2. Risiko Menjadi Sahabat

1031 Words
Bel pertanda selesainya kegiatan belajar mengajar itu pun berdering cukup keras. Mengejutkan beberapa siswa dan siswi yang terlihat mengantuk di sepanjang pelajaran. Membuat mata mereka mendadak terbuka sempurna. Salah satu obat yang sangat manjur untuk membuka mata ketika sehabis belajar seharian. Kini Evelina yang terbiasa pulang lebih awal pun sudah meninggalkan tempat duduknya, sedangkan Jordan terlihat masih sibuk mengenakan hoodie sebelum keluar dari kelas. Tanpa sengaja lelaki berwajah dingin nan datar layaknya kayu itu pun melihat Evelina ditarik oleh seseorang tepat ketika gadis tersebut keluar. Sontak hal tersebut membuat Jordan langsung bergerak cepat mengambil tasnya dan menenteng hoodie berwarna putih itu keluar dari kelas. Mengejutkan dua sahabat lainnya yang baru saja datang sembari menyampirkan satu tali tasnya di pundak. Keduanya terlihat kebingungan melihat Jordan begitu tergesa-gesa. “Lo kenapa, Jo?” tanya Zafran mengernyit bingung. Jordan menoleh sesaat, lalu menjawab, “Gue tadi lihat Eve ditarik oleh orang.” “Sama siapa!?” tanya Zafran terkejut sekaligus panik mendengar jawaban sahabatnya, “Gue juga enggak tahu,” ucap Jordan menggeleng pelan. Reyhan yang masih memiliki pikiran jernih pun langsung menyela, “Udah jangan ribut dulu, mendingan sekarang kita cari Eve daripada ribut-ribut begini enggak ada hasilnya.” Setelah itu, The Handsome Guy pun berlari menuruni tangga dengan memeriksa satu per satu kelas yang ada di lantai dua. Karena di lantai tiga hanya ada kelas 12 yang tidak memungkinkan untuk dibawa ke sana, sebab ada bimbingan khusus membuat anak-anak lantai bawah tidak diperbolehkan ke sana. The Handsome Guy benar-benar mencari keberadaan Evelina dengan ekspresi panik. Tentu saja yang paling terlihat adalah Zafran. Karena lelaki itu yang selama ini menjadi sumber semua permasalahan hidup Evelina sejak duduk di bangku menengah atas dan perbedaan lingkungan cukup pesat. Tidak ada siapa pun yang mengenal mereka berdua membuat Evelina dan Zafran harus beradaptasi, meskipun sudah terlalu lama bersama. Sedangkan di sisi lain Evelina terpojok pada dinding gudang belakang sekolah yang terlihat kumuh. Memang sudah lama sekali gudang tersebut tidak dipakai lagi membuat satu-satunya tempat yang cocok untuk dijadikan sebagai p**********n. Tepat di hadapan Evelina terdapat dua gadis yang menatap tidak jijiik, seakan dirinya adalah kotoran. Tentu saja hal tersebut sudah tidak aneh lagi bagi Evelina, karena lambat laun dirinya akan terancam akibat terlalu dekat dengan The Handsome Guy. Walaupun tidak dapat dipungkiri gadis itu sulit menjauhkan Zafran yang jelas-jelas sudah bersahabat sejak kecil. “Gue minta sama lo buat jauh-jauh dari Reyhan. Jangan sok kegatelan deh! Lo itu bukan siapa-siapa,” sinis salah satu gadis berambut curly yang begitu modis. Evelina mengembuskan napasnya panjang. Gadis itu menatap sekitar dengan tatapan datar. Nyatanya ia tidak menjawab perkataan apa pun yang berasal dari siswi kelas lain. Entah sudah berapa kali gadis itu melabrak dirinya seperti ini. “Evelina Keith!” sentak gadis lainnya yang terlihat tidak sabar. “Bukan urusan lo,” balas Evelina datar. Siswi berambut curly itu pun tampak tidak terima dan melayangkan sebuah tamparan sebelum Evelina menyadari pergerakan tersebut. Sedetik kemudian, Evelina merasakan pipinya begitu kebas seiring dengan denyutan nyeri menggerogoti relung hatinya yang mendadak sakit. Ia mengepalkan tangannya sembari menatap dua gadis di hadapan dengan mata menyorot tajam. “Lo mau marah?” tanya gadis lainnya dengan nada menantang. Baru saja Evelina hendak membalas tamparan tersebut, tiba-tiba terdengar suara langkah dari arah lain membuat tiga siswi tersebut menoleh dan mendapati The Handsome Guy menatap tajam sekaligus marah menyadari pipi Evelina terlihat memerah dengan sudut bibir gadis itu berdarah. Sontak amarah Zafran pun tidak terbendung membuat lelaki itu langsung menghampiri dua gadis yang menjadi pelaku dibalik pembullyan terhadap sahabat masa kecilnya, Evelina. Namun, sebelum hal itu terjadi, Jordan langsung memegangi tubuh Zafran dan mengkode pada Reyhan untuk mengatasi semuanya. Sebab, lelaki yang selama ini menjadi sahabat bagi Evelina itu tampak memberontak marah. “Pergi,” ucap Reyhan bernada rendah menyiratkan kemarahan yang begitu mendalam. “Ta ... tapi, Rey ....” Belum sempat gadis itu melanjutkan perkataannya, tiba-tiba Reyhan membentak dengan nada keras sekaligus tajam yang terdengar menakutkan. “Gue bilang pergi ya pergi!” Reyhan mengepalkan tangannya menahan amarah yang sudah berada di kepalan tangan dan siap melayangkan pada siapa pun. Untung saja pelaku di balik kekerasan Evelina adalah seorang perempuan. Membuat The Handsome Guy menyadari janjinya sendiri untuk tidak memukul perempuan terhadap situasi apa pun. Karena sudah menjadi pantangan bagi seorang lelaki memukul wanita yang sama sekali bukan tandingannya. Sedangkan Evelina yang mendengar bentakan itu pun langsung terjengit terkejut. Ia tidak mengatakan apa pun, selain memperhatikan Zafran yang terlihat seperti orang kesetanan, dan Reyhan pun melakukan hal sama. Hanya saja lelaki itu masih bisa menahan diri. Sepeninggalnya dua gadis yang menjadi pelaku perlaku kasar terhadap Evelina. Zafran pun mengembuskan napasnya kasar, lalu menepis tangan Jordan penuh emosi dan berlari menghampiri sahabat perempuannya yang terkejut. “Ve, lo enggak apa-apa? Maafin gue terlambat,” tanya Zafran memegangi pundak gadis yang tersenyum paksa menatap dirinya dengan santai. “Tenang aja, mereka belum bawa pisau kok. Jadi, gue masih aman,” jawab Evelina setengah bercanda. Berusaha menutupi ketakutannya sendiri. “Astaga, gue hampir mirip kayak orang sinting waktu Jo bilang kalau lo dibawa paksa sama orang!” seru Zafran menggeleng tidak percaya, lalu meraup wajahnya penuh kelegaan. Akan tetapi, tetap saja lelaki itu merasa gagal melindungi sahabatnya sendiri. Evelina menepuk bahu Zafran yang ternyata jauh lebih tinggi daripada dirinya, lalu berkata, “Gue baik-baik aja, Zaf. Jangan khawatir.” Sedangkan Reyhan yang memperhatikan keduanya pun berdeham pelan membuat pandangan langsung teralihkan menatap dirinya dengan datar. “Lo ditampar, ya, Ve?” tanya Reyhan dengan nada sinis yang menyiratkan kekesalan. Evelina memegang sudut bibirnya yang terasa perih. “Cuma luka dikit kok. Nanti juga sembuh.” “Lo harus diobati, Ve!” usul Zafran bernada mendesak, lalu menoleh ke arah Jordan. “Jo, lo selalu bawa hansaplast, ‘kan?” Jordan mengangguk pelan, dan memberikan satu lembar bungkus hansaplast polos berwarna cokelat yang cukup kontras pada kulit wajah Evelina seputih telur. Dengan cepat Zafran menerima pemberian sahabatnya dan langsung membuka isi tasnya yang ternyata masih membawa alkohol pembersih sekaligus kapas. Kemudian, lelaki itu secara perlahan menuangkan cairan dingin yang akan terasa perih ketika bersentuhan dengan luka. Membuat Evelina meringis pelan, dan mencubit lengan Zafran kesal. “Sakit, Zaf! Pelan-pelan dong,” sungut gadis itu mengerucutkan bibirnya menggemaskan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD