Ada maling

2091 Words
Top Ten Club Coyote Bar malam itu terlihat berbeda dari biasanya, malam ini tempat itu khusus di sewa oleh seorang crazy rich Surabaya bernama Nando. Salah seorang pebisnis muda keturunan Tionghoa yang baru Samuel kenal untuk acara ulang tahunnya, dan alih-alih demi melancarkan semua urusan bisnis mereka Samuel turut hadir dalam acara itu. Pemuda itu terlihat keren dengan celana jeans hitam sobek-sobek di berbagai tempat, berpadu dengan sneakers berwarna senada dengan garis putih di bawahnya, sebuah kemeja kotak-kotak dengan lengan tergulung dan beberapa kancing di d**a membuatnya terlihat sangat macho. Apalagi ditunjang d**a bidangnya yang tampak berotot hasil dari olah raga rutin yang ia lakukan. Ia tidak sempat bertemu Meisya sebelum berangkat karena Meisya yang bekerja dan kebetulan mendapat sif malam. Hanya sebuah pesan singkat yang ia kirimkan. [Aku pergi, mungkin pulang malem.] Pesan singkat yang benar-benar singkat, dan balasan yang Meisya kirim pun tidak kalah singkatnya, lebih singkat malah. Hanya. [Ya.] Samuel berjalan membelah kerumunan orang yang tengah bergoyang di lantai dansa, dentuman musik keras yang memekakkan telinga, kilatan lampu warna warni yang menghiasi klub malam yang sebenarnya tidak terlalu luas hanya saja memiliki desain interior yang berkelas. Beberapa kali dirinya mendapat tarikan dari tangan nakal seorang wanita, hanya sesaat Samuel turun menggoyangkan badannya, menatap wajah wanita-wanita ber-make up tebal yang lalu membuat hatinya muak, entah kenapa kini setiap menatap wajah seorang wanita bagai ada wajah Laura yang menghalangi pandangannya. Samuel terus berjalan menuju satu set sofa panjang yang tertata melingkar, di sanalah sang pemilik pesta berada. "Hay bro! Akhirnya dateng juga, aku pikir kamu enggak jadi dateng!" sambut Nandi begitu melihat Samuel berjalan mendekat, lelaki bermata sipit itu menyambut Samuel dengan sebuah pelukan. Usianya tepat tiga puluh Eman tahun, itu yang sedang mereka rayakan malam ini. "Enggak mungkinlah aku aku enggak dateng, ini kesempatan buat mengenal lebih banyak orang lagi di sini!" jawab Samuel dengan senyum lebarnya. "Iya, iya benar jangan cuma kenal orang di Jakarta dan Singapura aja, ya! Sini aku kenalin sama semuanya." sahut Nando, ia merangkul bahu Samuel dengan akrab. "Semuanya, kenalin ini Samuel Kastara, pemilik baru Waluyo corporation cabang Surabaya! Kita beri sambutan hangat buat anggota geng baru kita!" seketika semua lelaki papan atas yang tidak jauh bertaut usia itu bertepuk tangan dan langsung menyalami Samuel dengan hangat. Samuel duduk di antara mereka menikmati malam yang jauh dari kata tenang, hingar bingar dunia gemerlap terasa begitu memacu adrenalin jiwa petualang Samuel, entah sudah berapa gelas wine yang ia tenggak hingga waktu telah banyak berganti. "Nando!" seru seorang wanita yang tampak kesulitan berjalan mendekati sofa tempat mereka berada, tubuhnya tampak terhuyung mungkin pengaruh alkohol yang telah banyak ditenggaknya. "Hay, temen-temen kamu mana?" tanya Nandi begitu wanita itu telah duduk tepat di sebelahnya, dia menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa dengan menutup wajah menggunakan kedua telapak tangan mencoba menghalau rasa pusing yang ia rasakan. "Udah, pada balik!" jawab wanita itu tentu saja setengah berteriak, agar sang petanya mendengar jawabannya. Mereka memang harus mengeluarkan tenaga ekstra hanya untuk berbincang-bincang di tempat itu. "Kamu enggak pulang bareng mereka?" tanya Nando lagi. "Enggak aku mau balik sama kamu aja!" Wanita itu menegakkan tubuhnya menyadari jika ada seorang lelaki tampan yang sedang menikmati musik sambil menggoyangkan badannya di samping Nando. Wanita itu sedikit menarik tubuh Nando agar bisa berbisik, "Siapa?" Nando menoleh dan menyadari jika kedua orang yang duduk di kanan dan kirinya belum saling berkenalan. "Oh, iya!" Nando menepuk bahu Samuel agar menoleh padanya. "Kenalin sepupuku, namanya Sarah," pekik Nando. "Sarah, ini temenku namanya Samuel." Wanita itu mengulurkan tangannya, segera Samuel menyambutnya keduanya berjabat tangan tepat di hadapan Nando yang tersenyum senang. Sarah tersenyum genit pada Samuel yang terkesan cuek, bahkan Samuel ingin segera menarik tangannya tetapi Sarah menahannya, lalu tersenyum kecut melihat cincin yang melingkari jari manisnya. "Dia udah nikah?" tanya Sarah pada Nando, Nando hanya menggedikkan bahunya. Samuel menyadari mereka berdua membicarakannya, dan menanyakan hal yang sama lewat tatapan mata. "Ini?" Samuel menunjuk cincin di jari manisnya yang ia angkat di depan wajah, Nando dan Sarah mengangguk bersamaan. "Enggak penting!" pekik Samuel. * Dita Andriyani * Meskipun sudah mendapat pesan dari Samuel kalau dia akan pulang malam tetapi tetap saja Meisya merasa khawatir karena sudah lewat tengah malam lelaki itu belum juga pulang. Berkali-kali Meisya turun dari ranjangnya dan berjalan keluar, membuka tirai jendela dan melihat apakah ada tanda-tanda kepulangan Samuel. Meisya menghela napas dalam, lalu duduk di sofa ruang tamu. "Ngapain juga aku mikirin dia, paling juga dia lagi seneng-seneng!" Pikir Meisya lalu berencana kembali tidur. "Tapi, gimana kalau sebenernya dia enggak pergi buat seneng-seneng, tapi pergi karena lagi ada masalah. Tadi, 'kan, dua sama sekali enggak bilang mau pergi ke mana!" Kini hatinya yang berbicara. "Apa aku telepon aja, ya?" Pikirannya ambil kendali. "Tapi gimana kalau dia merasa terganggu dan malah marah sama aku karena sudah mencampuri urusan pribadinya?" Hatinya tidak mau kalah menyuarakan perasaannya. Tiba-tiba terdengar sebuah suara mengejutkan dari lantai atas seperti sebuah benda terjatuh yang membuat suara menggema, Meisya yang tengah duduk dalam lamunan sampai terperanjat. "Apa itu? Jangan-jangan maling!" Meisya langsung berlari ke kamarnya dan menguncinya dari dalam, ia kembali mendengar suara yang sama saat berlari ke kamar tadi. Wanita itu sangat ketakutan, ia menyembunyikan tubuhnya di balik selimut tangannya menggapai ponsel di atas nakas bertepatan dengan suara-suara aneh yang kembali terdengar, kali ini disertai suara menggeram membuat bulu kuduknya meremang sempurna. Dengan tangan bergetar Meisya menghubungi nomor Samuel, tetapi hingga beberapa kali tidak ia dapat jawaban. Meisya yang sudah terlanjur ketakutan tidak bisa berpikir jernih hanya bisa berulang kali menghubungi Samuel, sambil menangis. Ia kembali terperanjat saat merasakan ponselnya bergetar, Samuel kembali menghubunginya mungkin lelaki itu baru tahu jika Meisya menelponnya. "Ada apa?" tanya Samuel begitu Meisya mengangkat panggilannya, wanita itu menjauhkan ponsel dari telinganya karena Samuel yang berteriak, Meisya bisa mendengar suara bising dari seberang telepon. "Kak, Kakak bisa pulang enggak?" ucap Meisya agak berbisik agar maling yang ada di lantai dua tidak bisa mendengar suaranya, begitulah pikirnya. "Halo ... Halo ... kamu ngomong apa! aku enggak denger!" tanya Samuel. Tentu saja lelaki itu tidak bisa mendengar apa-apa suara musik yang diputar oleh disc jockey lebih mendominasi pendengarannya. "Kakak, pulang!" Meisya lebih mengeraskan suaranya, tetapi tetap saja tertahan. "Aku matiin telponnya, aku enggak denger apa-apa!" Lalu Tut. Tut. Tut. Samuel benar-benar memutus panggilan, tidak habis akal Meisya memilih untuk menulis pesan. [Pulang, Kak. Aku takut kayaknya di atas ada maling!] Kedua mata Samuel terbelalak membaca pesan yang Meisya kirimkan, lalu segera memasukkan ponselnya ke dalam saku dengan terburu-buru. "Bro, aku pulang dulu, ya. Ada urusan penting banget!" Dengan terburu Samuel berpamitan pada Nando yang tampak sedang berbincang dengan seorang wanita. "Ya, ya. Bro buru-buru banget!" Ucapan Nando yang sama sekali tidak Samuel gubris karena ia sudah berlari kecil keluar dari klub malam, mengambil mobilnya yang ada di parkiran lalu melajukan mobilnya dengan cepat, karena waktu yang sudah menunjukkan pukul setengah dua dini hari tidak ada mobil lain di jalanan itu hingga Samuel bisa melakukan mobilnya dengan kecepatan maksimum. Samuel memasukkan mobilnya setelah membuka pagar rumah setinggi satu meter tanpa sempat menutupnya lagi, ia segera mengeluarkan kunci rumah dari sakunya lalu menguncinya lagi agar maling yang berada di dalam rumah tidak bisa keluar dengan leluasa. Ia menyalakan lampu rumahnya agar bisa melihat dengan mudah, rumah masih tampak rapi tidak seperti rumah yang baru saja di satroni maling. Samuel mengetuk pintu kamar Meisya yang tertutup rapat. "Sya, buka pintunya!" Meisya yang mendengar suara Samuel menghela napas lega, semua ketakutannya sirna begitu saja, ia menyingkap selimut lalu langsung berlari kecil dan membukakan pintu. "Malingnya mana, Kak?" tanya Meisya begitu menyembulkan kepalanya dari balik daun pintu dan menoleh ke kanan dan ke kiri. "Harusnya aku yang tanya sama kamu, mana malingnya?" ujar Samuel datar, Meisya mengibaskan tangannya di depan wajah menghalau bau mulut Samuel yang menyengat. "Kakak mabuk?" gumam Meisya. "Cuma minum, enggak mabuk!" sangkal Samuel, "mana malingnya?" "Di atas, Kak, tadi ada suara-suara aneh, sama barang-barang jatuh gitu!" jawab Meisya. Sambil bergidik ngeri. "Ayo kita liat!" ajak Samuel. Meisya menggeleng cepat, "Kakak aja, deh!" "Kamu ini! Kalau aku mati kamu mau tetap hidup sendiri, gitu!" geram Samuel membuat Meisya takut, akhirnya mau tidak mau Meisya mengikuti langkah suaminya. Mereka berjalan mengendap-endap sebelumnya Samuel mengambil sebuah roller cake yang ada di dapur, "lumayan buat senjata." Meisya berpegangan pada ujung kemeja bagian belakang Samuel dan keduanya berjalan mengendap-endap menaiki anak tangga. Tidak ada siapapun di ruang tengah, hanya saja tempat itu sedikit berantakan vas bunga yang semula bertengger di meja berserakan di lantai, kandang Mimi juga ambruk, mungkin itu yang tadi menyebabkan suara bising yang mengejutkan Meisya. Samuel membuka pintu kamarnya dan masih rapi seperti semula, beralih ke ruang kerja yang juga pintunya masih tertutup rapat. Meisya masih tetap berada di belakang Samuel sambil memegang kemejanya, Samuel tetap siaga dengan roller cake di tangan kanannya. Pintu ruang kerja Samuel buka dengan cepat, dan semuanya masih utuh dan rapi, tidak ada yang hilang, laptop nya juga masih ada di tempatnya. Tidak ada sesuatu yang hilang, lalu apa yang maling itu ambil? Rrrrraaaawwww ... Rrrrraaaawwww ... rrrrraaaawwww .... "Aaahhh!" Meisya terpekik lalu spontan memeluk Samuel dari belakang, saat tiba-tiba ada dua ekor kucing keluar dari kolong sofa yang berbeda, suara Mimi yang heboh ketakutan di dalam kandangnya yang terbuat dari besi semakin mendramatisir keadaan. Raarrwww ... rrraaawwww ... rrrraaawww .... Kedua ekor kucing itu tiba-tiba saling tindih dan menyelesaikan hasrat biologis-nya tepat di hadapan Meisya dan Samuel. "Lepasin! Kamu mau kayak mereka juga!" seru Samuel sambil menggeliatkan badannya, Meisya yang tersadar masih memeluknya langsung melepaskan pelukannya. Samuel segera berjalan mengusir kedua kucing itu lalu menutup pintu balkon yang sepertinya memang lupa di tutup nya sebelum pergi tadi. "Jadi? Cuma karena kucing kawin kamu manggil aku pulang?" Samuel menatap Meisya yang masih berdiri mematung sambil mengatur napasnya. "Kalau aku tau itu cuma kucing kawin aku enggak akan manggil Kakak, lain kali kalau mau pergi jangan lupa nutup pintu," jawab Meisya lalu berjalan menuju tangga. "Maaf udah ganggu waktu bersenang-senang Kakak," ucap Meisya lirih sebelum menuruni anak tangga. "Hhhh ... ada-ada aja! Kasian kamu Mimi, kamu pasti ketakutan, ya, gara-gara kucing ena-ena. Jangan, 'kan, kamu, Meisya juga ketakutan!" gumam Samuel sambil merapikan kandang Mimi, hewan kesayangannya. "Eh, apa aku keterlaluan ya sama Meisya? Udahlah biarin aja, besok juga lupa!" . Entah kenapa ada air yang jatuh diujung matanya, meleleh melewati hidung mancungnya lalu Meisya membenamkan wajah cantiknya di atas bantal. "Kenapa kamu harus nangis, Sya? Bukankah hidup kamu memang harus seperti ini? Bukankah kamu sendiri yang bilang kalau wanita kotor seperti kamu tidak pantas bahagia? wanita kotor seperti kamu tidak pantas mengharapkan diperlakukan baik oleh orang lain, Sya! Apa yang kamu harapkan dari pernikahan ini? Dicintai? Dianggap istri? Itu enggak akan pernah terjadi, Sya, jangan pernah berharap, jangan pernah mengharapkan apapun karena kamu memang tidak pantas mendapatkannya, Sya. Kamu jangan pernah mengharapkan pernikahan kamu ini bisa berjalan seperti pernikahan lainnya, Sya. Kamu harus selalu sadar jika ini hanyalah pernikahan palsu." Kata itu yang selalu Meisya bisikkan pada dirinya sendiri hingga kesedihan tidak pernah singgah lama dalam hatinya. * Dita Andriyani * "Non Meisya, kok matanya sembab gitu, kenapa? Non Meisya nangis?" tanya Mbak Tri yang sedang menyiapkan sarapan begitu melihat Meisya keluar dari kamarnya. "Enggak kok, Mbak, aku cuma enggak bisa tidur semalem gara-gara ada kucing kawin masuk rumah!" jawab Meisya. Mbak Tri terkekeh mendengar jawaban Meisya, "kok bisa, Non?" "Enggak tau, deh, Mbak. Kayaknya masuk lewat pintu balkon yang Kak Samuel lupa nutup," jawab Meisya sebelum meminum s**u hangatnya. "Oh, berarti kucingnya naik ke pohon mangga itu, Non," sambung Mbak Tri sambil menunjuk sebuah pohon mangga besar yang ada di belakang rumah itu. "Iya, bisa jadi. Aku takut banget tau, Mbak. aku kira maling, aku sampe manggil Kak Samuel yang lagi di luar," ujar Meisya. Hanya dengan Mbak Tri dia bisa bertukar kisah di rumah itu, beruntung ada Mbak Tri yang baik hati dan pengertian. "Iya, Non? Ada-ada aja, ya, kucingnya mau kawin ngerti cari tempat yang bagus!," Mbak Tri tergelak, "terus-terus gimana?" "Ya kucingnya diusir sama Kak Sam, tapi Kak Sam marah sama aku gara-gara udah ganggu dia yang lagi seneng-seneng di luar," jawab Meisya lirih. "Sabar, ya, Non." Mbak Tri menggenggam tangan Meisya, yang lalu mengangguk. Keduanya saling berpandangan saat mendengar suara ketukan di pintu depan. "Biar aku yang buka," ujar Meisya, ia bangun dari duduknya dan berjalan ke depan. Dengan perlahan membuka pintu, seorang wanita cantik berpakaian seksi berdiri di depan pintu, bagaimana tidak seksi, paha putihnya terpajang jelas karena celana yang ia kenakan kelewat pendek, berpadu dengan sebuah kaus yang menggantung di bagian perut membuat perut ratanya terlihat sebagian. "Maaf, cari siapa, ya?" tanya Meisya yang masih mengenakan setelan piyama bergambar hello Kitty. "Cari Samuel."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD