gue gak punya urusan sama lo. Gue mau bicara sama Aini,” kata Leo lantang. “Aininya gak mau. Lo aja yang keras kepala. Dasar batu!” hardik Salsa sambil berbalik menarik Aini, “NANTI KITA PASTI JUMPA DAN KITA BAKALAN BICARA. AKU CUMA MAU NGOMONG SAMA KAMU, AINI, SEBENTAR AJA!” teriak Leo di koridor itu sampai menggema, untungnya tidak ada satu pun orang selain mereka. “Gila ya dia? Gak punya otak lagi. Pake rok aja sana. Dasar banci!” gerutu Salsa. “Udahlah, Sa, biarin aja,” kata Aini menenangkan. “Jangan dibiarin terus dan diamin gitu aja, Ni, ngelunjak dia. Gak tau diri banget. Kamu selama tidak pergi sama kami, pernah gak diganggui sama dia?” cecar Salsa. “Udah lama, sebulan lalu, Sa. Lagian aku juga gak tau kenapa bisa jumpa lagi sama dia,” jawab Aini lesu. “Ya sudahlah, kapan-kapan kamu cerita ya kalo dia datang lagi. Bilang kita aja,” kata Salsa. Setelah Aini mengangguk, Salsa memastikan Aini baik-baik saja setelah bertemu dengan si b******n itu. Kembali ia mengajak Aini makan karena memang tujuannya itu adalah makan di kantin. Mereka berjalan ke sana. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD