Part 1-a

1043 Words
Ryoichi baru saja keluar dari mobilnya saat sebuah mobil berhenti di depan IGD, perawat segera mendorong brankar untuk menjemput pasien yang ada dalam mobil mewah itu. Hari ini Ryoichi berdinas malam dan saat jam menunjukkan pukul 9 malam sedang jam dinasnya jam 10 malam, Ryoichi segera bejalan cepat menuju ruang locker dan memakai peralatannya snelli dan stetoskop. Ryoichi masuk dalam IGD dan melihat seperti sangat crowded di IGD. “dokter Ryoichi tolong bantuannya disini,” ucap dokter Anisa memanggilnya, Ryoichi segera mendekati dokter Anisa yang sedang menangani pasien. “pasien kenapa dok?” tanya Ryoichi mulai ikut menangani gadis yang terbaring lemah dengan pergelangan tangan kanan dan kiri tergores. “percobaan bunuh diri dok.” Ryoichi kemudian mencoba menghentikan pendarahan di tangan kanan gadis itu, sedangkan dokter Anisa menghentikan pendarahan di tangan kiri gadis itu. Ryoichi menatap sejenak wajah gadis itu, hal seperti apa yang membuat gadis itu ingin mengakhiri hidupnya, ia lihat gadis itu masih sangat muda, tekanan hidup seperti apa membuatnya berpikiran pendek dan ingin mati. Ryoichi menggeleng pelan, kenapa ia ingin tahu, tugasnya hanya menolong gadis itu agar bisa selamat dan tidak perlu tahu apa masalah hidup pasien yang ia tangani. Darah sudah berhenti mengalir dari pergelangan dua tangan gadis itu, Ryoichi dan dokter Anisa bernafas lega karena bisa menyelamatlan nyawa pasien dan meminta perawat melanjutkan membersihkan area sekitar brankar yang penuh darah. Ryoichi duduk di meja kerjanya yang berdampingan dengan dokter Anisa, entah kenapa ia masih memikirkan apa yang mendasari gadis itu melakukan bunuh diri. Apakah cobaan hidupnya sangat berat? Ataukah ia selalu disiksa hidupnya hingga ia tidak kuat dan memilih bunuh diri? Ryoichi menggelengkan kepalanya, heran dan bingung kenapa memikirkan pasien yang tadi ia tangani. Ryoichi dan dokter Anisa kemudian disibukkan dengan pekerjaan mereka menangani pasien di IGD hingga jam kerja mereka selesai. Keesokan harinya Ryoichi berdinas kembali di IGD, seorang perawat mendekatinya yang sedang menulis laporan. “dokter Ryoichi…” Ryoichi mengangkat kepalanya dan menatap perawat itu. “ada apa suster?” “dokter Rony minta anda menggantikannya hari ini untuk visit apsieb karena beliau sedang ada tugas konferensi ke luar kota.” “baiklah, pasien mana yang harus saya visit?” “kamar VVIP lantai 3, ruang bugenvill.” “baiklah, tolong siapkan rekam medisnya.” “baik dokter.” “saya selesaikan dulu laporan ini, sepuluh menit lagi kita visit.” “baik dokter,” perawat itu kemudian berlalu dari hadapan Ryoichi. ~~~ ~~~ Ryoichi dan seorang perawat bernama Nita berjalan keluar dari lift lantai 3, lantai 3 khusus ruang perawatan VVIP oleh karenanya terlihat tak begitu banyak orang, karena hanya beberapa kamar saja yang ditempati. Suster Nita membuka pintu ruang VVIP bugenvill dan masuk diikuti oleh Ryoichi, Ryoichi terhenyak saat melihat pasien yang sedang duduk di ujung brankar dan bersandar disana, gadis itu kedua pergelangan lengannya dibalut, Ryoichi ingat jika gadis itu gadis yang ia tangani kemarin bersama dokter Anisa, pasien yang melakukan percobaan bunuh diri. Entah kenapa Ryoichi merasakan sesuatu yang aneh saat melihat gadis itu dan ia tidak tahu apa itu. “maaf, saya periksa dulu,” ucap Ryoichi, gadis itu hanya diam, matanya menerawang tapi ia mengerti ucapan Ryoichi, ia juga melakukan apa yang diminta Ryoichi saat memeriksa gadis itu. Ryoichi mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, tidak ada siapapun disana yang menjaga gadis itu. Apakah gadis ini tidak memiliki keluarga sehingga ia sendirian, atau apakah itu yang membuatnya melakukan percobaan bunuh diri. “nona…” Ryoichi melirik tag nama di brankar dimana ada data nama dan usia pasien. “nona Freyza sendirian? Tidak ada yang menjaga?” tanya Ryoichi hati hati takut gadis itu terkejut, tapi hal itu tidak terjadi, gadis itu tak menjawab, dia hanya diam. Ryoichi bingung harus mengatakan hasil pemeriksaan pada siapa karena tidak ada keluarga yang menjaganya. “suster, apakah keluarganya memang tidak ada?” tanya Ryoichi pada suster Nita. “ada kok dok, kemarin ada yang menjaganya, tantenya kalau tidak salah. Mungkin sedang keluar sebentar,” jawab suster Nita. “baiklah suster catat saja hasilnya, keadaannya sudah stabil, dan mungkin dalam beberapa hari bisa pulang.” “baik dokter Ryoichi.” Ryoichi akan berjalan meninggalkan ruangan tapi tiba tiba gadis itu menahan tangannya, “tolong saya,” ucap gadis bernama Freyza itu, Ryoichi berbalik dan menatap Freyza heran dan bingung, tadi ia mengatakan sesuatu tapi tidak di respon kenapa sekarang gadis itu malah menahan tangannya. “apa maksud nona? Nona akan baik baik saja,” ajwab Ryoichi ramah dan mencoba melepaskan pegangan tangan Freyza di tangannya tapi Freyza malah mempererat pegangan tangannya. “Freyza… lepaskan… jangan membuat takut dokter dan perawat disini.” Suara seseorang membuat Freyza melepaskan pegangan tangannya dari Ryoichi, wajahnya terlihat sedih membuat Ryoichi bingung. “maaf dokter akan apa yang dilakukan Freyza, dia memang terkena gangguan mental jadi sering melakukan percobaan bunuh diri dan tingkahnya membuat takut orang sekitarnya.” “tidak apa apa bu, kenapa tidak dibawa ke psikiater saja bu untuk menyembuhkannya?” “sudah sering dokter tapi hasilnya nihil,” jawab wanita paruh baya itu, ia datang bersama seorang wanita tua yang mungkin adalah pembantu rumah tangga dilihat dari penampilannya. “berobat ke psikiater itu memang butuh kesabaran dan waktu bu, oh ya keadaan nona Freyza sudah stabil dan beberapa hari ia boleh pulang.” “terima kasih dokter Ryoichi.” “sama sama.” Ryoichi kemudian pamit pada wanita itu dan mengajak perawat keluar, sepeninggal Ryoichi wanita itu menatap tajam pada Freyza membuat Freyza ketakutan. “apa yang akan kamu lakukan tadi? Meminta dia menolongmu? Tidak akan bisa, kamu yang harus menanggung semua kesalahan itu sendiri jangan melibatkan orang lain.” “tapi tante itu bukan salah Freyza…” jawab Freyza dengan suara lemah. “jangan membuat alibi Frey, dari semua yang terjadi kamulah yang bersalah. Bik, jaga nona kamu itu, saya mau pulang.” Wanita paruh baya itu kemudian berjalan keluar dari ruang rawat VVIP itu, sedangkan art itu mendekati Freyza dan menggenggam tangannya. “non Freyza yang kuat ya.” “Freyza tidak bersalah bik, itu bukan salah Freyza…” Freyza kemudian terisak, art bernama bik Siti itu menarik tubuh Freyza dalam pelukannya dan membiarkannya menangis dan menumpahkan kesedihannya. Bik Siti sudah mengenal Freyza sejak kecil dan tahu kepribadian nonanya itu, tidak mungkin ia dengan sengaja menyakiti orang lain apalagi kedua orangtuanya. Kecelakaan fatal yang membuat kedua orangtuanya meninggal membuat Freyza disalahkan karena saat terjadi kecelakaan itu medua orangtua Freyza memakai mobil Freyza, bukan mobil mereka sendiri, hal itu membuat tantenya, tante Ranti yang nota bene adik dari papa Freyza menyalahkan gadis itu akan kematian kedua orangtuanya. Tuduhan bertubi tubi dialamatkan pada Freyza membuat gadis itu tertekan dan berkali kali mencoba melakukan bunuh diri, perasaan bersalah tertanam di hati dan pikirannya. Lynagabrielangga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD