bc

Sugar Secretary

book_age18+
2.1K
FOLLOW
19.9K
READ
confident
dare to love and hate
CEO
humorous
icy
office/work place
reckless
sassy
tricky
friends with benefits
like
intro-logo
Blurb

Warning!

Harus kuat mental karena banyak mengandung humor receh plus kebucinan!

Tidak bertanggungjawab atas kegilaan setelah membaca cerita ini!

Adam selalu pusing saat pulang ke rumah orang tuanya karena hal pertama yang ingin mereka ketahui adalah siapa pacar Adam sekarang. Menikah bukanlah prioritasnya sekarang, Adam terlalu sibuk dengan pekerjaan. Sampai akhirnya ia melabuhkan hati pada barista cantik bernama Dewita. Tapi sayangnya, sebelum berjuang Adam sudah kalah di medan perang. Ia kembali dipertemukan dengan pegawai magang dan berhasil memiliki kisah indah pun berakhir tragis juga.

Pusing dan berusaha move on, ternyata Adam malah jatuh hati pada sekretarisnya sendiri yang sering dilabeli banyak orang sebagai playgril. Claudia tak pernah menyadari sikap manis dari atasannya adalah cinta. Ia terlalu menutup diri, memilih model tampan dan membuat Adam kalang kabut.

Tapi siapa sangka, takdir membuat mereka selalu dipertemukan dan berujung di pelaminan.

Design Cover by Canva and picture by Unplash Kartina Holmes.

chap-preview
Free preview
Namaku Adam
Ini sudah lebih dari lima kali aku mendengarkan cerita Claudia, sekretaris pribadiku. Dia memang selalu mencampuradukkan masalah pribadi dan masalah pekerjaan. Entah karena tak memiliki teman cerita ataupun memang hanya aku teman yang dimilikinya di kantor. "Seharusnya, sebelum pacaran tuh seleksi dulu lah, Clau, kayak riset gitu. Jangan asal main serobot terus bungkus! Kalau cuma masalah ganteng, mantan pacarmu kayaknya gak kalah ganteng sama saya." Claudia sepertinya tak mau mendengarkan nasihatku kali ini. Meskipun aku ini bosnya, tapi dia selalu menganggap aku layaknya seorang teman saat tengah edisi curhat begini. Banyak yang bilang kami ini tak bisa berteman. Pamorku yang terkenal agak pendiam bertolak belakang dengan Claudia yang notabennya sangat rusuh dan cerewet. Dia sering baper ketika dikatakan kalau akulah pendamping paling cocok untuknya. Tapi lagi-lagi aku mikir panjang. Gimana mau macarin Claudia, dia saja kontak teleponnya penuh dengan reuni pria. Banyaaaaak banget! Gak kuat aku tuh diduain. "Pak, pokoknya saya gak terima kalau diputusin cuma gara-gara minta pulsa! Lagian dua ratus ribu kan gak banyak. Bapak saja sering tuh beliin saya tas baru kalau ada edisi terbatas dari Shopie Martin." "Karena itu sebagai ucapan hadiah, Clau. Bukan apa-apa. Saya kan gak niat baperin kamu." Hadeh. Bisa berurusan panjang kalau sampai Claudia menganggap semua kebaikanku adalah sebagai rasa suka. Jangan sampai deh! Sebenarnya Claudia sangat cantik. Banyak sekali bawahanku yang mengincarnya, tapi karena dia adalah sekretarisku, banyak juga yang mundur alon-alon karena mengira aku adalah saingan terberat mereka. Namaku Adam Aryadi Atmaja, pria tampan yang menyamakan wajahnya dengan aktor Thailand, berumur 30 tahun. Anak kedua dari keluarga Atmaja Siregar. Seorang pengusaha muda yang harus mengurusi perusahaan bisnis keluarga. Mulai dari perhotelan, restoran, pariwisata di Bandung, dan tentu saja fashion. Kebetulan aku memang sudah mengenal Claudia Anastasya dari zaman kuliah. Dia adalah juniorku yang tiba-tiba datang melamar untuk menjadi sekretaris. Karena aku sama sekali tak meragukan kinerjanya yang memang kompeten, Claudia selalu bisa menjadi partner yang bisa diandalkan. Misalnya saat ada acara makan malam dengan pemegang saham ataupun invistor. Setidaknya aku tak akan kelihatan jomblo ngenes karena mengajaknya. "Gini aja deh, gimana kalau saya beliin tas baru lagi. Hitung-hitung karena kemarin kamu berhasil meyakinkan Vanya kalau kita memang memiliki hubungan." Ya, beberapa minggu yang lalu anak dari teman mama datang ke sini. Dengan dalih mengantarkan makan siang. Rumah orang tuaku dengan kantor memang sudah beda kota. Aku jarang pulang karena setumpuk pekerjaan selalu membuatku harus stay di Bandung. "Saya gak matre tau, Pak!" bentaknya dengan bercampur isak tangis. Pasti orang mengira di sini akulah yang jahat. Pasti mereka akan menduga Claudia menangis karena mendapat tugas bertubi-tubi dariku. "Clau, jangan memperumit deh. Sebentar lagi jam kantor sudah selesai. Saya harus pulang. Apa kata orang kalau saya dan kamu betah banget di kantor. Mau digosipin lagi kalau kita tidur bareng?" Claudia akhirnya menatapku. Matanya sembab luar biasa. Siapa sih orang yang iseng membuatnya menangis cuma karena minta pulsa? Dia langsung menarik tanganku dan mengusap ingusnya dengan kemejaku. Seandainya aku bersikap sebagai bos, mungkin perempuan itu sudah kupecat dari dulu. "Saya antar ke apartemen kamu ya?" tawarku berbaik hati. Claudia menggeleng. Ia menolak dan langsung menyambar totebagnya. Berjalan sambil menghentakkan kaki dan pergi tiba-tiba. Tuh, kan? Yang begitu mana bisa diajak serius? Jangankan menikah, berpacaran dengan Claudia aku sungguh tak bisa membayangkannya. *** Baru saja sampai di rumah, aku melihat mobil kakak pertamaku. Ngapain dia ke Bandung? Ah, pasti karena perintah mama. Siapa lagi yang bisa menyuruh kak Citra selain mama? "Sore, Kak," sapaku seraya memeluk kak Citra. Dia memang sering ke sini karena kami masih satu provinsi. Aku di Bandung sedangkan kak Citra di Bogor. Dia menikah beberapa bulan yang lalu dengan orang Bogor dan menetap di sana. "Kamu makin kurus aja, Dam! Efek jomblo atau gimana?" ejeknya sengaja. Selalu itu yang dikatakannya setiap mengunjungi adiknya. Padahal aku gak kurus-kurus amat kali. Tubuhku enak kok kalau dipeluk, tapi ya gitu. Gak ada orang yang mau dipeluk karena jomblo. "Kalau Kak Citra ke sini cuma mau ngomentarin nasibku yang masih awet menjomblo, percuma. Aku masih fine-fine aja kok dengan statusku," balasku sambil mengambil minuman soda dari kulkas. Kak Citra tak berniat melanjutkan karena sudah sibuk dengan ponsel dan koleksi tasnya yang entah ke berapa. Entahlah, kenapa para kaum betina selalu mengkoleksi benda-benda yang lebih dari lima padahal memiliki fungsi yang serupa. "Ini undangan dari Faris, ingat kan? Temanmu yang pendiam itu mau nikah, dua minggu lagi loh, Dam!" "Selamat deh buat dia. Aku gak janji bakalan datang. Bandung lebih enak daripada Jogja, Kak." "Enak sih enak, saking enaknya kamu lupa sama tempat tinggalmu sendiri. Mama nanyain ribuan kali, kapan anak kesayangannya pulang, kapan putra semata wayangnya bawa calon bini?" nyinyir kak Citra. Aku mengangkat bahu. Tak peduli dengan tuntutan mama yang sudah mendarah daging sampai ke akar-akarnya. Lagi pula, usiaku baru 30 tahun beberapa minggu yang lalu. Menikah bukan cuma celap-celup di ranjang saja. Aku harus mengetahui seluk-beluk istriku dari ujung rambut sampai ujung kaki. Mungkin karena saking lamanya menjomblo, kak Citra sampai sering kali mengenalkanku pada teman-temannya yang usianya kadang di atasku. No, aku ingin mendapatkan pasangan yang bisa ku bimbing bukan menjadi pemimpin. Imam tuh di depan, bukan di belakang. "Kemarin Vanya bilang kamu lagi ketemuan sama pacar kamu. Pacar pura-pura lagi kan maksudnya?" tebak kak Citra. "Enggaklah, aku punya gebetan sekarang. Beneran deh!" kilahku memberi pembelaan. "Gak usah ngeleus kali, Dam. Kakak tahu kamu itu jomblo akut. Jangankan pacar, kamu pasti nggak punya waktu buat ngedate sama cewek kan? Setiap hari kamu tuh selalu berangkat pagi pulang hampir petang. Kata mbok Lilis kamu gak pernah bawa cewek ke rumah ini. Ngaku kamu!" Aku mengangkat kedua jariku membentuk huruf V. Berbohong memang bukan keahlianku. Apalagi kak Citra sudah sangat hafal kalau aku sedang mengelabui Vanya agar tak mengangguku dan datang lagi ke kantor. "Aku gak suka sama pakaiannya, Kak. Pamer d**a gitu, iya kalau gede.. rata tau!" sahutku sok-sokan menilai. Sebagai pria yang normal, aku tidak memungkiri kalau mataku masih bisa berfungsi baik saat melihat ada rezeki di depan mata. Siapa tahu nanti istriku seseksi mbak Ariel Tatum atau Dik Anya Geraldine. Kayaknya enak buat diajak goyang bareng. Stop, Adam! Jangan banyak gaya, pacar aja gak punya. "Kalau cuma soal body mah gampang. Kak Citra punya banyak temen yang bodynya goals banget. Mau milih yang kayak gimana? Kayak gitar Spanyol ada, kayak cacing kepanasan apalagi! Mau dikenalin gak? Vanya aku coret nih dari daftar," celetuknya seakan mengintimidasi pikiranku. "Cukup, Kak! Aku lagi pingin menikmati pekerjaanku. Papa tuh orangnya perfeksionis. Beliau menyuruhku jadi penggantinya untuk menjalankan bisnis keluarga. Urusan menikah aku bakalan cari jalan keluarnya. Sekarang aku mau mandi, badanku lengket dan bau. Meskipun jomblo harus tetap good looking kan?" Akhirnya kak Citra pasrah dan memilih berjalan ke arah ruang santai, mengobrol dengan mbok Lilis yang sepertinya sedang memotong kacang dan membersihkan udang untuk makan malam.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.3K
bc

My Secret Little Wife

read
95.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.2K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.3K
bc

Single Man vs Single Mom

read
101.7K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook