Edward dan Mark

3025 Words
Kevin memeluk erat tubuh Mami Adriana, sambil mengusap punggung Adriana yang masih sangat cantik dengan lembut. Adrian dan Bram sangat merindukan Mami mereka. Tak henti-hentinya ketiga pria itu saling bergantian memeluk Adriana, mencium tangan bahkan sesekali bercanda. "Mi... Ini Veni, Veni Smith." Senyum Adrian, Adriana memeluk erat veni dengan penuh kasih sayang, "And... Nona Fene... Fene Claire Zurk." Adrian mundur seketika membiarkan Fene untuk memeluk Aunty Adriana. "Ooooh.... Fene... My Sweety... My girl. You very beautyful." Mata Adriana berembun seketika melihat sosok gadis yang berada dihadapannya. Memeluk erat tubuh Fene. "Miss you sweety... Long time no see you girl." Tangis Adriana. Bram dan Adrian tersenyum hangat menyaksikan drama Fene dan Adriana saling melepas rindu. Fene tersenyum melihat Adriana, sambil berulang kali mencium pipi Adriana tanpa rasa canggung. "Udah aaaagh.... Kayak di sinetron aja." Canda Kevin merebut tangan Adriana, merangkul manja membawa mereka semua ke ruang makan. "Daddy akan tiba jam berapa Mi.?" Tanya Adrian. "Mungkin sebentar lagi. Penerbangannya sudah beberapa jam yang lalu." Jawab Adriana. "Mi... Bisakah Veni ke kamar mandi.? Ada urusan wanita sedikit." Senyum Veni. "Ya... Ada di sebelah sana,dikamar Adrian." Adriana menunjuk disalah satu ruangan. Veni hanya berlari kecil sambil menarik tangan Adrian untuk segera membawanya kekamar mandi. "Apa kamu akan mandi bersama ku.?" Goda Adrian. "Ya nggaklah.... Tunggu disini, aku masih malu Adrian." Ejek Veni sambil menutup pintu dengan cepat. Adrian mengedipkan matanya sambil tersenyum melihat gadisnya seperti anak kecil. Bram sedang mencari sesuatu di laptopnya, melacak semua data di hp Fene, karena tiba-tiba hp Fene aktif dan telah mengirimkan beberapa perubahan data secara acak ke Mr. Huang. Kepala Bram rasa mau pecah menahan emosi. Kevin, Veni, Fene dan Adrian bercengkrama hangat diruang makan, tidak lama terdengar suara Mr.Edward Lincoln hadir dengan lima orang bodyguard kulit hitam dan kulit putih yang berotot besi dimata Fene, membawa satu sniper. Adrian meminta Veni untuk beristirahat dikamar, agar tidak mendengarkan pembicaraan mereka. Bagi Adrian, Veni tidak boleh mengetahui apapun tentang pertikaian mereka hari ini. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan keadaan ini sedang mengancam nyawa semua orang yang ada didalam rumah itu. Mr.Edward Lincoln..... "Bram... Sudah tau dimana keberadaan hp Fene.?" Edward menatap Bram. "Sudah Dad. Hp Fene tertinggal di supermarket tempat kami beristirahat waktu itu." Tunduk Bram. Bola mata Fene membesar seketika, mendengar ucapan Bram. "Hp itu kini berada di tangan Mark Claire Zurk. Dia telah mengirimkan perubahan data pada Mr.Huang dan kita semua. Saya sudah melacak keberadaan Mark, dia berada di Italy bersama Marisa istrinya." Mata Edward tertuju pada Fene. "Bukan begitu Fene Claire Zurk.?" Edward tersenyum sinis menganggap Fene lah yang telah berkhianat dengan membocorkan data ini. Fene terdiam mencoba mengingat kejadian, karena dia memang tidak tau apa-apa. Semua mata menatap Fene sinis. "Lo menghianati kita semua Fen.?" Tegas Adrian. "Lo lakuin ini.? Lo ingin membunuh kita semua.?" Seketika Adrian menghadiahkan beribu pertanyaan sambil menatap mata Fene dengan nanar dihadapan Bram, Adriana, Kevin dan Edward. "Jujur Fen..." Bentak Adrian. Fene menatap Adrian tanpa ada rasa takut. "Gue nggak tau sama sekali, dari awal gue bilang, gue nggak tau siapa Mark, siapa Jack. Gue coba mengingat, jika benar itu Papi, gue akan membuat perhitungan. Walau gue baru dibisnis ini." Fene coba meyakinkan sahabatnya. "Fene..." Bentak Adrian merasa tidak percaya. "Adrian, Fene sudah menjawab, dan hp Fene, gue yang meninggalkannya tanpa sengaja. Bukan Fene." Jawab Bram membela Fene di depan Edward. "Tidak dad... Bram bohong, ini pasti akal-akalan Bram saja, karena perasaannya terhadap Fene." Kesal Adrian. Tatapan Edward sinis kepada Bram seketika mencoba mencari tau kebenaran ucapan Adrian. "Ya dri... Gue ada disana saat itu, ini serba kebetulan." Bela Kevin untuk Bram dan Fene menyangkal semua tuduhan Adrian. Edward coba menenangkan anak-anak mereka. Edward mendekati Fene memegang kedua bahu Fene. "Fen... Kamu tau apa sebenarnya bisnis Papi mu Mark.?" Edward melunak. "Fene tidak tau menau tentang bisnis Papi selama ini. Fene hanya focus mengurus bisnis di Jakarta. Fene sudah lama tidak menghabiskan waktu bersama Papi, Dad." Jelas Fene kepada Edward. "Hmmmm.... Kalau begitu, Fene akan segera ke Italy menemui Papi Mark." Ide Edward. Bram menolak, "Ini sangat berbahaya, kenapa mesti Fene sendiri, kenapa tidak sama-sama dad.?" "Daddy keberatan dengan alasan Daddy ingin melindungi anak-anak Daddy dari Mark Claire Zurk." Kata-kata Edward tercekak seketika ditenggorokannya, "Biarlah Fene sendiri menyelesaikan semua ini, karena Fene anak Mark, tidak mungkin Mark akan melukai Fene, walau saya tau Mark itu tega. Sebab Mark Claire Zurk jugalah yang telah mencelakai Chiang Lim Papi Adrian beberapa tahun lalu." Edward tertunduk matanya memanas seketika, mengenang Chiang Lim sahabatnya. Bola mata Fene yang biru membesar, mata Adrian memerah, wajah Bram geram, Kevin mengepal tinjunya, Adriana hanya tertunduk membendung air mata mengingat kejadian itu, Fene sangat shook mendengar penyataan Edward hingga terduduk dikursi ruangan kerja Edward. Adriana sangat memahami kondisi Fene. Dia melihat gadis itu sambil menghela nafas panjang. 'Semoga kamu kuat yah Fen... Suatu saat kamu akan tau siapa Mark Claire Zurk sebenarnya.' bisik Adriana. Fene tidak dapat membendung air matanya lagi, hanya bisa terduduk lemas mendengar semua penjelasan Edward. Bram berusaha menenangkan Fene, sambil melihat tatapan mata Adrian yang menahan kemarahan, emosi terhadap Mark Claire Zurk, tapi matanya ke Fene. "Dad... Mengapa Papi Mark tega membunuh Papi Adrian.?" Tanya Adrian lirih. "Persahabatan mereka yang sejak kecil, membuat Mark mencintai Mamimu dalam diam dri, tapi Mark tidak pernah sedikit pun mengatakan atau memberi tahu hatinya. Akhirnya Mami menikahi Chiang Lim Papimu, saat itu Mark menjauh dari Mami. Hanya berpura-pura baik di depan Mamimu dan kami semua. Saat Chiang Lim dalam perjalanan menuju Shanghai, sniper Mark menembak Chiang Lim di bandara. Saya sudah mengenal Chiang Lim dari dulu, tapi Mark menghianati kami karena kelicikannya untuk mendapatkan keuntungan lebih saat itu. Mengenai kebangkrutan, hutang piutang itu adalah sabotase Mark untuk mengelabui Adriana agar Adriana bisa menghabiskan waktu bersama Mark selama di Jakarta. Saat itulah saya mengambil keputusan untuk menikahi Adriana agar bisa melindungi kalian semua dari Mark, ternyata dugaan saya benar. Mark akan menyakiti orang-orang saya untuk mendapatkan Adriana." "Tapi.... Papi sangat mencintai Mami. Kami keluarga yang sangat bahagia, dad." Suara Fene terdengar serak, meyakinkan diri untuk membela keluarganya. "Ya, Marisa diam saat mendapati Mark tidur dengan Adriana." Sambut Edward dengan kata-kata menyayat hati Adriana. Adriana tertunduk malu didepan anak-anak mereka. Fene tersentak seketika, mendengar ucapan Edward terkahir, mengunci bibirnya untuk kembali bersuara. 'Ternyata karma sedang mempermainkan kita semua' bisik hati Fene. Adrian dan Bram terdiam sejenak, sambil menatap Fene dalam. Ingin rasanya mereka memeluk, ataupun menampar Fene. Hanya bisa mengepalkan tinju yang sudah mengeras. Kevin menatap Fene dari kejauhan, mencoba mendekati Fene tapi kakinya ragu untuk melangkah. Tak menyangka semua kejadian saat ini, begitu sama seperti yang dialami orang tua mereka dulu. 'Ooooh God.... Ingin rasanya kembali ke alam yang lain. Begini kah realita kehidupan mempermainkan kita melalui KARMA.' Flashback Mark Calire Zurk.... Mark dan Adriana bersahabat sejak kecil. Sama-sama besar di Swiss, hingga orang tua mereka membawa mereka pindah ke Singapura, beberapa tahun kemudian, memilih menetap di Jakarta. Mark sering menghabiskan waktu bersama Adriana... Belajar, menari, menekuni bisnis keluarga mereka di bidang garmen. Beriringan waktu berjalan Mark jatuh cinta pada Adriana, tapi Mark takut untuk mengungkapkan perasaannya, karena Adriana menganggap Mark adalah sebagai sahabat, saudara dan teman terbaik semasa hidupnya. Mark menemani Adriana saat berkenalan dengan Chiang Lim, Mark pikir Chiang Lim adalah sahabat dekat Adriana. Karena perlakuan Adriana kepada Chiang sama persis kepada dirinya. Pada saat Adriana mengatakan ingin menikahi Chiang Lim, Mark terdiam, beberapa minggu kemudian Mark mengenalkan Marisa kepada Adriana dengan tujuan membuat Adriana cemburu padanya. Tapi Adriana sedikit pun tidak merasakan, cemburu atau apapun terhadap Mark. Keputusan Adriana tetap bulat menikahi Chiang Lim. Hati Mark hancur seketika. Mark memutuskan lebih dulu menikahi Marisa di Swiss. Tidak lama kemudian disusul dengan pernikahan mewah Adriana dan Chiang Lim di Shanghai. Setelah menikah mereka masih berteman dekat, Mark berusaha merayu Adriana dengan alasan melanjutkan bisnis orang tua mereka di Jakarta, mengumbar kata-kata 'sayang jika tidak di teruskan'. Pindahlah mereka ke Jakarta, sesekali mereka berlibur ke Swiss. Tapi berbeda dengan Adriana, terkadang dia lebih sering mengahabiskan waktu di Shanghai bersama suaminya Chiang Lim. Beberapa tahun menikah, Adriana mengandung anak Chiang Lim, Adrian Moreno Lim. Tidak dengan Marisa, Mark gelisah menyalahkan keadaan karena tidak kunjung mendapatkan keturunan dari Marisa. Mark berjanji pada Adriana untuk membesarkan Adrian di Swiss. Perasaan Mark makin menggebu, saat Chiang Lim menawarkan satu bisnis bersama. Agar mereka tidak terpisahkan. Disanalah Mark Claire Zurk mendapat celah bisa mengenal sahabat Chiang Lim yaitu Edward Lincoln. Bisnis haram mereka sangat cepat berkembang. Hingga keserakahan merasuki otak Mark. Ingin menguasai bisnis Chiang Lim sepenuhnya dan juga memiliki Adriana Lim. Mark merencanakan kematian Chiang Lim, tanpa diketahui oleh siapapun. Membayar mahal sniper handal dari Italy 'Jack.' Kematian Chiang Lim mengejutkan Edward Lincoln selaku sahabatnya. Edward tidak tinggal diam, segera mengusut tuntas penyebab tewasnya Chiang Lim. Disatu kesempatan Mark terus menggoda Adriana dari Swiss hingga membawa Adriana ke Jakarta. Diperjalanan panjang mereka, Mark dapat menaklukkan seluruhnya tentang Adriana. Tanpa sengaja, Marisa mendapati Mark sedang bercinta dengan Adriana di apartemen mereka di Jakarta. Marisa murka seketika, membuat Adriana mengambil sikap untuk menjauhi Mark. Saat itu juga Mark memutuskan pulang ke Swiss meminta pada Fene putri angkatnya agar meneruskan bisnis garmennya di Jakarta. Adriana pun melakukan hal yang sama kepada Adrian. Tapi Mark terus datang memohon kepada Adriana, untuk tetap meneruskan hubungan mereka. Akhirnya Edward Lincoln menemukan bukti tentang pembunuhan Chiang Lim, segera memberi tau pada Adriana. Meminta Adriana ikut ke Amerika. Edward sangat melindungi Adriana, karena Edward baru kehilangan Mami Bram Lincoln, disebabkan penyakit kanker kulit. Akhirnya Edward Lincoln menikahi Adriana Lim, tapi Adriana tidak mau merubah namanya menjadi Adriana Lincoln. Edward hanya mengikuti yang terbaik buat Adriana. Sesungguhnya hati Edward belum sepenuhnya mencintai Adriana. Hanya karena komitmen yang pernah dia ucapkan kepada Chiang Lim semasa hidupnya, Edward terus belajar untuk mencintai Adriana. Adrianapun berusaha menjadi istri yang baik untuk Edward jika mereka bersama. Saat keputusan Adriana memilih pergi dari Mark, kemudian Mark mengetahui Adriana telah menikahi Edward, disaat itu pula dendam Mark kepada keluarga Adriana dan Edward bermula. Sebenarnya Mark ingin manguasai Adriana untuk merebut hak asuh Adrian Moreno Lim yang sebenarnya adalah anak biologis Mark bersama Adriana. Adriana sengaja memberi nama belakang Lim pada Adrian, agar Chiang Lim tidak mengetahui perselikuhan mereka. Marisa menyimpan semua bukti-bukti perselingkuhan Adriana dan Mark selama ini dari Chiang Lim, hingga Chiang Lim meninggal dunia. Edward tidak pernah mengetahui Tentang status biologis Adrian sebenarnya. Semua ini, karena Edward tidak memiliki waktu untuk mencari tau. Pernah sesekali Marisa menghubungi Edward untuk menemui Edward, tapi diketahui oleh Mark. Sejak saat itu Mark menyiksa Marisa secara lahir dan bathin, tanpa sepengetahuan siapapun termasuk Fene. Mark Claire Zurk berusaha menjadi Papi yang baik di hadapan putri angkatnya Fene Claire Zurk. Swiss dua... Edward memutuskan untuk menghabiskan waktu beberapa hari bersama anak-anaknya. Tanpa sengaja Edward mendengar perdebatan antara Adrian dan Bram. "Lo jangan pernah mendekati Fene lagi." Kata-kata Bram terdengar sinis di telinga Adrian. "Heiiii... Cinta membutakan mata lo, gue kasih tau yah, darah Mark Calire Zurk ada didarah Fene Claire Zurk, sampai kapanpun lo tidak akan bisa aman. Suatu hari dia pasti menghianati lo." Tunjuk Adrian tepat di wajah Bram. "Ya... Dia berhianat sama lo kan.?" Jawab Bram enteng. Adrian terdiam seketika, wajah Bram memerah. "Ingat dri... Fene Claire Zurk memiliki Mami Marisa, Mami Adriana.... Tau lo." Bram lebih memilih pergi meninggalkan Adrian, di hadang oleh Edward. Bram tersentak kaget, hanya menunduk. Pergi meninggalkan Adrian di ruangan kerja Daddy mereka. "Kenapa kalian berdebat.?" Tanya Edward pada Adrian. Adrian hanya terdiam, memilih meninggalkan Edward di ruangan kerjanya sendiri. 'Apakah mereka memperebutkan Fene.?' bisik hati Edward yang sangat memahami anaknya. Edward menelfon Alberth... "Beritahu saya informasi Adrian dan Bram." Perintah Edward. "Bram menghabiskan waktu bersama Fene selama di Netherland dan Paris mister." Jawab Aberth spontan. "Menurut informasi, Adrian juga sering menghabiskan waktu bersama Fene selama mereka di Jakarta." "Veni.?" "Veni adalah kekasih Adrian, dia anak William Smith mister." "Kapan terakhir Fene komunikasi dengan Mark atau Marisa.?" "Lima hari yang lalu mister." "Ooooh... Oke. Terimakasih. Segera siapkan orang-orang untuk mengawasi Fene Claire Zurk. Saya tidak mau terjadi apa-apa kepada anak saya. Terutama Bram dan Adrian." Tegas Edward. "Baik mister." "Selamat malam." Edward menarik nafas dalam. Memijit pelipis matanya yang terasa lelah dengan semua permasalahan yang terjadi akhi-akhir ini. Tanpa sengaja Adriana melihat Edward yang terdiam diruangan kerjanya. "Everythink oke darl.?" Tanya Adriana lembut sambil mengusap bahu Edward. "Ya... Sedikit masalah sayang, Bram memiliki perasaan terhadap Fene. Begitupun Adrian." Edward terdiam lesu sambil mengelus tangan Adriana yang berada dibahunya. "Love is blind darl. Biarlah mereka menyelesaikan permasalahan mereka. Kita selaku orang tua hanya bisa melihat, sesekali mengarahkan agar mereka tetap dijalan yang benar. Tapi saya rasa Adrian lebih mencintai Veni, bukan Fene darl." Jelas Adriana. "Menurut Alberth Adrian sering mengahabiskan waktu bersama, begitu juga Bram sayang." "Sudahlah darl... Sekarang kita istirahat. Besok kita bicarakan lagi. Kamu mau susu coklat darl.?" Edward berdiri sambil mencium kepala Adriana. Beranjak pergi menuju kamar mereka. Fene dan Bram.... "Kevin dimana Bram.?" Tanya Fene sambil memeluk Bram dari belakang. "Dikamar tamu." Bram hanya bisa mengelus tangan Fene dengan lembut. "Apakah aku akan mati disini Bram.?" Fene bersandar di punggung Bram dengan penuh ketenangan. "Mati bersama ku." Hibur Bram. "Kamu bercanda mulu." Sesal Fene. Bram membalikkan tubuhnya. Menatap kedua mata Fene. "Apa kamu akan menghianati ku Fen.?" "Jangan ngaco kamu, apa aku sejahat itu dimata mu.?" Elak Fene. "Jika Adrian mengajakmu kencan, apa...." Jari Fene cepat menutup bibir Bram. "Aku ikut sama kalian berdasarkan kepercayaan, komitmen kita, aku berbeda dengan Mark Claire Zurk, oke." Bram memeluk erat tubuh Fene. Fene hanya bisa menikmati pelukan Bram, 'kali aja ini pelukan terakhir bersama Bram.' bisik hati Fene. "Kiss me..." Rayu Bram. Fene menerima ciuman lembut Bram, berharap semua berita yang dia dengar hari ini adalah mimpi. Bram membawa Fene kembali kedalam malam-malam indahnya. Adrian dan Veni.... "Apa kamu akan meninggalkan Fene dri.?" Adrian merenggangkan pelukannya bersama Veni. "Apa kamu mendengar pembicaraan siang tadi.?" Adrian menaikkan sebelah alisnya. "Ya... Aku mendengarnya, aku masih tidak percaya dri." "Sudahlah, biar Fene yang menyelesaikan." Adrian sedikit ragu. "Tapi dri, Fene yang kita kenal sangat baik, berbeda dengan Papinya." Veni mencoba berfikir positif. "Hmmmm... Meybe." Adrian memeluk Veni erat. Berusaha memejamkan matanya. Kevin Stuard.... 'Jomblo sejati akhirnya kepincut dua hati...' bisik Kevin. 'kayak gue donk, setia hanya sama Nichole, tapi Nichole sakit... Jadi aja alone... Always alone... ' Tapi bagaimana pun, Fene teman, sahabat terbaik gue. Gue akan selalu melindungi dia, ikut saat ke italy beberapa hari lagi. Semoga semua baik-baik saja. Karena barang erotix segera masuk dari Netherland... Bersiaplah... Gue akan membawamu hingga puncak himalaya... Zzzzzzz.... Suasana pagi di kediaman Adriana... Adriana melangkah dengan cepat meninggalkan rumah besarnya. Saat mata masih terpejam, saat hati gundah sudah mulai tenang. Tidak sengaja, Kevin melihat kepergian Adriana dengan langkah tergesa-gesa. Kevin yang baru pulang dari rumah sakit menemui dokter spesialis asmanya, sengaja mengikuti Adriana, menutup sedikit wajahnya, karena pagi itu sangat dingin. 'kemana aunty Adriana.? Apakah dia akan menemui seseorang.?' Kevin mengeluarkan hpnya untuk menghubungi Bram, 'tapi sepertinya Bram masih tertidur dipelukan Fene.' Bisik Kevin. Kevin terus mengikuti Adriana memasuki sebuah mobil, Kevin bergerak cepat mengikuti mobil itu, yang berhenti disebuah taman kecil. Mata Kevin tertuju pada sosok seseorang pria yang pernah dia lihat di hp Bram beberapa hari lalu. Kevin membuka hpnya. 'ooooh God... Aunty masih berhubungan dengan Mark.?' bisiknya. Kevin merekam semua pergerakan Adriana bersama Mark pagi itu secepatnya mengirim kepada Bram. 'shiiiiit. Ternyata aunty...' Kevin menggenggam keras stir mobilnya. Merasa kecewa, dan ini adalah masalah besar bagi keluarga mereka. Kevin berusaha tenang mengatur nafasnya, melajukan mobilnya sebelum Adriana melihatnya. Kevin berlari cepat, menuju kamar Bram. Mengetuk pintu sangat tergesa, membuat Bram kesal. "Kenapa seeeh lo... Pagi ini Vin." Bram merangkul erat tubuh Kevin dibawah ketiaknya agar tidak melihat Fene yang masih tertidur ditutupi selimut. Kevin berbisik. "Kita bahaya Bram.. Bahaya." Wajah Kevin mulai panik. "Kenapa...." Bram dengan santai memasang baju beberapa lapis ditubuhnya, karena cuaca diluar sangat dingin. "Gue udah ngirim ke hp lo. Lo belum cek.?" Tanya Kevin sinis. "Belum... Gue baru selesai mandi, mau ngajak Fene untuk jalan-jalan sebentar." Bram mengambil hpnya, membuka pesan yang dikirim Kevin. "Vin... Apa gue salah.?" Bram melihat rekaman video berulang kali. Bram mendekati Fene yang masih terlelap. "Sweety week up... Sweety..." Bram mengguncang, mengelus tubuh Fene, sedikit berbisik. "Hmmmm... Apa seeeh..." Mata Fene sedikit terbuka belum menyadari kehadiran Kevin dikamar mereka. Seketika... "Aaaaaag... Kevin... Ngapain lo disini." Fene melempar bantal kecil kewajah Kevin. "Ssssst..." Bram menutup bibir kecil Fene, untuk tidak brisik. "What heppen.???" TeriakFene tanpa suara. Bram memberi hpnya pada Fene, betapa terkejutnya Fene melihat vidio itu. Bagaikan petir dipagi hari bagi Fene dan Bram. Fene berlari kekamar mandi untuk membersihkan dirinya, dan duduk bersama Kevin dan Bram. "Apakah Adrian sudah bangun.?" tanya Bram pada Kevin. "Gue dari tadi nggak ada ngeliat Adrian, gue baru pulang dari dokter ambil obat asma gue." Jelas Kevin. "Oooh..." Bram berfikir kenapa Adriana tega menghianati keluarganya sendiri. Apa ada yang salah.? Batin Bram. Saat ini mereka belum berani keluar kamar sebelum mendengar suara seseorang yang berbicara dari luar. Beda Edward dan Mark... Edward sudah mengetahui kegiatan Adriana pagi ini. Adriana merasa Edward masih tidur, perlahan mengendap meninggalkan Edward menemui Mark. Edward mendapatkan rekaman obrolan Adriana dan Mark pagi ini. Beberapa foto dan Video menunjukkan kemesraan mereka. Membuat Edward murka. "Apa kamu menutupi sesuatu dariku Adriana Lim." Bentak Edward saat Adriana memasuki kamar kembali mengendap. Adriana terlonjak kaget mendengar suara berat Edward yang sudah rapi sambil berdiri menatap jendela. "Apa saya sedang berbicara dengan orang gagu Adriana." Tatap sinis mata Edward seakan ingin memakan Adriana. "Hmmm.... Darl... Kamu sudah bangun.?" Adriana mendekati Edward sambil mengusap punggungnya secara perlahan. "Jawab saya, kamu sedang mempermainkan Edward Lincoln, Adriana.?" Sorotan mata Edward seketika menandakan gendrang perang, sambil meremas kuat lengan Adriana. "Darl... Kamu menyakitiku.!" Rintih Adriana berusaha melepaskan genggaman keras Edward. Edward melempar Adriana seketika, membuat Adriana terjatuh. "Auuuugh... Edward." Adriana meraba pahanya yang terasa nyeri. "Apa kau masih ingin bermain dengan ku sayang." Edward mendekati Adriana, menangkup pipi mulus Adriana dengan kasar. Adriana meringis kesakitan, ada rasa takut dihatinya. 'Apakah Edward akan membunuhku hari ini.!' batin Adriana menjerit dalam ketakutan. "Aku sudah mengetahui pertemuanmu dengan Mark pagi ini Adriana. Apa kau lupa siapa aku.? Apa beda aku dengan Mark Adriana.? Apa kau ingin membunuh kami semua disini Adriana." Suara Edward menggema seketika. Membuat Adriana semakin ketakutan. Tobe continue...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD