BAB 2 HARI PERTAMA

1243 Words
"Aku tidak yakin bisa mencarikan perawat lagi untukmu jika kau sendiri yang terus mengusirnya." "Aku tidak butuh siapapun! " tegas Eric dengan nada agak kasar. Tiap kali Mr. Hardy hanya bisa coba bersabar untuk menghadapi sikap dingin putranya. "Hanya dia yang bisa kudapatkan dan kuharap kau tidak menyinggungnya," Mr.Hardy diam sejenak," karena dia bisu." "Jadi sekarang kau mau mengumpulkanku dengan penyandang cacat juga!" sinis Eric menanggapi penjelasan orang tuanya. Sepertinya kali ini Eric benar-benar tersinggung, kepalan tangannya bergetar karena tiba-tiba ingin memukul apapun yang ada di hadapannya. Eric merasa semakin seperti orang tak berguna yang memang selayaknya harus dikumpulkan dengan orang-orang cacat. "Dia sangat membutuhkan pekerjaan dan tidak ada yang mau menerimanya," bujuk Mr. Hardy untuk melunakkan hati putranya. Eric memilih diam tidak mengatakan apa-apa bahkan sampai cukup lama. Baru kemudian Mr. Hardy kembali bicara, "Kupikir kita bisa memberinya pekerjaan. " Eric masih tak bergeming meskipun Mr. Hardy terus coba membujuknya. Sifat keras kepala Eric memang luar biasa menguras kesabaran, putranya itu jadi semakin pemarah dan sulit di ajak bicara. "Siapa namanya?"tanya Eric tiba-tiba setelah diam cukup lam dan membuat orang tuanya menunggu dalam ketegangan. Mr. Hardy masih setengah tak percaya jika putranya mau peduli perkara nama. "Jika dia bisu bagaiman aku bisa tahu siapa namanya jika kau tidak memberitahuku." Meski Eric tidak pernah menghargai usahanya atau pun sekedar menghargainya sebagai orang tua, tapi Mr. Hardy cukup lega jika itu berarti putranya setuju. "Lola, namanya Lola," katanya asal karena sangking senangnya, padahal dia juga lupa menanyakan nama gadis itu kemarin. Mr. Hardy buru-buru keluar dari ruangan putranya dan langsung berjalan menghampiri Emy yang sudah duduk menunggu cemas di sofa ruang tengah. "Maaf aku mengatakan pada putraku jika namamu Lola. " "Jadi sekarang aku gadis bisu bernama Lola?" tanya Emy dengan luar biasa, dia hanya heran bagaimana orang kaya bisa seenaknya. "Aku lupa belum bertanya siapa namamu, " terang Mr. Hardy, namun kelihatannya juga tidak ada penyesalan sama sekali setelah merubah nama anak orang dan menjadikanya bisu. "Namaku Emilia, Anda bisa memanggilku, Emy, " kata gadis itu dengan sedikit sarkas karena merasa disepelekan oleh orang kaya yang sayangnya sudah membayarnya mahal. "Ada dua kamar tamu, kau bisa pilih yang mana saja," kata Mr. Hardy setelah melihat koper Emy yang masih dia sandarkan di dekat sofa. "Terimakasih, " kata Emy sembari mengangguk hormat meski dalam hati dia masih agak kesal jika tidak ingat dia melakukan ini semua demi tiga puluh juta. "Baiklah, temui putraku, dan semoga kau berhasil." Emy masih menoleh punggung Mr. Hardy ketika pria itu berjalan pergi meninggalkannya sendiri. Melihat Mr. Hardy yang sepertinya juga hanya ingin buru-buru kabur dari putranya, Emy jadi mulai parno membayangkan semengerikan apa pekerjaanya kali ini. Sebenarnya Emy sudah biasa bekerja dengan para supir truk yang biasa bicara kasar, sepertinya kalau cuma makian dia akan tahan. Dan demi tiga puluh juta, mungkin juga tidak apa-apa dia digigit satu atau dua kali 'asal tidak menularkan rabies' ingat Emy untuk memberi semangat dirinya sendiri. Dengan langkah mantap Emy berjalan menuju pintu besar di mana tadi Mr. Hardy juga keluar dengan wajah pucat setelah menemui putranya. Emy mendorong pintu geser itu perlahan setelah mengetuk dua kali dan di persilahkan masuk. Eric sedang duduk di sofa dekat jendela yang tirainya sudah di buka lebar, dia terlihat sedang memijit-mijit pangkal hidungnya yang mungkin sedang nyeri. Pria itu memang langsung menoleh begitu menyadari kehadiran Emy. Emy masih terkejut ketika sadar jika pria yang akan diurusnya itu ternyata memang bukan anak-anak. Putra Mr. Hardy adalah seorang pria dewasa dan tampan, bahkan sangat tampan meski menurut catatan orang tuanya masih suka rewel. Emy malah jadi bengong seperti orang bodoh yang hanya berdiri di tengah pintu, untung pria tampan itu tidak akan bisa melihat kenorakannya, karena kalau tidak pasti Emy sudah malu luar biasa. Emy coba kembali mengetuk pintu dua kali karena ternyata orang bisu tidak bisa menyapa. "Lola, apa itu kau? " Emy kembali kaget, sepertinya telinganya belum biasa saat namanya tiba-tiba jadi Lola. Dia juga bingung harus menjawab apa, karena baru terpikirkan sekarang 'bagaimana mereka harus berkomunikasi jika begini?' Si Buta dan si Bisu benar-benar bukan kombinasi yang tepat untuk disatukan. Jelas Eric tidak akan pernah tahu jika Emy mengangguk, menggeleng atau mengunakan isyarat tangan apapun. Emy diam cukup lama karena belum juga menemukan jalan keluar. "Aku lupa kau tidak bisa bicara, " Eric kembali bicara lebih dulu, tapi tidak terdengar marah jadi Emy cukup lega. "Satu ketukan untuk tidak dan dua ketukan untuk, ya, " kata Eric. Baru-buru Emy mengetuk dua kali yang artinya setuju. "Tutup tirainya kepalaku pening, " keluh Eric sudah kembali memijit pangkal hidungnya. Emy tidak tahu kenapa Eric terlihat kesakitan, tapi sepertinya Eric agak terganggu dengan cahaya. Emy memang belum sempat mempelajari semua buku jurnal yang diberikan Mr. Hardy kemarin. Emy segera berjalan untuk menutup tirai, kemudian kembali berdiri diam karena berulang kali kembali bingung dan tidak tahu harus mengerjakan apa lagi sebagai salah orang pengasuh yang bisu. Sebab Emy tidak bisa bertanya dan Eric juga tidak bisa melihat kebingungannya. Akhirnya Emy mengetukkan kakinya tiga kali. "Apa itu?" Tanya Eric cukup sigap dan sepertinya dia juga baru sadar jika pelayan bisu malah tambah merepotkan hidupnya. Untung Eric masih ingat jika gadis bisu itu butuh pekerjaan. Karena kalau tidak Eric pasti juga tidak akan mau merepotkan dirinya sendiri seperti ini. 'Tapi tunggu dulu!' pikir Eric, 'memang dari mana dia tahun jika Lola adalah seorang gadis' meski Eric bisa mencium parfumnya yang berasa buah-buahan, bukan berarti juga nenek-nenek tidak menyukai aroma buah. "Berapa usiamu?" tanya Eric. Emy bingung dan ternyata Eric juga bingung bagaimana pelayannya itu bisa memberinya jawaban. Tidak mungkin dia harus mengetuk ubin tiga puluh atau empat puluh kali karena sangat tidak efektif. Apa lagi Eric juga harus ikut repot menghitungnya. Kemudian Eric mengulurkan telapak tangannya. "Tulis." Emy masih saja bingung dan malah diam. "Tulis di tanganku dengan jarimu!" perintah Eric mulai agak kesal karena lambatnya respon Emy. Sejujurnya Emy hanya merasa canggung jika harus memegang tangan seorang pria. Emy memang payah, tapi kali ini dia sedang tidak punya pilihan. Mustahil juga dia bisa mengurus Eric tanpa menyentuhnya. Jadi Emy memang harus segera membiasakan diri. Emy memberanikan diri menyentuh tangan Eric dengan hati-hati dan menulis angka dua puluh empat di telapak tangan pemuda itu. Emy tidak tahu seharusnya dia jujur atau bohong tentang umur, karena kemarin dia lupa bertanya pada Mr.Hardy. Sepertinya sekarang Emy menyesal karena seharusnya tadi dia bisa menulis umur yang lebih tua saja agar Eric sedikit menghormatinya. Eric hanya diam begitu sadar jika pengurusnya kali ini masih muda, karena biasnya dia diurus oleh ibu-ibu paruh baya atau orang tua yang lambat. Eric tidak tahu bagaiman ayahnya bisa menemukan wanita muda yang mau bekerja untuknya. Baru saat itu Eric ingat lagi jika dia bisu dan kesulitan mendapatkan pekerjaan. Eric tahu jika mungkin akan merepotkan mempekerjakan orang bisu, tapi ternyata dia tidak keberatan. Paling tidak wanita ini tidak akan menggosipkannya di luar jam kerja. "Kau sudah menikah?" tanya Eric tiba-tiba. Emy membuat satu ketukan. "Apa kau akan tinggal di sini?" Dua ketukan. Eric sempat diam dan entah apa yang sedang di pikirkannya sebelum kemudian kembali bicara, "Aku akan memangilmu jika memerlukan sesuatu, sekarang pergilah." Bukannya pergi Emy malah mengetuk tiga kali. "Apa artinya itu kau ingin bicara?" Dua ketukan. Eric ternyata menggulurkan telapak tangannya lagi dan sama sekali tidak terlihat keberatan. Emy menulis terimakasih. "Untuk apa?" [Pekerjaannya.] Emy pikir, jika menurut cerita Mr. Hardy, putranya itu biasanya sangat pemarah, tapi kali ini ternyata Eric cukup baik padanya. Walaupun mungkin Mr. Hardy juga benar, Eric bersimpati karena Emy bisu. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD