Masa lalu (Bag. I)

2074 Words
Jam pulang akan berbunyi lima menit lagi, tetapi Ara sudah membereskan semua peralatan tulisnya memasukkan kedalam tasnya. Hingga teman sebangkunya heran dengan sikap Ara yang tidak seperti biasanya. Ara yang biasanya akan keluar kelas paling akhir kini sangat semangat sekali untuk pulang. “Ara? Ara tumben banget buru-buru. Ara mau pergi ya? Kemana?” Ucap Selin. Ara hanya menggelengkan kepalanya, tanda ia sendiri bingung mengapa ia bersemangat sekali untuk pulang kali ini. Ara yang biasanya akan murung jika waktu pulang segera tiba, bukan karena Ara terlalu bersemangat dalam belajar tetapi Ara hanya sedih bila sesampainya di rumah ia akan merasa kesepian. Tetapi kali ini berbeda, Ara sangat menantikan waktu pulang tiba. Apa karena Ara akan bertemu dengan Daffa, cowok yang mengajak ia berkenalan kemarin. Entahlah. Bel baru saja berbunyi, langsung saja Ara mengambil tas ranselnya dan segera meninggalkan kelas. Selin hanya mampu mengelengkan kepala melihat temannya sangat aneh hari ini. Ara yang berjalan dengan cepat bahkan seperti berlari, rambut yang dikuncir satu itu terus bergoyang goyang mengikuti langkah Ara yang telah sampai di belakang sekolah, tempat kemarin ia bertemu dengan Daffa. Dengan nafas yang masih tidak beraturan dan sambil merapikan seragam putih birunya yang memang sudah rapi Ara mengedarkan matanya mencari Daffa, Namun sosok Daffa tidak ada. Dengan wajah yang sedih Ara terus berjalan dengan menundukkan kepalanya melewati pohon yang kemarin menjadi tempat Daffa duduk. “Ara!!” Ara langsung membalikkan badannya dengan senyum merekah di bibirnya, wajah sedih yang tadi Ara rasakan sudah tidak ada lagi. Melihat sosok Daffa yang berada dibalik pohon besar itu yang menghadap kearah taman. “Eh, hai Daffa.” Ucap Ara malu malu. “Sini.” Ucap Daffa menepuk kardus disebelahnya. Ara menganggukkan kepalanya sambil berjalan kearah Daffa. “Wow, aku baru tahu disini ada danau dan taman sebagus ini.” Karena terlalu bersemangat melihat danau dan taman dihadapannya, Ara tidak melihat ada ranting besar hingga membuat dia jatuh terduduk dihadapan Daffa. “Haha.” Daffa tertawa melihat tingkah lucu Ara yang sedikit ceroboh. “Kamu ngetawain aku.” Ucap Ara kesal. “Enggak, nggak.” Sambil tertawa Daffa menjawab. Ara langsung berdiri dan menepuk roknya yang kotor lalu duduk ditempat yang Daffa suruh tadi. “Dasar manja.” Ucap Daffa tersenyum geli. “Kenapa kamu bilang gitu? Aku nggak manja kok.” Ucap Ara malu dengan perkataan Daffa yang menyebutnya manja. Daffa pasti melihat Ara hampir menangis karena terjatuh tadi. “Baru jatuh segitu aja sudah mau nangis. Cengeng.” Ejek Daffa. “Gua ini cewek. Memiliki perasaan yang sensitif. Jadi wajar kalau gua cengeng.” Ucap Ara sebel sambil melipat tangannya ke d**a. “Kemarin gua ketemu cewek anak SMP yang pemberani dengan pemikiran dia yang begitu dewasa loh. Tapi kok hari ini gua kayanya sial deh? Gua ketemu cewek yang manja!” Ucap Daffa pura pura berpikir menatap Ara sambil tersenyum “Hemm itu.. hemm.” Ara tidak bisa menjawab pertanyaa Daffa karna Ara sendiri pun bingung. “Gua suka lo yang kemarin.” Potong Daffa melihat kegugupan Ara. “Hah?” Wajah terkejut langsung terpancar diwajah Ara. “Maksud gua, gua suka cewek pemberani dan berpikiran dewasa yang kemarin bukan cewek manja yang sekarang.” Daffa yang mengerti ucapannya disalah artikan langsung membenarkan ucapannya. Ara tertawa hambar “Satu hal yang perlu lo tahu, sekuat kuatnya cewek pasti ada sisi cengengnya tahu.” Hening. Ara dan Daffa sama-sama terdiam memandang taman di hadapan mereka. “Eh by the way. Ini hari ketiga kita bertemu.” Ucap Ara memecahkan keheningan yang tercipta. Daffa menoleh kehadapannya dan menganggukan kepalanya saja. Ara hanya menghembuskan nafasnya. “Pertama kita bertemu, muka lo babak belur, kedua lo mencoba mau merokok dan sekarang lo mau ngapain lagi? Berantem atau ngerokok?.” Ucap Ara sambil menggunakan jarinya untuk menghitung. Daffa hanya tertawa pelan “Lo maunya gua berantem atau ngerokok?” “Nggak kedua duanya.” Ucap Ara tegas. “Gua nggak mungkin berantem sekarang kan? Atau lo mau jadi lawan buat berantemnya?” Ucap Daffa sambil menirukan gerakan berantem. Ara yang melihat langsung mengambil jarak mundur dari tempat mereka duduk. “Atau lo mau mencoba merokok? Ayo bareng gua, gua juga belum pernah.” Ucap Daffa dan langsung mendapat pukulan di bahunya oleh Ara. Daffa pura-pura kesakitan membuat Ara tertawa “Orang yang suka berantem kaya lo nggak mungkin ngerasain sakit cuman karena pukulan kaya gitu doang.” Lagi-lagi Daffa tertawa mendengar ucapan Ara. “Daf?” “Hemm” “Kemarin lo berantem karena apas sih? itu juga kalo gua boleh tahu.” Ucap Ara hati-hati. “Masalah keluarga.” Jawab Daffa sambil membuang muka. Ara yang mengerti Daffa tidak mau membahas masalah pribadinya hanya mampu menganggukan kepalanya. “Apa dengan cara berantem bisa menyelesaikan semuanya?” Tanya Ara Daffa menggelengkan kepalanya dengan berucap lirih “Berantem adalah salah satu cara gua melampiaskan kemarahan Ra.” “Kalau lo ada masalah keluarga, berantem bukan jalan keluarnya Daf.” Ucap Ara menatap Daffa “Lo pulang dengan muka babak belur, orang tua lo pasti khawatir Daf. Kalau lo lagi ada masalah lo bisa cerita ke gua dan kita bakal nemuin jalan keluarnya bareng-bareng.” Ucap Ara sungguh-sungguh. “Entahlah, gua cuman mau melupakan masalah yang ada.” Sambil menenggelamkan kepalanya diantara kedua kakinya. Ara yang melihat Daffa seperti ini merasa iba dan hanya mampu mengelus pundak Daffa saja. “Dengan berantem gua merasa beban gua hilang walau cuman sesaat.” Lirih Daffa sambil mengangkat kepalanya dan menatap mata Ara. “Maka dari itu, janji sama gua lo nggak boleh berantem lagi. Seberat apapun masalah lo, lo bisa cerita sama gua Daf. Oke?” Ujar Ara semangat diangguki oleh Daffa sambil tersenyum. “Gua suka lo kalau lagi ketawa Daf. Lo keliatan lebih manis. Sering-sering tertawa ya jangan kaku lagi mukanya.” Ujar Ara sambil menatap mata Daffa. Daffa yang ditatap oleh Ara menjadi lebih tenang dan damai saat menatap kedua bola mata Ara. Senyum tiba-tiba terbit di wajah Daffa. “Kalau ketawa terus nanti dikirain orang gila gimana.” Ara yang reflek mendengar jawaban Daffa langsung memukul bahu Daffa. Mereka berdua akhirnya tertawa bersama sambil memandang taman di belakang sekolah. *** Setelah obrolan terakhir mereka di taman belakang sekolah, hubungan Ara dan Daffa menjadi semakin dekat. Dimana Ada Ara disitu ada Daffa. Ara yang biasanya suka sekali pergi ke kantin bersama Selin, kini lebih suka menghabiskan waktunya bersama Daffa di gedung indoor. Entah itu hanya melihat anak-anak perempuan yang sedang latihan cheers atau anak lelaki yang sedang berlatih basket. Terkadang Daffa suka ikut latihan basket jika ia sedang bosan. Sudah berapa kali Daffa ditawari ikut ekskul basket baik dari sang kapten maupun pelatihnya langsung. Tetapi Daffa selalu menolaknya. Daffa bukan pemain yang jago dibanding tim inti sekolah ini, tetapi kemampuan Daffa dalam bermain tidak buruk. Jika ia terus berlatih dan dilatih mungkin kemampuan dia akan sama seperti tim inti sekolah ini, sayangnya Daffa tidak mau bergabung. “Daf, haus nggak? Ke kantin yok.” Ajak Ara setelah Daffa bermain basket. Daffa hanya menganggukkan kepalanya. “Tapi lo ganti baju dulu gih sana. Bau!” Ujar Ara sambil menutup hidungnya. “Bau banget?” Tanya Daffa sambil mencium badannya. Ara dengan penuh keyakinan menganggukkan kepalanya. Lalu Daffa meninggalkan Ara untuk berganti pakaian diujung ruangan indoor ini. Ara tersenyum, sebenarnya Daffa enggak bau, Ara harus berbohong agar Daffa mau berganti baju. Ara takut Daffa akan sakit bila menunda berganti baju. *** “Araa.” Sapa Selin sambil melambaikan tangan saat Ara memasuki kantin. Ara yang melihat Selin langsung menghampirinya dan ikut duduk bersama diikuti Daffa. “Lo mau beli minum apa?” Tanya Daffa yang masih berdiri. “Lemon Tea aja.” Ucap Ara sambil tersenyum. “Makanannya?” Ara menggelengkan kepalanya “Gua sudah makan tadi Daf.” Daffa mengangukkan kepala lalu berjalan ke stan minuman untuk memesan minuman mereka. “Kamu pacaran sama Daffa Ra?” Tanya Selin setelah Daffa pergi. Ara menggelengkan kepalanya. “Enggak. Daffa sama gua sahabat, Lin.” “Tapi.. bukannya kalian baru kenal Ra?” Ragu-ragu Selin bertanya kepada Ara Sambil menganggukan kepala Ara dan tersenyum “Iya benar Lin, kami baru kenal. Tapi.. gua ngerasa nyaman sama Daffa, walau gua nggak tahu Daffa anggap gua sahabatnya atau teman biasa aja. Gua nggak peduli, yang gua rasain sekarang nyaman dan sudah anggap Daffa sebagai sahabat gua sama kaya lo pokoknya” “Dari sahabatan bisa jadi pacaran loh Ra.” Tawa Selin dan Ara hanya mengelengkan kepalanya mendengar ucapan temannya tersebut. Tidak lama kemudian Daffa datang membawa dua piring batagor kehadapan Ara dan pak Udin yang membawa dua gelas es teh. Ara yakin Daffa memesan batagor untuk ia juga. “Gua nggak pesan batagor Daf, terus ini kenapa es teh. Kan gua pesannya lemon tea.” Ucap Ara sambil sebal. “Makan.” Sambil menyodorkan sepiring batagor ke Ara. “Gua sudah mak-“ “Sudah makan?” Memotong ucapan Ara “Kapan? lo daritadi sama gua. Dan gua nggak liat lo makan.” Lanjutnya “Makan nanti keburu bel masuk.” Ara yang kesal hanya mampu mendumel di dalam hati tidak berani membantah ucapan Daffa. Ia akan menghabiskan batagor yang di berikan Daffa *** Ara yang biasanya datang ketika sekolah masih sepi murid-murid, hari ini Ara datang sedikit kesiangan. Sehingga sekolah sudah mulai ramai para siswa. Ara yang merasa dirinya di perhatikan di sepanjang koridor merasa bingung sendiri. Ini kenapa pada ngeliatin gua sih. Batin Ara Keep calm Ara keep calm. Lo nggak salah baju, lo cantik. So, anggap aja mereka lagi liat artis jalan. Batin Ara menyemangati dirinya sendiri. Sambil mengatur nafasnya, Ara tetap berjalan dengan santainya tanpa menghiraukan bisikan bisikan yang mengarah kepada dirinya. “Eh, itukan cewek yang sok manja ke Daffa kemarin di kantinkan?” Tepat saat Ara akan menaiki anak tangga menuju ke kelasnya tidak sengaja Ara mendengar perempuan yang barusan Ara lewati membicarakan dirinya. Jadi itu masalahnya kenapa pagi ini Ara di tatap seisi sekolah karena seorang Daffa. Ara menghembuskan nafasnya entah sudah yang keberapa kalinya pagi ini. “Benar tuh. Pakai nyuruh nyuruh Daffa beliin dia makanan lagi. Dasar cewek gatel.” Ucap perempuan satunya. Habis sudah kesabaran Ara, ia berbalik dan menghampiri kedua perempuan itu. “Halo guys, cewek yang kalian omongin siapa sih? gua yah?” Senyum Ara dibuat seimut dan sepolos mungkin. Kedua perempuan itu tidak terkejut Ara menghampiri mereka. Tanpa mau membalas ucapan Ara kedua perempuan itu membalikkan badannya hendak pergi. Tetapi Ara memegang tangan salah satu dari mereka. “Lah kok pergi sih, guakan lagi tanya sama kalian.” Ujar Ara dengan wajah yang dibuat sedih. “Kok diam sih. tadi saat kalian berbicara, gua sampe bisa dengar loh suara kalian.” Perempuan yang tangannya dipegang Ara mencoba melepaskan tanganya, tetapi Ara malah semakin mengeratkan pegangan tangannya. “Lain kali kalau mau ngomongin orang lain tapi nggak punya nyali. Mending kalian pakai telepati aja ngobrolnya. Biar yang diomongin nggak dengar. Kan jadi nggak seru kalau kedengaran orangnya langsung.” Ucap Ara lembut tapi menusuk sambil melepaskan tangan salah satu perempuan itu dengan kasar membuat dua perempuan itu kesal dan meninggalkan Ara. “Bye..bye!!.” Teriak Ara sambil melambaikan tangannya. Ara menghela nafas kembali. Tanpa Ara sadari Daffa melihat semuanya dengan senyum tercetak dibibirnya. Jika kalian berpikir setelah Ara sampai dikelas akan mendapat tatapan seperti dikoridor, kalian salah. Teman kelas Ara sangat mengetahui bagaimana sifat Ara. Dikelas Ara terkenal dengan siswi yang baik kepada semuanya, jadi wajar mereka tidak termakan gossip yang seperti ini. “Kamu jadi trending topic disekolah hari ini!” Ucap Selin setelah Ara duduk dibangkunya. Ara hanya menganggukkan kepalanya tanda ia sudah tahu. “Gimana rasanya jadi artis sekolah, Ra?” Ucap Selin tertawa geli pada Ara. “Sialan lo Lin.” Tawa Ara sambil memukul bahu Selin. Ara menghela nafasnya lalu mengeluarkan pemikiran yang ada dikepalanya “Gua nggak tahu kalau Daffa seterkenal itu Lin.” “Daffa sudah terkenal dari awal MOS, Ra. Dia cowok paling ramah dan murah senyum saat itu. Hampir semua angkatan kita menyukai dia bahkan kakak kelas perempuan banyak yang mencoba mengambil perhatiannya.” Ujar Selin sambil tersipu malu Alis Ara mengernyit menatap temannya menceritakan Daffa sambil tersipu seperti itu “Dan lo termasuk salah satunya.” Tebak Ara kepada Selin “Eh!” Selin yang kaget menjadi salah tingkah “Keliatan ya Ra?” Ara menganggukkan kepalanya. “Aku cuman mengaguminya saja Ra.” Lirih Selin. Tanpa mau memperpanjangnya lagi Ara hanya menganggukan kepalanya saja. “Gua kemana saat Daffa seramah itu. Masa iya gua dihutan sih.” batin Ara bingung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD