Sambutan

1073 Words
Sebuah kaca besar di bawah lubang pentilasi kamar menarik perhatiannya. Kaca itu tidak ditutup gorden sama sekali. Malangnya makhluk Tuhan paling penakut itu menjadi amat sangat penasaran. Ada pemandangan apa di sebelah dindingnya ? Ada perasaan tergelitik untuk naik ke atas ranjang kayu dan mengintip. Sebenarnya tak banyak yang bisa ditangkap mata karena keadaannya remang-remang. Pohon besar yang beberapa hari lalu terlihat di halaman yang tidak terawat ternyata tepat berada persis di sebelah kamar. Menurutnya itu sangat mengerikan. Belum semalam tinggal di sini ia sudah merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan rumah ini. Tapi mau tidak mau, suka tidak suka gadis itu harus terbiasa dengan keadaan yang bakal membuatnya terus-terusan merasa tidak nyaman. Ia kembali duduk di atas ranjang kayu dan pelan-pelan merosotkan badan kemudian mencoba untuk tidur. Entah kenapa matanya malah sibuk melihat ke arah kaca besar itu. Bukankah seharusnya harus ditutup dengan koran bekas atau kain. Jadi ketika malam datang, hati jadi tidak waswas melihatnya. Mungkin besok kaca itu sudah terlihat bersih dan "berpakaian". Ketika sedang asyik menata catatan di dalam otak, tiba-tiba saja ada sebuah wajah pucat mampir menyapa. Tentu saja itu bukan manusia. Siapa yang amat berniat mengintip jendela orang lain malam-malam begini, kalau tidak dari golongan makhluk usil bin tengil. Makhluk itu pasti begitu tinggi atau mungkin tepatnya melayang bisa jadi juga terbang. Ringan, tipis dan transparan dengan wajah yang dingin. Satu matanya melotot seperti mau keluar. Rambut lurus panjang menutupi sebagian wajah kirinya. Bunga hanya sanggup melihatnya sebentar saja. Beringsut ke dalam selimut perlahan-lahan merupakan jalan ninjanya. Tentunya sambil tetap membaca ayat-ayat pendek dan mencoba untuk tidur. Sudah hampir jam 23.00, matanya belum juga mau terpejam. Ia kemudian mengambil Alquran kecil dan buku doa Al Masturah dari dalam tas. Di bacanya semua zikir itu dari halaman depan sampai halaman paling belakang berharap hati bisa lebih tenang. Lama kelamaan matanya mulai mengantuk. Baru akan tertidur sampai terdengar suara wanita yang sedang menangis. Awalnya ia pikir itu Tante Pinkan atau Tasha, tapi suaranya terdengar persis dari arah belakang, dekat sekali dengan kamar. Bunga mencoba menajamkan pendengaran takut-takut mungkin salah dengar. Beberapa menit kemudian rasa penasarannya dibalas dengan suara tangisan yang lebih memilukan disambung oleh suara cekikikan. Huhuhu .... Hihihihi .... Bunga bertambah yakin kalau itu bukan suara yang berasal dari pemilik rumah. Sosok ini seperti sedang menjahilinya. Menyambut mungkin lebih tepat. Ia menunjukkan keahlian menangis dan tertawanya. Ambil saja pialanya buat kamu, aku tidak minat. Kamu pemenangnya. Rutuk gadis itu kesal. Ia sungguh terkesan dengan penyambutan ini! ... Biasanya kalau di rumah Nini, Bunga akan terbangun karena suara masjid yang menyambut subuh. Lain halnya di sini. Entah karena terlalu jauh dari masjid atau apa. Ia sama sekali tidak mendengar suara masjid yang ramai ketika subuh akan tiba. Untungnya semalam ia sempat menyiapkan alarm sehingga bisa bangun lebih awal. Bunga masuk ke kamar mandi dengan lampu bohlam kuning. Melakukan kegiatan mandi dengan cepat dan berpakaian. Salat subuh dan akan berbaring lagi saat ia dengar suara Tante Pinkan memanggil. Wanita yang matanya terlihat sembab itu memasukan Compact Disc. Dan sebuah lagu up beat menemani acara masak-memasak mereka, pagi itu. Jam 06.00 pagi, Tante Pinkan sudah cantik dengan blazer marunnya. Ia sedang duduk di meja makan bundar besar dan makan dengan cantik. Bunga tampak ingin menyampaikan sesuatu namun terlihat ragu-ragu. "Tan, Kakak bantu bersih-bersih rumah ya,” ujarnya sambil menunduk dan meremas ujung kaosnya. "Tante memang perlu bantuan. Tapi kok rasanya tidak enak mau minta tolong kamu. Tante juga belum sempat ke Yayasan buat cari ART yang baru," jawab Pinkan seperti belum memberi izin penuh kepada gadis itu untuk membersihkan rumah. "Bunga ikhlas kok, Tan. Anggap saja itu sebagai bentuk rasa terima kasih Kakak untuk Tante," balasnya. “Terima kasih banyak. Tante tertolong sekali berkat ada kamu di sini. Nanti Tante pulang jam setengah dua belas buat makan siang," terang Pinkan sambil membawa tas kerja serta beberapa berkas yang ditenteng dalam sebuah map plastik berwarna hijau kemudian keluar menuju garasi. Tante Pinkan berangkat bersama Kevin dan Tasha. Sebelum masuk ke dalam mobil, ia meminta Bunga untuk tidak meninggalkan rumah. Ditinggal sendirian di rumah sebesar ini untungnya di pagi hari. Kalau malam hari ia tidak yakin sanggup atau tidak. ... Pekerjaan pagi itu, ia mulai dengan membuka semua jendela di kamar Tasha, kemudian merapikan tempat tidur gadis yang sedikit judes itu. Bed cover yang berantakan membuatnya bertanya-tanya. Apa seperti ini kegiatan bangun pagi anak orang berpunya. Bahkan membereskan tempat tidurnya sendiri saja tidak sempat. Setelah beres dan menyusun bantal dan guling sebagaimana semestinya, ia beralih ke meja belajar Tasha. Merapikan tumpukan komik Nakayoshi dan beberapa alat tulis yang masih berserakan di sana. Tiba-tiba saja suasana kamar mendadak dingin. Padahal Ac sudah dimatikan dan jendela besar di kamar sudah di buka. Ia menepis perasaan tak nyaman itu dan melanjutkan lagi pekerjaannya. Gila. Satu kata yang ia simpulkan untuk dirinya. Bagaimana tidak. Ia sendirian berada di rumah Belanda yang terbentang seperti pesawat terbang ini. Kemudian ia terkekeh sendiri. Sejatinya mungkin ia hanya mencoba mengalihkan perasaan tidak nyaman yang datang mengusiknya tadi. Komputer tabung besar yang berada di pojok kamar tak luput dari sentuhan kemoceng dan serbetnya. Lagi-lagi ia merasa ada yang memperhatikannya dari arah pintu. Mencoba mengacuhkan menurutnya merupakan jalan terbaik. Dengan terburu ia menyapu dan meletakkan sampahnya di depan pintu. Setelah selesai dengan kamar Tasha ia kemudian masuk ke dalam kamar yang berada persis di depan kamar Tasha. Kaca yang berembun dan kamar yang dingin adalah hal yang dirasakannya saat masuk ke kamar Tante Pinkan. Sama seperti yang dilakukan di kamar Tasha, ia juga membuka kaca jendela dan melihat beberapa petugas kebersihan komplek yang sedang menyapu jalanan. Mereka memang jauh dengan posisinya berada saat ini. Tapi gadis itu merasa ada yang menemani. Bunga melanjutkan pekerjaan. Membereskan sprei dan bedcover motif bunga anggrek ungu di ranjang besi Pinkan dan mengikat kelambu brokat tipis berwarna senada. Ia sedang membersihkan karpet bulu di sebelah ranjang besi saat ada aroma wangi menguar. Gadis itu tidak begitu paham itu aroma yang berasal dari apa. Anehnya tubuhnya dibuat merinding. Ia mencoba berbaik sangka, mungkin wewangiannya berasal dari aroma parfum Tante Pinkan yang berjajar rapi di atas meja rias. Setelah menyelesaikan semuanya, kaca dan jendela yang sebelumnya dibuka ketika menyapu, ditutup kembali. Karena banyak bergerak badan terasa sedikit gerah dan ia memutuskan untuk mandi. Terlebih dahulu menyiapkan pakaian ganti, kemudian masuk ke kamar mandi. Baru akan mengguyurkan air di gayung pertama tiba-tiba saja terdengar seseorang memanggil namanya. Bunga .… Bunga .... Bunga .... Awalnya panggilan itu tidak di gubris.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD