02. Gledys Fransiska

1789 Words
Ada yang harus aku pahami, karena apapun yang di hindari di dunia ini. Malah akan terus mendekat dan menjerat __Gledys Fransiska__ *** Tiga Bulan kemudian "Kak Sean! " "Hay Kak Sean!" "Pagi kak sean! " "Kak sean sarapan belum?" "Kak sean minta photonya dong! " Reaksi alamiah yang dilakukan para gadis labil di Mutiara. Kala seorang Sean Alexy sedang melewati di pagi hari. Dan gilanya si tampan penggoda itu selalu membalasnya dengan senyuman mematikan, dan kedipan nakal di sebelah mata menawannya. Membuat para cewek pengagumnya semakin histeris. "Kak Sean sumpah ganteng banget, kapan gue dapet giliran jadi pacarnya! " "Gue juga kapan ya? Sumpah gue rela jadi pacar yang ke sepuluh juga, yang pentingkan gue pernah jadi pacarnya Kak Sean!" "Gue juga, masa!" Lain halnya dengan para gadis itu. Seorang cewek terlihat menggeleng jengah, mendengar para gadis yang asik berceloteh unfaedah, menyebutkan nama seorang cowok yang entah seperti apa wajahnya. Ia hanya melihat punggung tegap kelima cowok yang sudah menjauh menuju kelas sebelas. Ia memang masih baru di Mutiara Bangsa. Ia belum mengenal murid lainnya. Ia hanya mengenal teman sekelasnya saja, dan itu pun belum terlalu akrab. Mengingat ia baru seminggu menjadi murid di sana. Gantengan juga sepupu gue kali_berbisik di dalam hati, ia memilih melangkah santai tanpa merasa penasaran pada apa yang sedang di bicarakan para gadis tersebut. "Gledyyyssss!" Teriakkan seseorang dari belakang, membuat gadis itu kaget. "Cha-cha kebiasaan deh, bikin kaget aja!" Sebal Gledys pada sahabatnya itu. Cha-cha memang selalu mengagetkan dirinya. "Lo tau gosip baru enggak?" Tanya Chacha, dia gadis berwajah manis itu memang selalu mengagetkan Gledys. Dia bilang, dia sudah suka pada Gledys sejak pertama kali melihatnya. Dan Chacha mau jadi sahabat gadis itu. "Hari ini Kak Sean bakal maen basket bareng gengnya!" "Terus?" "Lo tau enggak, gengnya Kak Sean? bikin greget! Ganteng-ganteng gilaaa! nih ya, lo bakal nyesel lahir batin kalau gak kenal sama mereka!" Jelas Chacha terlihat begitu excited. Namun sayang, hanya mendapatkan kerutan didahi lawan bicaranya saja. "Oya," jawab Gledys datar. "Ko datar gitu sih, Gled. Gue heran sama lo. Lo enggak tertarik atau penasaran gitu? Sama cerita gue, Lo normal enggak sih?" Karena sikap yang diperlihatkan Gledys tampak biasa saja, hal itu membuat Chacha merasa kecewa. Biasanya, para gadis Mutiara akan selalu tampak semangat, ketika mereka membahas seorang Sean Alexy. Gledys memutar kedua bola matanya jengah, "Menurut lo?" Gledys melanjutkan langkahnya, namun gadis itu kembali berbalik pada Chacha, lalu. "Eh, tapi kalau gue gak normal. Kayanya lo, deh, yang bakal jadi mangsa pertama!" Ucap Gledys, dengan sebuah seringaian, kemudian kembali meneruskan langkahnya. Butuh waktu beberapa detik, sebelum Chacha mendelik horor pada gadis itu, "Dih, si Gledys!" Kemudian ia mengikuti sahabatnya tersebut, sampai ke dalam kelas. "Gled, lo mau masuk OSIS enggak?" "Males ah!" "Ko, males? Lo bakal nyesel kalau enggak masuk OSIS. Lo bakal enggak punya moment buat natapin cogan yang terhit di sekolah ini. Bakal rugi pokonya!" Celoteh Chacha mengabaikan murid lainnya, yang juga sedang mengobrol asik seperti dirinya. Di bangku masing-masing. Saat ini kedua gadis itu mulai duduk dibangkunya berdampingan. "Ah, coganmah perusak dunia! Gue yakin banget, cogan yang lo bilang itu pasti enggak bener kelakuannya, mana ada sih, cowok ganteng yang baik!" Jawab Gledys dengan gelengan sebalnya. Seakan memang benar, yang namanya cowok tampan itu tidak ada yang benar di matanya. Gledys terdiam mengabaikan tatapan heran sahabatnya. Benaknya kembali berbaur pada kejadian dimana ia di todong oleh cowok tampan tiga bulan yang lalu, disebuah toilet. Yaa ... Gledys mengakui kalau cowok yang menodongnya itu memang tampan. Sangat malah, tapi karena kejadian itu. Menurutnya cowok tampan jarang yang benar. Cowok tampan adalah jenis mahluk yang wajib harus di hindari. Karena ia-pun punya sepupu yang gantengnya kelewat parah. Ya begitu, kelakuannya parah juga. Sering gonta-ganti cewek, bahkan setiap Minggu ia kencan dengan cewek cantik yang berbeda-beda. Parah! *** "Ibarat gue, gula. Cewek-cewek itu semutnya," seloroh seorang laki-laki ditujukan pada temannya, saat ini keduanya sedang berada di koridor sekolah. "Cih, kepedean lo!" Dengan sangat puas, laki-laki satunya menoyor kepala temannya itu. Mereka adalah Dion dan Zio, sahabatnya Sean. "Aisshh, si bodoh! Kebiasaan. Kepala ganteng gue, lo maen jitak aja!" Cowok tersebut mengusap kepalanya. Kebiasaan buruk kedua laki-laki tampan ini adalah berdiri di sana diwaktu istirahat. Kemudian menggoda para cewek-cewek yang lewat. "Ya, lo emang kepedean. Udah enggak laku. Ngaku-ngaku lagi," serang Dion jengah, cukup menyebalkan didengar telinga. "Lo enggak percaya nih, sama gue? Ok!Lo lihat nih!" Zio menghadang gadis yang akan melewati dirinya, "Hay sayang!" Sapanya, dengan senyuman yang cukup ingin membuat Dion muntah. Namun bagi si gadis, itu bisa menggetarkan hatinya. Tidak ditampik Zio memang menawan meski sikapnya pecicilan. Lantas gadis itu pun pergi dengan wajahnya yang memerah malu. "b**o lo! Godain anak orang mulu!" Dion kembali menoyor kepala sahabatnya tersebut. "Gue mah bete, lihat si Erlangga nempel mulu sama si Qiana. Lihat si Aldo ngobrol mulu sama si Wiwi. Dan Noh, lihat tuh si play boy Sean, di kerubungin cewek-cewek anak OSIS setiap hari. Pusing gue jadinya," gerutu Zio jengah. "Loh cari pacar napa?" "Males! Nanti, gue bakal pacaran, kalau udah ketemu neng bidadari" "Dih, ngimpi lo! Mana ada, bidadari yang mau sama lo! " Dion kembali menoyor kepala sahabatnya itu. Membuat Zio melotot sebal. Hingga dengan kesal, ia pun segera membelas perlakukan sahabatnya itu lebih ganas lagi, berhasil membuat Dion teriak seperti orang gila. Dan menjadi pemandangan para murid yang berada di sana. *** Brakkkk!!! "Mohon perhatiannya!" Sean menggeprak meja. Membuat para anggota OSIS berjengit kaget, masalahnya mereka terus mengoceh tidak jelas di dalam rapat. Membuat sang ketua OSIS merasa tidak dihargai. Bukannya tidak boleh ada forum di dalam forum kaan? "Saya mau tanya? Bagaimana persiapan kalian menjelang pensi nanti, apa semuanya sudah siap?" Sean menatap satu-persatu anggotanya itu terutama mereka bagian kesenian. "Maaf Kak Sean, Mila anak bagian keyboard, kecelakaan. Jadinya kita gak bisa latihan!" ujar salah satu anggota menjawab. Sejenak Sean berpikir, acara pensi ini akan dilakukan beberapa Minggu lagi, tapi salah satu anggota nya sakit. Bagaimana bisa acara ini akan terus berlanjut. Kalau pemegang keyboard nya saja tidak ada. "Ok, nanti saya cari penggantinya. Baiklah, rapat cukup sampai di sini. Nanti sepulang sekolah kita semua kerumahnya Mila, untuk menjenguk dia!" Sean segera keluar, diikuti para anggotanya yang lain. Sean Alexy memang berbeda. Ia tidak hanya tampan tapi juga berotak encer. Ia Ketua OSIS yang amat dikagumi oleh siapa saja yang melihatnya. Terutama para murid perempuan. Mereka amat memujanya. Meskipun kelakuan sang ketua OSIS itu player tingkat akut. Tapi tidak ada sedikitpun mengurangi rasa kagum mereka pada laki-laki yang mempunyai tinggi 180 cm tersebut. "Lo jadian sama Sean?" Tanya seorang gadis pada cewek yang saat ini sedang menatap laki-laki tampan yang terlihat berjalan ke-arah ruang musik. Gadis yang di tanya hanya tersenyum saja. Dia Niken, gadis yang terlihat dekat dengan Sean. Semua penghuni Mutiara Bangsa tahu, seperti apa kedekatan mereka. Sean sering berdua dengannya, dan bahkan ada juga yang menggosipkan, kalau Sean pernah mencium gadis itu. Entahlah, gosip itu benar atau tidak. Yang jelas, baik Niken atau pun Sean, mereka tidak pernah mengiyakan atau membantahnya. "Kami tidak jadian, tapi kami tahu perasaan kami masing-masing," jawabnya dengan wajah merona, dan senyuman di bibirnya. "Kalau gak jadian rugi lho Nik. Dia tuh, cowok keren, sayang banget kalo diembat cewek lain!" Ujar Lala, dia salah satu sahabatnya Niken. Mereka Lala, Niken, dan Anggi adalah tiga gadis pecinta Sean. Mereka akan membully dan menebas siapa saja, penghuni Mutiara yang terlihat mendekati Sean. Niken lagi-lagi tersenyum, "Sean butuh gue! Jadi dia enggak akan berani ninggalin gue. Karena cuma gue yang bisa ngertiin dia." Jawab Niken, ia masih menatap punggung tegap si tampan lelaki pujaannya memasuki ruangan musik. *** Sean sudah di depan pintu ruang musik, ia hampir menarik grendel pintu. Namun tangannya terhenti ketika sebuah permainan piano ia dengarkan. Pikirannya terasa damai, seolah ikut terhanyut pada nada yang membaur dikedua panca indera pendengarannya. Keren Kali pertamanya ia mendengarkan permainan piano seindah dan selembut ini di Mutiara. Perlahan Sean masuk dengan sangat pelan, ia melihat seorang gadis yang sedang membelakanginya. Ia sedang asik dengan kedua tangan menari lincah di atas tuts-tuts piano. Sean terus berjalan, mendekati gadis itu. Hingga berdiri pas di belakangnya. "Keren!" Sean berbisik ditelinga gadis itu. Membuat si gadis kaget, ia langsung menghentikan permainannya. Suara itu ... Si gadis terlihat tampak menegang ditempatnya. Gue pastiin perut lo bakal meledak! Kalau lo teriak! Si gadis segera berdiri, lalu memutar dirinya. Deggg!! Jantungnya serasa terhenti, ketika melihat siapa cowok di depannya. Owh jangan tanya wajahnya, ia sudah mulai pucat. Sama ketika ia di todong cowok di depannya di toilet 3 bulan lalu. Gadis itu mendelik, horor! "Hay! " Sapa Sean ramah, dengan senyuman menawan khasnya. Namun bagi gadis itu, senyuman tersebut terlihat sangat menyebalkan, Gledys sama sekali tidak menyukainya. Sean menatap aneh, kenapa reaksinya datar saja? "Apakah Kita pernah bertemu? Tapi dimana ya?" Tanya Sean masih menatap lekat gadis di depannya. Ia memang pernah merasa melihat gadis cantik itu. Tapi ia lupa, dimana. Mengingat ia pernah menemui banyak gadis cantik. Dan itu tidak mungkin ia mengingatnya satu-persatu. "E-enggak, kita enggak pernah ketemu," Ada sedikit kelegaan di hatinya ketika mendengar si teroris itu tidak mengingat dirinya. Gledys menarik napas dalam, menghilangkan rasa gugupnya. Baginya, pertemuan ini adalah sebuah mala petaka. "Masa?" Sean mencondongkan tubuhnya. Sehingga jarak mereka menjadi dekat. Ia ingin melihat reaksi gadis cantik itu. Pasti sama, seperti cewek lain yang pernah ia goda. Mereka akan membalas tatapannya dengan tatapan memuja. dan senyum malu, lalu akhirnya meminta menjadi pacarnya. Ah, pasti seperti itu. Tapi gadis cantik itu segera menunduk,"I-iya. Sa-saya permisi dulu ...," si gadis segera menghindar. Sepertinya tidak ada gunanya laki-laki itu mengenali dirinya lebih jelas lagi. "Tunggu!" Sean meraih tangan gadis itu. Lalu memutar tubuhnya hingga menghadap padanya, "Apa yakin kita enggak pernah bertemu?" Si gadis menelan salivanya. Pegangan tangan si teroris seperti aliran listrik yang membuatnya berjengit kaget. "I-iya," gadis itu segera menarik tangannya. "Yakin, aku rasa wajah cantikmu ini mengingatkanku pada seseorang," Sean merapihkan anak rambut ke belakang telinga gadis itu. Membuat gadis itu menahan napasnya, ia menunduk dalam menghindari tatapan si teroris padanya. Sudah gue duga, selain penjahat dia juga playboy... Gadis itu menundukkan wajahnya semakin dalam. "Angkat wajah kamu saat saya bicara dengan kamu!" Oleh telunjuknya, Sean mengangkat dagu gadis itu. Selain playboy dia juga enggak sopan ... cowok tampan memang berbahaya ... Pakk! Menepis tangan Sean. Meski tubuhnya jelas gemetar ketakutan, bagaimana tidak. Cowok itu adalah laki-laki yang menodongnya di toilet. Bahkan seseorang yang memberikan dua pilihan antara hidup dan mati. "Anda tidak sopan! Jangan menyentuh saya seenaknya! " Tegasnya, kemudian segera pergi dengan setengah berlari. Membuat Sean senyum kecil, menatap punggung ramping yang semakin jauh darinya. Gladys fransiska ... __Geming batin Sean, tertera dengan jelas nama itu ketika tadi ia berhadapan dengannya. Menarik juga ...__Sean melihat tangan yang tadi ditepis gadis itu dengan seringaian dikedua bibirnya. Selamat datang di dunia gue Gladys ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD