No Life

1476 Words
Angin meliuk-liuk, menerbangkan dedaun menguning ke sembarang arah. Menerobos tubuh mungil seorang bocah yang berjalan dengan langkah pelan. "Ayah, Ibu!" Suara Teddy begitu gemetar. Sendirian menyusuri jalanan sunyi merupakan hal yang ia sesali saat ini. Harusnya ia tak membangkang perintah sang ayah. Sehingga membuatnya terjerembab ke ambang bahaya. Kini ia tak tahu arah jalan pulang dan pada siapa ia harus bertanya. Gedung-gedung tinggi yang mengapit jalanan, semuanya tampak kosong nan usang. Lampu-lampu lalu lintas roboh tak terawat. Seperti tak ada kehidupan, kecuali pepohonan yang mulai menggugurkan daunnya. Suara bising benda plastik saling bergesekan. Disertai pura eraman kecil. Mata Teddy langsung melotot. Ia tak tahu menahu suara aneh tersebut, tetapi pikirannya langsung terbayang akan sosok Monster yang diceritakan oleh sang ayah. Tubuh anak itu memutar. Sekelebat retinanya menangkap botol dan barang-barang berbahan plastik yang mulai berceceran di balik tong besar. Tentu itu membuat anak tersebut gentar. Teddy mulai melangkahkan kakinya mundur dengan tubuh gemetar. Saat ia hendak lari, tiba-tiba sosok punggung seseorang orang mulai terlihat. Itu manusia! Teddy yakin betul akan hal itu. Namun, sedang berbuat apa dia si sana? Dengan rasa penasaran yang meronta, Teddy berinisiatif untuk melihat lebih dekat. Mungkin saja, orang di balik tong tersebut sudi membantunya menunjukkan arah jalan pulang. Teddy menguntit dengan waspada. Memandang heran ke arah lelaki kurus dengan baju compang-camping yang asyik mengorek tempat sampah, seakan mencari makanan di dalam sana. Gerakannya sangat aneh sekali. Kepalanya juga terkulai. Menggeleng-geleng seolah hendak terputus dari lehernya. "Halo!" Suara Teddy terdengar gemetar. "Bisakah kau membantuku mencari jalan pulang? Aku rasa aku tersesat. Ayah pasti cemas mencariku," sambungnya dengan nada pelan. Tak juga membuat sosok di sana memalingkan wajah. "Halo! Bisakah kau membantuku pulang?" pinta Teddy sekali lagi, dengan suara sedikit meninggi. Berhasil. Sepertinya sosok di sana mulai menghentikan aksinya. Mencoba menjejakkan punggungnya tetapi terasa susah. Suara eraman kian meninggi, dan itu membuat anak lelaki yang berdiri sepuluh langkah di belakangnya itu semakin ketakutan. Pipi pucat Teddy itu semakin pasi. Sepertinya ide buruk karena telah memanggil sosok di depan sana. Kakinya mulai melangkah mundur, lagi-lagi dengan tubuh gemetar hebat. Detik berikutnya, sebuah tangan tua membungkam mulutnya rapat-rapat. Lantas membawanya pergi sebelum sosok di sana mengetahuinya keberadaannya. *** Brak! Mobil Victor menabrak tong sampah di pinggiran jalan hingga seluruh isinya berserakan. "Hufftt… sial!" Victor memutar ban mobilnya untuk kembali fokus pada badan jalan. Menyetir diburu gempa dadakan membuatnya kehilangan arah fokus. "Teddy, di mana kau, Nak?" Victor mengambil ponselnya di dalam tas. Berinisiatif mengecek signal tetapi tetap saja tak terjangkau walau kini ia sudah berada di jalan raya. Dan ya, seharusnya jalanan yang ia pijaki dengan ban mobilnya itu merupakan jalanan paling ramai. Biasanya mobil akan berlalu lalang di sana. Namun kini semuanya sunyi. Tak ada seorang pun kecuali dirinya. "Aku harus segera mencari anakku!" Teddy kembali menyetir. Membawa mobilnya meninggalkan tempat tersebut. "Aku rasa mencari sendirian akan lebih berbahaya. Sebaiknya aku ke kantor polisi saja. Siapa tahu, ada petugas di sana yang sedang bertugas." Setelah menyusuri jalanan, akhirnya mobil Victor berhenti di sebuah kantor polisi terbesar di kota tersebut. Pria itu mulai turun dari mobil. Merasakan kesunyian yang menggetarkan jiwa. Angin terasa sejuk, padahal dedaunan mulai lenyap dari ranting pohon. Dan langit di atas sana juga mulai mendung. Entah fenomena apa yang akan melanda saat ini. Victor mengamati gedung kepolisian tersebut yang tak menunjukkan adanya kehidupan di dalamnya. Ia mulai melangkah masuk menerobos pembatas jalan. Melihat interior dalam dari dinding kaca. Tetapi tak menemukan siapa pun. Sementara pintu akses masuk juga di kunci. "Sial! Kenapa semuanya jadi begini?" Victor menggesek rambut belakangnya. Hendak berbalik arah, tetapi urung saat telinganya merangsang suara derap langkah kaki di dalam sana. "Apa ada orang di dalam?!" teriak Victor. Ia mengetuk pintu kaca berkali-kali. Tetapi tak ada respon sama sekali. Matanya itu beralih pada sebuah tongkat besi sudut bangunan. Ia bergerak mengambilnya, lantas menggunakan tongkat tersebut untuk memecahkan dinding kaca, guna menciptakan akses untuknya masuk ke dalam. Pyarr!!!! Victor mulai melangkah masuk. Menyusuri lantai kosong, dengan kedua mata memandangi interior ruangan. Sarang laba-laba terlihat memenuhi sudut-sudut ruangan. Namun bukan itu yang membuatnya terkejut, melainkan suara eraman bak binatang buas yang mulai menggetarkan dinding-dinding ruangan. Victor menatap waspada. Mencari sumber suara tersebut dengan menyongsong tongkat besi. Memijak dengan langkah pelan. Hingga tepat di bawah meja, terdapat sesuatu yang bergerak-gerak. Victor mendekat. Hendak memukul ke arah bawah meja tersebut dengan tongkatnya. Tetapi teriakan tiba-tiba terdengar dari sana. "Aarghh!" *** "Sssttt…! Jangan bersuara!" Desisan pelan seorang lelaki baya tertuju pada Teddy. Mengisyaratkan pada anak itu untuk diam, atau sosok yang suka mencari makan di sampah tadi akan mendengar. Saat ini, Teddy berjongkok di balik bangunan bersama seorang pria baya yang berpenampilan aneh. Seperti seorang gelandangan. Lelaki itu yang telah membungkam mulut Teddy dan membawanya bersembunyi. "S-siapa kau?" Teddy bertanya dengan rasa takut. "Aku…." Suara lelaki itu tercekat saat terdengar langkah kaki beserta eraman bak binatang buas. "Jangan berisik!" Ia kembali membungkam mulut dan mata anak itu. Sementara dirinya terfokus pada sesosok yang tengah berjalan di depan sana. Itu merupakan sosok yang sama yang mengais makanan di tempat sampah tadi. Sosok itu seorang lelaki. Bajunya compang camping. Terdapat cairan merah yang mengalir di lengan keriputnya. Wajahnya tampak menyeramkan. Seperti hantu-hantu dengan muka berantakan. Atau… biasa disebut sebagai zombie. Teddy menelan ludah. Ia bisa melihat penampakan zombie yang tengah berjalan di sana, dari sela-sela jemari lelaki yang kini membungkam matanya. "Apa itu?" Teddy langsung memeluk erat lelaki baya di sebelahnya. "Jangan takut. Jangan bersuara. Kita akan aman selagi dia tidak melihat kita," kata lelaki itu dengan suara berbisik. Zombie itu terus melangkah dengan kepala terkulai. Langkahnya tak beraturan. Bahkan lututnya itu seperti tak terpasang dengan benar pada persendian tulangnya. "Kita harus pergi cepat!" Lelaki baya itu kembali berbisik. Menggendong Teddy bersamanya, dan mulai mencari akses jalan yang jauh dari sosok zombie tadi. *** Sementara itu, Victor yang berada di gedung kepolisian, terkejut melihat seorang wanita yang bersembunyi di bawah kursi bersama seorang lelaki. "Kalian—" "Hustt…!" Wanita itu mendesis, memberi aba-aba pada Victor untuk diam. Seorang pria sebayanya menarik tangannya untuk menunduk. "Jangan berisik. Mereka tidak suka keramaian," kata pria itu yang langsung membuat jidat Victor mengernyit. "Mereka siapa? Dan… kenapa kalian bersembunyi di sini? Dan juga, kenapa kantor ini menjadi sepi?" Sebenarnya ada begitu banyak pertanyaan yang mengganjal di benaknya, tetapi hanya beberapa yang mampu terlontar. "Kita telah terkurung di sini. Mereka menjadi sangat buas," ucap pria tadi. "Sebaiknya kau juga sembunyi jika kau masih ingin mempertahankan nyawamu," sambung sang wanita. "Apa kalian polisi?" tanya Victor pada mereka. Kedua orang itu saling berpandangan, ragu untuk menjawab. "Sebenarnya… kami bukan polisi. Maksudnya, kami hanya bertugas sementara. Aku seorang—" suara pria itu tercekat saat melihat sosok zombie yang berada di luar sana. "Lihatlah!" Telunjuknya itu menunjuk ke arah dinding kaca tembus pandang. Victor menoleh. Matanya menjadi sebesar piring saat melihat penampakan di luar sana. Itu seperti manusia setengah setan yang ada di film-film. "Zombie? Bagaimana bisa mereka ada di sini?" tanyanya dengan mulut menganga. "Sepertinya kau sudah lama mengurung diri dalam rumah sehingga tidak mengetahui keadaan di luar. Negara kita sedang diambang kehancuran. Virus melanda di mana-mana memunculkan spesies baru, sehingga menyebabkan mereka menjadi zombie," jelas pria tadi. "A-apa?" Victor masih tak habis pikir. Kedua matanya terus terfokus pada sosok zombie di luar sana yang berjalan pincang serupa robot. "Bagaimana semua ini terjadi? Siapa yang menyebabkan hal ini terjadi?" Belum juga mendapatkan jawaban atas pertanyaannya, Victor kembali tercengang. Bukan hanya Victor, tetapi pria dan wanita tadi juga ikut terkejut kala melihat sebuah sinar terang dari atas tiba-tiba datang dan membasuh tubuh sosok zombie di sana. Bagai sebuah laser panas, sinar tersebut menyengat tubuh zombie hingga tubuh kering itu mulai terbakar menjadi abu dan tertarik ke atas bersamaan dengan hilangnya sinar tersebut. "Apa itu tadi? Bisa kalian jelaskan padaku?" tanya Victor semakin penasaran. Ia tak pernah menyangka, mengurung diri selama bertahun-tahun dan begitu keluar, dia mendapatkan pemandangan yang di luar nalar. "Kami juga tidak tahu… tapi itu semacam…" "Apakah itu UFO?" sahut Victor yang melihat sekilas sebuah benda terbang menyerupai piring besar. "UFO?" Sang pria dan wanita tadi bertanya serempak. "Apa tidak cukup zombie menyerang kita sehingga harus datang lagi makhluk luar angkasa?" desis pria itu. "Gawat!" Kini Victor mulai mendirikan tubuh. "Aku harus segera pergi. Aku harus mencari Teddy." "Jangan!" Wanita itu menghentikan tangan Victor. "Di luar sangat berbahaya!" Garis mata Victor menjadi tegas. "Justru itu yang aku takutkan. Anakku yang baru enam tahun sedang berkeliaran di sana. Aku harus segera pergi!" "Tunggu. Setidaknya biarkan para zombie itu pergi, baru kau bisa pergi!" Sang pria ikut menahan. "Ah, tidak peduli. Lagi pula, bukankah di sini hanya ada kalian berdua?" "Kalau hanya ada kami, tidak mungkin kami sampai sembunyi di bawah meja seperti ini!" timpal sang wanita. "M-maksudmu?" Tenggorokan Victor mendadak kering. Apalagi saat matanya itu menangkap sosok zombie yang kini berdiri di ambang pintu, dan tengah menatap dirinya. "Celaka!!!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD