2. Awal Pertemuan

1260 Words
Gadis yang berpakaian seragam sekolah dari SMA yang pria di sebelahnya ketahui itu terlihat cemas dan menggigit ujung jari. Berusaha menghilangkan getaran pada tangannya. Deru nafasnya kini sudah mulai tenang saat mobil melaju santai di jalanan ibu kota.  Tangan yang bergetar sedari tadi kini sudah berhenti karena perasaannya sudah mulai lega. Saking paniknya, ia sampai lupa saat ini sedang ada dimana dan bersama siapa. Barulah saat mobil mendapatkan suara klakson dari kendaraan lain yang tengah menyalip ia pun sadar. Gadis berponi ini memperhatikan sekitar. Melirik ke arah luar lewat kaca mobil. Ia lalu melirik seorang pria yang sedang mengemudi. Tampan dan rupawan, hanya dua kata itu yang cocok untuk menggambarkan pria misterius si pengemudi mobil. Pria itu menoleh karena merasa diperhatikan. Dia menepikan mobil karena sedari tadi ingin bertanya pada gadis aneh yang langsung menaiki mobilnya tanpa permisi. Kini mobil sudah menepi di dekat sebuah halte bus. ”Anda siapa, Nona? Kenapa tiba-tiba naik mobil saya?” tanyanya yang keheranan. Tatapannya tajam dan sikapnya seketika terasa dingin. “Sa- sa- saya.” Dia gugup karena pria dewasa ini semakin mendekat. Saking dekatnya hingga embusan nafas pria itu terasa dan membuat dia semakin kehabisan kata-kata. Dalam hidupnya tidak pernah sama sekali memiliki jarak sedekat ini dengan lawan jenis. Pengemudi mobil menatap tajam mata sang gadis. “Kamu masih anak SMA?” tanyanya lagi sambil melihat rok berwarna abu. Satupun pertanyaan padahal belum sempat terjawab sama sekali.  Jemari tangan lentik meremas ujung rok. Mencoba menghilangkan rasa gugup sampai di buat kesusahan untuk menelan salivanya sendiri. Nafas pun seketika terhenti karena pemandangan yang sungguh membuat dia kaget sekaligus kagum. Tampan, pria ini benar-benar makhluk tuhan paling sempurna. "Ma- ma- maaf, Pak, eh, Om, eh … Kak. Duh … panggilnya apa yah?" Dia menggaruk tengkuk yang sama sekali tidak terasa gatal. "Maaf-maaf. Naik mobil orang tanpa permisi!" Pria itu memalingkan wajah dan menjauh. Membuat gadis ini bisa bernafas lagi. "Tadi saya dalam …."  Perkataan gadis ini terhenti karena suara dering ponsel pintar berwarna hitam nan elegan milik pria yang mengenakan setelan jas itu memotong penjelasannya.  Sebuah panggilan dari sahabatnya lagi. "Duh … apaan, sih. Ni anak telpon-telpon lagi?" Dia tak tahan dengan kebisingan dan mengangkat panggilan itu meski orang yang menghubunginya sangat menjengkelkan. "Apaan si, Lu telponin gue mulu?" tanyanya dengan nada emosi. Kenapa juga pria ini sampai menghubunginya dua kali. Tadi saat di rumah dan sekarang saat di jalan. Bahkan istrinya sendiri saja jarang sekali menghubungi dia. "Eiittss jangan emosi, Bro. Kalem ngapa. Gue bawa kabar bae!" Ia lalu terkekeh. Sebagai sahabat yang baik, ingin rasanya membantu dari hal paling terkecil. "Kabar apaan? Lo ga tau, gue masih dijalan mau ngantor." Dia semakin emosi, tak mau banyak basa basi. Waktu sangat berharga untuknya. "La … ngapa kaga nyampe-nyampe?" tanya pria di telepon yang belum juga menyampaikan tujuannya. Ia ingin lebih lama lagi berbincang dengan sahabatnya. "Lu malah nanya lagi aja. Jawab dulu pertanyaan gue!" Dia sudah sangat kesal. Mood pagi ini hancur. Benar-benar hancur. Semua karena tiga hal. Pertama karena hasrat yang membara seketika kecewa karena tidak di tuntaskan. Kedua karena kesiangan. Yang terakhir karena sahabatnya menghubungi dia sampai dua kali ketika dia dalam keadaan terburu-buru. "Maaf, Bro. Gue kasi hadiah lo sugar baby, deh. Temennya sugar baby gue! Mayan buat bangunin utun lo yang kelamaan beku atau tidur, lalu buat bikin hari-hari lo kaga garing kek kue kering. Mending kalo enak dan manis kek kue. Ini pait, Bro. Kasian gue ama Lu. Bisa-bisa utunnya kaga bangun lagi." Lagi-lagi dia mengejek sahabatnya tapi juga memberikan suatu hadiah gila. "Hah … sugar baby? Apa-apaan, sih, lo?" teriaknya yang membuat gadis manis tengah menguping pembicaraan itu seketiak kaget. "Lo ngejek gue lagi!" kesalnya yang ingin segera mengakhiri panggilan telepon ini. "Gue, ama sugar baby? Ya kali! Bodynya hot kek gitar spanyol kaga? Orang masih unyu-unyu gitu paling body lempeng, sanggahnya yang tidak setuju dengan sang sahabat yang memiliki sugar baby. "Manis-manis kaya gulali. Cobain, deh. Ada juga kok yang punya body aduhay," jelasnya yang memang sedang berbunga-bunga bersama seorang sugar baby. "Hmmm …." Gadis yang memakai ransel berwarna hitam kini sedikit panik. Dia mendengar kata Sugar Baby. Pikirannya berputar, apakah pria yang ada di sebelahnya ini adalah pria m***m. Sungguh bertemu dengan pria berumur dan memiliki otak m***m sering ia temui. Dadanya semakin bergemuruh saat mendengar obrolan mereka membahas tentang body badan perempuan. Ia memperhatikan tubuhnya yang memang bak gitar spanyol. Rok di atas lutut sedikit dia turunkan ke bawah agar tidak di pandang pria yang sibuk menelepon. 'Apa pria ini pria m***m?' Ia mulai ketakutan.  'Kenapa membahas sugar baby? Sugar baby itu apa?' Ia mengingat-ingat istilah itu. Pikirannya menangkap sebuah memori. Mengingat pembicaraan beberapa hari yang lalu di kelasnya, membicarakan seorang gadis yang terciduk di mall sedang di tampar oleh wanita paruh baya karena menjadi sugar baby suaminya.  Gadis ini pun mengingat apa itu arti sugar baby. Jadi arti dari sugar baby ini adalah gadis simpanan om-om. 'Aku harus segera pergi, selagi pria yang satu ini tengah sibuk berbicara pada seseorang di balik telepon,' gumamnya dalam hati. 'Aku lagi-lagi dalam bahaya!' gumamnya lagi. Hanya dalam hati ia bisa berbicara. Dia mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakan hari ini. Masa semua penderitaan ini harus terus berlanjut. Kaki yang tidak mengenakan sepatu untuk sekolah itu, pun, hanya di alasi sebuah sandal. Dia hanya membawa bekal seragam sekolah saja. Tidak membawa serta buku dan sepatu. Kini ia harus pergi tanpa basa basi. Daripada mendapatkan masalah. Masalah dari pria pemilik mobil yang ternyata m***m atau seorang penjahat. Bisa-bisa dia dijadikan sugar baby atau di perkosa. Aih … pikiran negatif menguasai otaknya. Tapi biar bagaimanapun ia harus melindungi diri. Masa iya berlama-lama di dalam mobil seorang pria yang sama sekali tidak ia kenal. Dalam beberapa menit. Penilaiannya pada pria yang bertubuh proporsional ini adalah sosok pria dingin, emosian dan memiliki tatapan tajam. Ya … meski berwajah tampan, orang jahat zaman sekarang tidak mengenal tampang bukan? Dia hirup udara dalam-dalam. Segera mengambil ancang-ancang untuk kabur. Tas sudah terpasang di punggung. Sendal sudah ia jepit dengan jari kakinya agar tidak copot. 'Ayo, Jes. Kamu pasti bisa kabur dari orang ini. Seperti kamu bisa kabur dari orang yang mengejarmu tadi!' gumam dia dalam hati, menyemangati diri sendiri. Ets … tapi berkat naik mobil ini dia jadi selamat dari sebuah kejaran. Lalu, apakah mengucapkan terima kasih dulu dan langsung pergi? Ah … sama saja bohong. Yang ada mobil bisa di kunci dan dia tidak bisa melarikan diri. Obrolan mereka semakin terdengar porno dan membahas kepuasan jasmani pria. Gadis ini semakin ketakutan. Kakinya bergemetar hingga harus di pegangi agar berhenti. Bagaimana bisa berlari dan kabur jika kakinya malah gemetaran. Pandangannya tertuju pada bangunan berwarna biru. Ya … itu dia halte bus. Dia berharap sebentar lagi bus akan berhenti tepat saat dia sampai di dalam halte itu. 'Selamat tinggal pria tampan!' gumamnya lagi dalam hati lalu tangannya bergerak hendak membuka gagang pintu. Ia hanya bisa bergerak cepat walau kepanikan melanda. Keluar dan menutup pintu lalu berlari ke halte bus. Beruntung sesuai perkiraan. Bus datang saat dia bersiap melangkahkan kaki untuk masuk. Dewi Fortuna sedang memihak kepadanya. Pria pemilik mobil menoleh pada sang gadis yang keluar begitu saja tanpa basa-basi. "Hey …," panggilnya yang masih menggenggam ponsel dan menempelkan pada telinganya. "Gadis tak tahu terima kasih," ujarnya yang bisa terdengar oleh sang sahabat. "Ets … gadis mana itu. Nolak di cariin sugar baby malah udah punya sendiri. Diam-diam ternyata menghanyutkan." "Eh … apa-apaan, sok tahu." Dia menekan layar agar panggilan tersebut terhenti. Ingin rasanya mengejar bus. Tapi, saat melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangan. Waktu menunjukan ia sangat-sangat terlambat. "Aish … semua menyebalkan!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD