Part 1-b

1131 Words
Ryoichi masuk dalam kamarnya, ia heran kenapa tadi di ruang makan tidak ada kakeknya. Biasanya saat ia pulang kakeknya itu sedang makan malam di ruang makan, ia urungkan niatnya masuk dalam kamar mandi, ia keluar dari kamar dan turun ke lantai satu dimana kamar kakeknya berada. Ia mengetuk kamar dokter Nagata, walau tidak ada jawaban Oichi memutar handle pintu dan membukanya lalu masuk. Ryoichi berjalan mendekati ranjang, ia lihat kakeknya berbaring dengan memakai selimut tebal. Ryoichi duduk di tepi ranjang dan memeriksa dahi kakeknya itu, ia tersentak saat merasakan suhu tubuh dokter Nagata sangat panas. Ryoichi kemudian bergegas keluar dari kamar dan berlari menuju kamarnya mengambil peralatan medisnya dan kembali ke kamar kakeknya. “kek… kakek…” Ryoichi menggoyangkan tubuh kakeknya tapi kakeknya tidak bereaksi membuat Ryoichi khawatir, ia menggoyangkan tubuh kakeknya lebih kuat tapi dokter Nagata tetap diam dan ia tahu jika kakeknya itu pingsan. Ia segera mengeluarkan ponselnya dan menghubungi IGD rumah sakit Health and Health dan meminta mereka mengirimkan ambulan untuk membawa kakeknya, ia takut terjadi sesuatu pada kakeknya itu. Walau Ryoichi tahu jika kakeknya tidak suka dirawat di rumah sakit tapi ia terpaksa membawa kakeknya ke rumah sakit karena peralatan di rumah sakit lengkap dan kakeknya bisa diperiksa dengan intens. Ryoichi menunggu dengan cemas karena ambulance tidak segera tiba, ia mondar mandir dalam kamar dokter Nagata dengan tatapannya tak lepas dari tubuh dokter Nagata yang pingsan diatas ranjang. Suara ambulan terdengar indera pendengarannya, ia bergegas mengangkat tubuh kakeknya keluar dari kamar, akan terlalu lama jika ia menunggu brankar ambulan masuk ke dalam rumah. Ryoichi membawa tubuh kakeknya keluar rumah dan meletakkannya di brankar ambulan. ~~~ ~~~ Ryoichi menatap wajah pucat kakeknya yang terbaring di brankar ruang VVIP, kakekny itu memang memiliki penyakit jantung dan beberapa komplikasi lain. Ia menyesal tidak tahu jika kakeknya itu sakit, ia lalai menjaga kakeknya yang adalah tugasnya sebagai orang yang tinggal bersama kakeknya sekarang. Pintu ruang rawat terbuka, masuklah Aunty Antynya Megumi, Ayumi dan Kyoko. Wajah mereka terlihat khawatir. “bagaimana keadaan papa Oichi?” tanya Megumi. “sudah stabil Aunty, maafkan Oichi, Oichi tidak menjaga kakek dengan benar,” ucap Ryoichi menyesal. “kamu jangan menyalahkan diri kamu Oichi, kamu tidak bisa dua puluh empat jam bersama kakek kamu, kamu kan juga harus dinas.” “tapi menjagaa kakek adalah kewajiban Oichi karena Oichi tinggal bersama kakek.” “sudahlah Oichi, semua sudah terjadi semoga papa segera membaik. Kamu membawa papa ke sini apakah papa setuju? Papa kan tidak suka dirawat di rumah sakit?” tanya Ayumi. “terpaksa aunty, peralatan disini lebih lengkap dari pada kakek di rawat di rumah.” “kamu benar Oichi, keputusan kamu sudah benar. Lebih baik kamu pulang dan istirahat kamu kan juga baru pulang dinas kan?” “lebih baik Oichi disini aunty, Oichi malah tidak tenang kalau pulang. Lebih baik aunty saja yang pulang.” “kamu tidak apa apa kalau aunty pulang?” “tidak apa apa aunty.” “baiklah besok aunty kesini lagi.” “baik aunty.” Aunty Megumi, Kyoko, dan Ayumi kemudian keluar dari ruang rawat dan pulang, tinggallah Ryoichi sendiri. Ia memang lelah dan ia mencoba berbaring di brankar khusus penunggu pasien, belum sempat ia memejamkan matanya ponselmya bordering membuatnya terduduk. Ia tersenyum melihat nama mamanya terpampang di layar ponselnya. “halo ma…” “halo sayang, kamu sedang istirahat ya? Tiba tiba mama kepikiran kakek kamu sayang, kakek sehat sehat saja kan?” Ryoichi terdiam, mamanya memang sangat dekat dengan kakek dari papanya itu, seperti mamanya dalah putri kandungnya padahal mamanya dalah menantu. “Oichi… kenapa diam.” “kakek sakit ma, ini Oichi membawa kakek ke Health and Health, Oichi takut jika dirawat di rumah peralaran tidak memadai.” “keputusan kamu sudah benar sayang, bagaimana keadaan kakek?” “keadaan kakek sudah stabil ma.” “baiklah kalau begitu, jaga kakek baik baik ya sayang, besok mama dan papa Tian akan ke Jakarta melihat keadaan kakek kamu.” “iya ma, aku juga kangen sama mama dan papa Tian.” “iya sayang, kamu juga istirahata ya walau sedang menjaga kakek.” “iya ma.” Ryoichi meletakkan ponselnya di meja yang tak jauh dari ranjang yang ia tempati, ia kembali membaringkan tubuhnya dan memejamkan matanya. Keesokan harinya ia terbangun dengan tubuh segar, ia melihat kakeknya masih tertidur. Ryoichi kemudian bangkit dan menuju kamat mandi, ia tak membawa pakaian ganti hingga selesai mandi ia tetap memakai pakaiannya kemarin. Ia berniat absen hari ini untuk menjaga kakeknya. Ryoichi keluar dengan wajah masih basah, bersamaan dengan dokter Nagata membuka matanya. “kakek sudah bangun?” tanya Ryoichi dengan wajah senang berjalan menuju brankar dimana kakeknya berbaring. “kenapa kakek kamu bawa kesini? Kamu kan tahu kakek tidak suka dirawat di rumah sakit?” “Oichi tahu kek, tapi Oichi terpaksa melakukan ini, Oichi takut terjadi sesuatu sama kakek jika hanya dirawat di rumah, peralatan disini lebih lengkap kek.” “kamu bisa saja menjawab ucapan kakek, sama seperti Auryn.”   “aku kan memang anak mama kakek.” “ada yang menyebut nama mama?” pintu ruang rawat terbuka dan menampakkan Auryn, Tian dan Michella. “mama… papa… Chella…” sapa Ryoichi berdiri dan memeluk keluarganya bergantian. Tian, Auryn dan Michella mendekati dokter Nagata dan mencium punggung tangan beliau dan mencium punggung tangannya tanda hormat. “bagaimana kondisi papa?” tanya Auryn. “papa sudah baik baik saja,” jawab dokter Nagata tersenyum senang melihat Auryn, Tian dan Michella ada disini. “papa senang kalian datang, papa rindu kalian.” “Chella juga rindu sama kakek,” celoteh Michella, adik Ryoichi. “kuliah kamu bagaimana Chella?” “baik kek, sudah semester akhir dan skripsi.” “calon psikolog nih,” goda Ryoichi mengacak rambut Michella. “apaan sih kak Oichi, kan jadi berantakan rambut Chella,” gerutu Michella. “kalian kalau udah bertemu, mirip tikus dan kucing ah, Oichi jangan ganggu adiknya,” lerai papa Tian. “kan aku jarang bertemu Chella pa, masa diganggu begitu saja marah.” Auryn dan Tian menggelengkan kepala melihat Ryoichi yang menggoda dan mengganggu Michella, walau begitu mereka saling menyayangi. Michella dan Ryoichi duduk di sofa berbicara serius sedangkan Tian dan Auryn masih duduk di dekat brankar yang ditempati dokter Nagata. “papa jangan terlalu lelah dan banyak pikiran, apa yang papa pikirkan?” tanya Tian pada dokter Nagata yang sudah ia anggap ayahnya itu. “tidak ada Tian, hanya merindukan kalian saja, papa kesepian.” Tian dan Auryn saling pandang, mereka tahu dokter Nagata sangat kesepian hanya tinggal berdua dengan Ryoichi, anak dan cucuknya juga memiliki kesibukan masing masing. “ya sudah kalau begitu, seminggu ini Auryn dan Tian akan menemani papa, bagaiaman?” “benarkah? Kalian serius?” “tentu saja pa, yak an sayang?” tanya Auryn pada Tian. “tentu saja sayang.” “benar papa dan mama akan tinggal di Jakarta selama seminggu?” tanya Ryoichi dengan wajah senang. “untuk menemani kakek bukan menemani kakak,” jawab Michella meleletkan lidah. “enak aja, tentu untuk kakak juga, sana kamu pulang ke Malang sendiri.” “orang aku libur semester wek… jadi aku ikut mama dan papa tinggal sama kakek lah, boleh kan kek?” “tentu saja Chella sayang, kakek senang kalau kalian mau tinggal di rumah kakek, bukan untuk seminggu, selamanya juga tidak apa apa.” Mereka semua terdiam, mereka bisa merasakan betapa berharapnya dokter Nagata untuk mereka bisa tinggal di rumahnya selamanya. Lynagabrielangga.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD