Dapat Uang

1711 Words
Jadi siswa kita diwajibkan untuk selalu menuntut ilmu. -Rama- "Berani berapa lo?" ejek seorang cowok yang sedang menyandarkan tubuhnya di dinding toilet sembari mengunyah permen karet. "Seratus ribu. Entar gue kasih," balas si lawan bicara sembari menoleh ke kanan ke kiri, mengecek keadaan sekitar. Takut ketahuan guru. Sedangkan tangannya, menimang sebuah botol kaca. "Yah, seratus ribu baru mikir doang, itu mah. Tambah lagi," tukas cowok si pengunyah permen karet terdengar santai. "Lo pikir cari uang seratus ribu gampang, hah?!" "Buat gue mah gampang," si cowok pengunyah permen karet mengeluarkan smriknya. "Ya udah kalau lo nggak mau. Gue pergi aja." Si lawan bicara teringat dengan siapa sebenarnya si cowok pengunyah permen karet itu. Dan si cowok pengunyah permen karet tak ambil pusing, balik badan berjalan meninggalkan toilet. Mengabaikan si lawan bicara yang mulai terbakar emosi. "Okey, dua ratus ribu. Gimana?" si lawan bicara mencoba meredam emosinya agar rencananya tetap berhasil. "Kalau segitu, itu file belom nyampek di elo. Masih nyangkut di gue." Brak! Seketika si lawan bicara melempar botol minuman ke sembarang arah, karena kesabarannya saat ini sangat diuji. Dan si cowok penguyah permen malah menikmati emosi dari si lawan bicara. "Lo mau berapa, Rama! Gue bayar berapapun, asalkan itu file sampai di gue." Si cowok yang dipanggil dengan sebutan Rama terkekeh senang. Berjalan mendekati si lawan bicara. "Nah gini kan baru mantap. Gue mau tiga ratus ribu. Sekarang juga, Sad. Atau nggak sama sekali." "Okey okey, fine," si lawan bicara segera mengeluarkan beberapa uang merah sebanyak tiga lembar dari dalam dompet kulitnya, kemudian menyerahkan ke cowok si pengunyah permen karet, Rama. "Nih." Rama menerima uang tersebut dengan hati senang. Menghitung lagi uang yang kini sudah berada ditangannya. Melirik ke arah lawan bicara, terkekeh saat menyadari raut gelisahnya. "Kasihan gue sama lo. Cuma ulangan aja lo sampai segini gelisahnya. Ckckck, Sadewa, Sadewa," hina Rama menepuk pundak Sadewa berkali-kali kemudian berjalan pergi. "Woy, lo mau pergi kemana, Ram?" panggil Sadewa saat melihat Rama malah berjalan meninggalkan dirinya. "Gue? Mau balik ke kelas lah," sahut Rama santai. "File yang gue minta woy!" "Dasar emang bangs*t," gumam Rama jengkel. Rama langsung membalikkan tubuhnya ke arah Sadewa. "Entar gue kasih. Sekarang gue mau balik kelas dulu!" "Pokoknya, jam ke lima, itu file udah sampai ke gue!" Sadewa masih meneriaki Rama. Rama hanya mengangkat jempolnya ke udara. Kemudian membalikan tubuhnya, berjalan ke arah kelasnya sendiri. Membuat Sadewa berdecih kesal. "Untung temen," cibir Sadewa sembari mengelus d**a, sabar. Dilain tempat, di sebuah kelas yang sangat ramai, karena tak ada guru yang mengajar. Ada seorang cowok yang sedang melampai ke arah Rama. Rama pun segera masuk ke dalam kelas tersebut. "Woy, Rama. Darimana aja lo?" sapa seorang cowok yang memiliki kulit sedikit coklat yang sedang duduk sembari memakan snacknya. Namanya Puntadewa. Panggilannya Dewa. "Biasalah, Wa. Bisnis," balas Rama sembari menaik turunkan alisnya. Kemudian mendudukan dirinya di salah satu meja di dekatnya Dewa. "Dapet berapa?" sela seorang cowok lagi. Kali ini si cowok berkulit putih sedang menulis sesuatu di buku tulisnya. Yang ini namanya Nakula. "Tiga. Lumayan sih, buat nyebat. Ada yang mau ikut?" "Geratis nggak nih?" tanya Dewa. Pasalnya Dewa suka yang namanya geratisan. "Oh pastinya. Gue jamin geratis seratus persen. Tanpa dipungut biaya sepersen pun," ujar Rama dengan bangga. "Tapi, ada makanan nggak nih?" tanya si Dewa lagi kemudian melanjutkan acara makan snacknya. "Yoi." Kedua mata hitam milik Dewa berbinar. "Kalau gini, gue pasti join bos." Seperti biasa Dewa maju paling depan kalau soal geratisan apalagi makanan. "Kalau lo, Na?" "Ogah," balas Nakula yang masih fokus mencatat materi. "Hidup lo datar amat bang, sedatar ekspresi lo. Sekali-kali lah nyoba nyebat. Biar hidup ada enaknya," ucap Dewa sembari duduk diatas mejanya Nakula. Nakula mengangguk-anggukan kepalanya, sedangkan tangannya masih menulis di atas buku. Kemudian Nakula menghentikan kegiatannya dan membalikkan buku tulisnya sendiri ke hadapan kedua temannya. Menuding sebuah nama. "Baca!" "Nakula Samudra Setyaka," kompak Rama dan Dewa. Nakula meletakkan bukunya kembali, kemudian dia memijat dagunya seperti orang yang sedang berpikir keras. Rama yang tak tahu ada apa dengan Nakula, akhirnya bertanya. "Lo ngapain sih Na?" "Mata lo pada sehat?" "Sehat walafiat," kompak Rama dan Dewa, lagi. "Oh, berarti otak lo pada yang nggak sehat," kata Nakula singkat. Rama mengernyit, "Maksutnya?" "Lo berdua tahu kan, dibungkus rokok ada tulisannya apa? Udah tahu ada tulisannya merokok membunuhmu, masih aja mau ngerokok. Kalau mau cepet mati nggak gitu caranya, buang-buang duwit aja. Mending langsung pasang bom bunuh diri tuh dibadan kalian. Sekali meledak hancur tuh badan." Seperti biasa Nakula akan menasehati kedua teman laknatnya. Tak pernah bosan Nakula mewanti-wanti Rama dan juga Dewa, untuk selalu hidup dengan cara yang sehat. Misalnya seperti ini, menasehati temannya agar tidak merokok. Memang hal sepele, tapi besar manfaatnya. Dan memang benar, diantara bertiga, hanya Nakula yang tidak pernah merokok. Sedari kecil, Nakula hidup dengan sehat. Kedua orang tuanya, selalu melarang Nakula, agar tidak mendekati pola hidup bebas. Tapi, yang namanya teman tidak ada akhlak, ada saja godaanya. Rama memutar kedua matanya malas kemudian meninggalkan kedua temannya. Melewati sebuah meja yang sedang diduduki seorang cewek. Cewek itu sedang tidur dengan meletakkan kepalanya diatas meja. Rama berdeham, "Habis manis, pacar dibuang." Seketika kedua kelopak mata yang tertutup itu segera terbuka. Langsung menyajikan sorotan mata yang tajam ke arah Rama. Rama hanya terkekeh melihatnya. "Bilang apa lo?!" sentak si cewek emosi. "Nggak, gue nggak bilang apa-apa," sahut Rama yang sudah berdiri di dekat meja pojok paling belakang. "Dasar cowok mental bregedel, kalo berani sini ngomong didepan gue!" Masih saja, si cewek menyorot tajam. "Lah kok ngamok?" canda Rama. "Cewek lain mah, kalo patah hati bakalan jadi sadgirl, kok lo malah jadi bang-s*dgirl?" Si cewek tak menanggapi, dengan segera dia pergi menjauh dari hadapannya Rama. Lebih baik menghilang, daripada meladeni Rama yang menyebalkan. Rama segera duduk dibangku pojok belakang. Mengeluarkan sebungkus permen karet lalu mengunyahnya. Kemudian mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana. Mulai menjalankan aksinya. Kegiatannya yang bisa disebut dengan hobi, kini berganti menjadi sebuah bisnis bagi Rama. Hobinya ini tak semua orang bisa melakukannya. Harus belajar dengan teliti dan cermat agar paham dengan bahasa pemograman, sistem, dan jaringan. Apalagi harus pintar membuat sebuah firewall, yang berguna untuk menghapus jejak aksi peretasannya. Jika kalian berpikir Rama adalah seorang Hacker, maka kalian benar. Rama memang seorang hacker. Dia mulai mengenal dengan dunia digital sejak umurnya tujuh tahun. Dan sampai sekarang, Rama sangat menyukai hobinya. Orang tuanya tak ada yang tahu, jika Rama adalah seorang hacker. Rama belajar secara otodidak, melalui internet. Kini Rama sedang meretas sebuah sistem komputer disekolahnya. Rama menyusup secara ilegal untuk masuk di jaringan komputer. Rama melakukan attacking untuk mendapatkan file yang di butuhkan. Dan filenya adalah kunci jawaban ulangan harian yang nanti akan digunakan sebagai bahan uji kemampuan siswa. Dan tadi Sadewa menyuruh Rama untuk meretas kunci jawaban dari salah seorang guru. Bisnisnya ini Rama jalankan baru beberapa bulan. Sekitaran dua bulanan, itupun Rama lakukan atas kemauannya sendiri. Jika Rama sedang dalam mode tidak mood, Rama tak akan mau meretas sistem ataupun jaringan apapun. Bukan berarti Rama tak bisa, hanya tidak ingin saja. Sepuluh menit pun berlalu, Rama sudah hampir menyelesaikan tugasnya. Dan kini, Rama sedang meng-coppy filenya ke dalam ponsel putihnya. "Selesai juga," ujar Rama terlihat lelah yang masih mengunyah permen karetnya. "Ck nyusahin gue aja, dasar anoman," gerutu Rama setelah selesai mencuri kunci jawaban. Drrt! Tiba-tiba ponselnya bergetar. Menampilkan pop up dari nomor seorang cowok yang dikenalnya. Dia Sadewa, cowok yang tadi menyuruh Rama untuk mencuri kunci jawaban untuknya. "Halo," sapa Rama malas. "Mana filenya. Lo nggak ingkarkan. Awas aja sampai lo kibulin gue," sembur Sadewa diujung telepon. "Banyak cakap lo anoman," seru Rama kesal. "Gue baru selesai woy, lo langsung nelpon gue aja. Bentar gue kirim ke elo dulu." Rama menjauhkan ponselnya dari telinga. Mencari file pesanan Sadewa dalam bentuk soft coppy. Setelah ketemu, Rama segera mengirim file itu ke Sadewa. "Udah woy. Dah gue kirim lewat WA," kata Rama setelah menempelkan ponselnya kembali. Tak ada balasan dari lawan bicara. Hingga tak lama kemudian, ada suara orang yang berteriak yang sangat memekakkan telinga milik Rama. "Thanks, ya Ram. Lo emang the best!" teriak Sadewa, saking senangnya. Rama menjauhkan ponselnya dari telinga. Mengusap daun telinya, setelah mendengar teriakan Sadewa diujung telepon yang sekali lagi, sangat memekakkan telinga. "Iye same-same," balas Rama malas. "Kalau lo cuma mau pesen buat retas kunci jawaban lagi, gue nggak mau. Inget itu," pesan Rama yang sudah muak dengan tingkah Sadewa yang selalu menyuruh dirinya meretas kunci jawaban. "Asiap. Buat minggu ini nggak bakal gue nyuruh lo lagi," balas Sadewa senang. "Tapi kalau minggu depan gue nggak janji hehehe." "Dasar lo anoman. Jadi monyet aja lo, percuma sekolah kalau nggak pernah belajar," sindir Rama jengkel. Sadewa melawan, "Percuma belajar, kalau yang keluar saat ulangan bukan materi yang dipelajari." Rama sangat kesal, Rama tahu jika Sadewa itu orang kaya seperti dirinya. Sadewa rela mengeluarkan uang banyak, hanya untuk menyewa dirinya. Tapi terkadang, sifat Sadewa yang pelit, membuat Rama senang menjailinya. "Ya minimal, lo paham sama materinya," kata Rama menasehati. "Eh udah dulu ya, Ram. Bu Surti udah masuk nih. Gue mau tempur dulu." Rama mencibir. Kesal dengan tingkahnya Sadewa. "Sok-sokan bilang tempur. Nilai hasil colongan aja bangga. Bangga tuh yang kaya gue. Meskipun bisa ngehack, tapi gue tetep ulangan pake kemampuan otak gue sendiri. Nggak kaya lo, yang nyontek kunci jawaban," sahut Rama. "Sekate-kate lo aja deh, Ram. Gue tutup dulu." "Gue bilang-" Tut! Tut! Tut! "Eh bagong, main matiin aja, dasar anoman." Rama melempar ponselnya ke atas meja. Kemudian dia menelungkupkan kepalanya di atas lipatan kedua tangannya. Jam ini, di kelasnya Rama sedang free, karena guru yang sedang mengajar sedang berhalangan hadir. Pikiran Rama merajalela. Entah mengapa, Rama pernah berpikiran, jika hobinya itu tak baik untuk orang lain, tapi baik untuk dirinya sendiri. Semenjak teman-temannya tahu jika Rama bisa meretas, banyak temannya yang menyuruh Rama untuk mencuri kunci jawaban. Dan terkhusus untuk murid badung di sekolah SMA Angkawa Wijaya pasti mengetahuinya. Juga pernah terbesit di pikirannya, jika sampai ketahuan aksi meretasnya, sudah seratus persen dirinya akan dijebloskan ke dalam penjara. Tapi sejauh ini, masih aman-aman saja. Karena Rama sangat teliti menutupi bekas aksinya dengan membuat sebuah program yang dinamakan firewall khusus. Dan semoga saja, akan tetap aman seperti itu. Lelah dengan pikirannya, Rama memutuskan untuk tidur sebentar. Menetralkan otaknya, dan melemaskan tubuhnya agar tak lelah. Akibat angin yang masuk melalui cendela disampingnya, membuat kedua kelopak matanya memberat. Dam kemudian Rama jatuh tertidur.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD