BAB : 2

1076 Words
Masih pagi buta, terlihat jelas dari cahaya matahari yang belum sampai masuk menyerobot ke sela sela gorden kamarnya. Tapi suara gedoran pintu, seakan membuat pembatas kamar itu roboh. Siapa lagi pelakunya, pastilah ratu rumah ini. "Mama, ini masih pagi buta loh," ujar Nara dengan wajah malas memelas saat membuka pintu kamar. "Ini sudah jam 6, Nara. Kamu jangan lupa, hari ini mulai kerja sama Darrel. Jangan membuat kinerja kamu buruk di hari pertama masuk," jelas Tiara. Ingin membenturkan kepalanya ke dinding rasanya. Dikira mimpi, ternyata ia benar benar akan bekerja. "Hari ini aku kuliah, Ma." Memberikan alasan sambil bersandar di dinding. "Iya, hari ini kamu kuliah. Tapi masuk sore, kan?" Senyuman pasrah ditunjukkan Nara pada mamanya. Tak dapat mengelak lagi, bahkan jadwal kuliahnya saja beliau sudah tahu secara detail. Ini namanya seperti rahasianya sudah diketahui. Sebuah setelan pakaian disodorkan Tiara pada Nara. Rok span pendek berwarna hitam, dengan atasan kemeja berwarna putih. "Ini apa?" tanya Nara memeriksa penampakan pakaian yang diberikan padanya. "Buat ngantor." "Ma, ini bukan gayaku buat ke kantor. Mama pikir aku MaBa yang harus pake setelan hitam-putih gini," berengut Nara. "Lah, memang benar, kan ... kamu baru loh di kantornya Darrel. Setidaknya dengan begitu setiap orang yang melihat, nggak akan bertanya dulu statusmu. Dengan begitu, mereka akan tahu kalau kamu pegawai baru." Nara mengembalikan pakaian itu pada mamanya. Kemudian segera berlalu pergi, berlari dengan cepat menuju kamar mandi. Kelamaan berdebat, bisa bisa ia malah semakin diomeli. Sungguh, diomeli emak emak di pagi hari, itu adalah awal yang buruk.  Selesai mandi dan berbenah diri, ia segera keluar ... menuruni anak tangga hingga sampai di ruang makan. Mendapati kedua orang tuanya sudah ada di sana. Pelototan tajam seketika ia dapatkan dari keduanya, apalagi masalahnya kalau bukan tentang pakaian yang ia kenakan. "Ganti pakaianmu!" Perintah Marion. Bagaimana papanya nggak komentar ... dikasih rok span hitam dengan kemeja blus putih, justru tak ia kenakan. Sekarang malah mengenakan dress selutut, dengan sepatu kets dan tas ransel. Ayolah, ia sadar, kok, jika tujuannya untuk ngantor. Hanya saja sadar diri juga  jika usianya belum layak untuk mengenakan pakaian yang  begitu formal. "Papa, aku ini masih anak kuliahan, bukan gadis kantoran. Jadi, apa salahnya pakaianku seperti ini. Ini sesuai, kan, dengan style gadis seusiaku." Marion memijit pelipisnya yang tiba-tiba terasa nyeri menghadapi tingkah putrinya. Ingin melanjutkan perdebatan ini, tapi matanya malah terfokus pada waktu di jam dinding. Marion beranjak dari kursinya, menyambar ponsel dan sebuah laptop miliknya. "Sudah, sekarang Papa nggak mau tahu. Ganti pakaianmu, atau justru saat ketemu Darrel, dia sendiri yang akan menyentilmu." "Hmm," sahut Nara dengan santai tetap melanjutkan sarapannya. "Dengar Papa, tidak?!" "Dengar, Pa ... dengar," jawabnya. Melanjutkan sarapannya dengan santai. Niatnya ke kantor bukan untuk melakukan tugas yang diberikan papanya, sih ... tapi mengulur waktu agar saat sampai ia berharap langsung dipecat oleh cowok bernama Darrel. Selesai sarapan, ia langsung kabur ngacir melewati mamanya yang baru kembali. "Nara! Ganti pakaianmu!" "Nggak mau!" balasnya berteriak langsung lari masuk ke dalam mobil. Sekitar lima belas menit perjalanan, akhirnya ia sampai di tujuan. Memarkir kendaraannya di parkiran dan lanjut memasuki sebuah perusahaan yang terbilang elit. Berjalan menghampiri meja receptionist. "Selamat pagi, Mbak." "Ya, ada yang bisa saya bantu?" tanya wanita itu ramah. "Saya mau ketemu sama Bapak Darrel." "Maaf, apakah Anda sudah buat janji dengan beliau? Dan ..." Menghentikan kata katanya, dengan tatapan aneh pada penampilan Kinara. "Ada urusan apa, ya?" "Urusan pekerjaan," jawab Kinara. "Bisa panggilkan dia ke sini?" Wanita itu tak menjawab, tapi dia langsung menghubungi seseorang di telepon. Berbicara beberapa saat dan kembali fokus pada Kinara. "Maaf, Dek ... Bapak bilang untuk menunggu di loby. Beliau masih sibuk." "Menunggu?" "Iya." Kinara memasang wajah malas. Malah dirinya yang sudah gadis menuju dewasa begini dipanggil Dek. Sudahlah,  daripada menunggu, lebih baik ia pergi saja. Mending hang out sama Zila, daripada dilalarin nungguin Darrel yang nggak pasti. "Yasudah, Mbak ... saya males nungguin dia. Nanti bilang aja kayak gitu." "Bilang apa?" Sebuah pertanyaan membuat langkah Nara yang berniat pergi, terhenti seketika. Berbalik badan, mendapati seseorang yang sudah ada dihadapannya ... menatapnya tajam. Diam, seakan akan dirinya berada dalam hamparan bunga mawar pink. Dengan kupu kupu yang berterbangan di sekitar. Tapi dalam sekejap mata, semua khayalan semunya lenyap saat sentilan mengenai dahinya. "Aduh," ringisnya. "Bagaimana rasanya?" "Sakit!" umpatnya kesal. Lihatlah, dirinya kesakitan, tapi dia malah tersenyum menyeringai. Ini, nih ... tipe tipe manusia yang suka tertawa di atas penderitaan orang lain. Kinara menatap dia, sesosok cowok yang jauh lebih tinggi daripada dirinya. Ya, bisa ditebak ... pastilah ini si bos besar yang selalu dibangga banggakan papanya. Siapa lagi kalau bukan Darrel.  Terlihat sekali, tampang songong yang terukir jelas di wajah dia. "Bapak Darrel, bukannya Anda sibuk?" tanya Kinara masih dengan tampang cemberut. "Khusus untukmu, tentu tidak." Senyuman manis terukir di sudut bibirnya. Yakinlah, semua kaum hawa bakalan kelepek kelepek kayak ikan puyu kekurangan air, jika melihat wajah manis itu. Bahkan Kinara pun dibuat terhanyut. "Lebih tepatnya untuk memberikan sebuah hukuman pada karyawan baru yang tak tahu aturan dan tak tahu sopan santun pada atasan," lanjutnya. Sekita Nara berasa meleyot. Hamparan bunga mawar pink, berubah jadi hamparan bunga eek ayam. Benar benar ngeselin ni orang, menang tampang doang. Kelakuannya mah minus. Darrel menatap Kinara dari atas hingga bawah. Menghela napas berat seakan beban hidupnya berada tepat di atas kepalanya. "Kamu ke sini mau ngapain?" "Papa yang minta." "Untuk?" "Kerja." "Dengan pakaian seperti ini kamu bilang mau kerja?" "Nggak ada ngaruhnya juga, kan?" "Tentu saja ada!" Perkataan tegas Darrel membuat beberapa karyawan yang ada di sekitarnya sedikit kaget. Bisa bisanya seorang Kinara membuat bos mereka kesal di pagi hari. Kinara tersenyum puas, saat membuat Darrel kesal. Itu artinya niatnya berhasil dengan baik. "Kalau gitu, pecat saja aku. Gampang, kan." Seorang laki laki yang berada di belakang Darrel bahkan sampai memberi kode pada Nara agar tak melanjutkan perdebatan dengan bos nya. Tapi sayangnya Nara memang sengaja membuat urusan runyam dan akhirnya dipecat. "Jadwal pagi ini?" tanya Darrel. "Pagi ini nggak ada, Pak," jawab laki laki berkaca mata itu. Darrel menyerahkan tab miliknya pada sekretarisnya, kemudian menarik lengan Kinara pergi dari sana dengan paksa. Lihatlah ke sekeliling. Saat hal yang jarang bahkan mustahil dilakukan atasan mereka, kini dibuat kaget dengan sikap Darrel pada Kinara. "Aku mau dibawa kemana?" tanya Kinara. "Jangan pernah berharap dipecat sebelum meninggalkan hal yang berharga untukku," balas Darrel memperingatkan. Sampai di depan mobil, seorang sopir membukakan pintu untuk keduanya. "Mau kemana?" tanya Kinara lagi, saat Darrel memaksanya untuk masuk. Tapi pertanyaannya malah tak dijawab, dan dengan sengaja mendorongnya masuk mobil.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD