1 - Dihukum

1715 Words
Kaki jenjang cewek berambut ikal itu terus berlari menuruni tangga rumah, dengan mulut yang tidak berhenti ngedumel kepada sang abang yang lupa membangunkannya. Abangnya yang satu itu benar-benar kesayangannya tetapi terkadang sangat menjengkelkan. Seperti contohnya sekarang, Bakara, kakak lelakinya sedang asik duduk di atas meja makan dengan secangkir s**u dan roti selai di tangannya. "Abang kenapa sih lupa bangunin Naya, kan Naya jadi telat," ujar Naya kesal sembari menarik kursi di samping Bakara. "Mana roti ade?" Bakara hanya tersenyum geli melihat adiknya kemudian tangannya menyodorkan sepiring roti selai strawberry kesukaan Naya. "Maaf ade, abang tadi kesiangan juga karna kemarin kan abang habis anter bunda ke bandara." Naya mendengus tetapi mulutnya tetap mengunyah roti kesukaannya. Naya hanya bisa seperti ini di rumah, jika sudah di sekolah, sikapnya akan berubah 180°. Naya tidak terlalu suka membuka diri di lingkungan sekolahnya. "Yaudah ayo abang anter ade sebelum beneran telat," Bakara berdiri dengan sebelah tangan terulur ke Naya yang sudah selesai sarapan. Bakara sangat menyayangi adiknya itu, sangat. Tangan Naya terulur membalas Bakara kemudian keduanya pergi menuju depan rumah. Bakara bilang hari ini dia sedang ingin membawa motor besarnya dan sukses membuat Naya kesal kembali karena motor abangnya itu sangat tinggi. Catat itu. Naya kan ribet naiknya. "Lain kali abang beli motor pendek aja deh Naya kan susah gini naiknya," bibir Naya berkerucut sambil berpegangan pada pundak Bakara. Bakara hanya tertawa geli menanggapi Naya, sudah kesekian kalinya Naya berucap seperti itu. Bakara sampai hafal. "Kan motornya keren de." Naya tidak menanggapi ocehan abangnya dan menyibukan diri menikmati udara pagi yang sejuk. Sampai tak lama motor besar abangnya berhenti tepat didepan gerbang sekolah besar yang menjadi sekolah favorit banyak orang, SMA CAKRAWALA. Naya turun dengan susah payah dari motor abangnya kemudian bergerak mengambil tangan abangnya dan menciumnya. Kebiasaan itu sudah orang tuanya ajarkan sejak kecil. Menghormati orang yang lebih tua. Bakara tersenyum sembari mengacak rambut ikal adiknya yang terikat rapih. "Semangat sekolahnya ade, jangan lupa makan siang ya, nanti siang abang jemput kita jalan bareng kak Zeta yah." Cewek itu tersenyum bersemangat, "Siap abang. Naya masuk dulu ya." Setelah itu Naya berjalan masuk ke dalam gerbang yang bertepatan tetutup setelah dia masuk. Naya berjalan dengan diam sambil menunduk menuju kelasnya, kelas 11 IPA 2. Kan Naya sudah bilang, dia akan berubah 180° jika sudah berada di sekolah. Naya hanya ingin membatasi diri. Setelah dia sampai di depan kelas Naya masuk ke dalam kelas yang sudah terisi penuh yang masing-masing sibuk dengan perlengkapan upacara. Naya berjalan ke arah bangkunya yang terletak di baris ke-dua dari belakang dengan santai lalu bergerak membuka tasnya untuk mempersiapkan perlengkapan upacara. Ugh, Naya tidak suka upacara, panas, pegal, dan jenuh. Naya tidak punya teman untuk berbicara dan selalu baris di barisan paling belakang. Saat Naya membuka tas matanya menjelajah mencari keberadaan topi yang diingat betul sudah dia masukan ke dalam tas kemarin malam. Naya ingat, tetapi kenapa topinya tiba-tiba hilang? Astaga. Bagaimana ini. Naya terlalu panik sampai-sampai anggota OSIS masuk ke dalam kelas untuk mengosongkan kelas sekaligus memeriksa atribut. Mati gue, bodoh banget Naya. Naya meringis dalam hati saat dia melewati anggota OSIS berharap keajaiban terjadi. Tetapi tidak semudah harapannya, anggota OSIS memiliki mata setajam elang yang tentu saja sangat senang ketika ada yang melanggar aturan. Naya merasa apes hari ini. Sudah hampir telat, lupa bawa topi pula. Anggota OSIS yang Naya ketahui bernama Linda kemudian menghampiri Naya dan mencatat nama Naya di buku kramatnya dan memisahkan Naya dari barisan kelas. Upacara di hari senin berjalan dengan panjang membuat peluh cewek itu mengalir deras ditambah dia berada di barisan kutukan yang terpapar langsung sinar matahari. Setelah barisan kelas dibubarkan saatnya eksekusi barisan kutukan ini. "Yang cowok lari keliling lapangan 5 kali habis itu bersihin lapangan, yang cewek langsung bersihin kamar mandi sekolah. 1 lantai kamar mandi 4 orang. Paham?" Teriak sang ketua OSIS dengan lantang. Yang cowok terlihat pasrah dan terbiasa sedangkan yang cewek terlihat mesuh-mesuh, seakan paling anti dengan kotornya kamar mandi. Sedangkan Naya terlihat biasa saja dengan wajah kepanasannya. Wajahnya sudah memerah dari tadi dan Naya berfikir lebih baik membersihkan kamar mandi daripada dijemur terus di lapangan. Setelah pembagian hukuman, semua memisah untuk menjalankan hukuman, Naya langsung berjalan ke kamar mandi lantai 2 yang kebetulan dekat dengan kantin dan kelasnya. Tak butuh waktu lama, Naya terlihat dengan gesit dan cepat membersihkan 1 bilik kamar mandi, sedangkan 3 cewek berisik nan ribet dari tadi bahkan belum menyentuh apa-apa. "Ih gue gasuka banget nih sama OSIS, apa-apaan gue disuruh bersihin kamar mandi. Biar gue lapor papa gue," Kia namanya, ketua geng cewe centil SMA Cakrawala. Kia terkenal dengan wajah bak barbie plus dandanannya yang tidak pantas disebut anak SMA, didukung oleh seragamnya yang ketat. Bahkan Naya engap sendiri melihat seragam Kia, dan disusul dua antek-antek Kia, Salsa dan Sila. "Laporin aja Ki, biar tau rasa OSIS berani-beraninya suruh kita bersihin kamar mandi." Sila bersidekap d**a sambil melihat Naya yang sudah selesai dengan bilik kamar mandinya. "Heh lo bisu, bersihin kamar mandi yang lain. Enak aja lo main kabur aja!" Kia berseru setelah melihat Naya yang sudah mau beranjak pergi. Naya memang dikenal sebagai cewek bisu karena memang Naya jarang sekali terlihat berbicara kecuali dengan guru dan teman sekelasnya yang memang membutuhkan jawaban Naya. Naya membalikkan badan kemudian melihat ketiga cewek centil itu bergantian. Sontak sikapnya membuat Salsa maju lalu mendorong pundaknya kasar. "Lo berani banget liatin kita kayak gitu hah!" Kia berdecih sambil melangkah mendekati Naya yang sudah terduduk di lantai akibat tidak siap akan dorongan Salsa. Kia berjongkok dan bergerak menarik kunciran rambut Naya sampai Naya mendongak dan meringis. "Lo nurut sama gue atau lo masuk daftar hitam gue. Paham!" Kia semakin mengencangkan tarikannya. Naya meneteskan air matanya, kulit kepalanya sangat perih dan ancaman Kia membuat Naya sedikit takut. Tidak apa-apa, Naya lebih baik membersihkan kamar mandi sendiri. Kia melepaskan cengkramannya kemudian berdiri dan memanggil kedua temannya untuk pergi setelah melihat Naya mengangguk setuju. Bahkan setelah Naya nurut pun Sila sempat-sempatnya memberikan tendangan di kakinya, yang membuat Naya meringis dan kembali menangis. Pasti betis Naya akan biru setelah ini. Setelah puas Naya menangis, dia bangkit dan mulai membersihkan kamar mandi seorang diri. Naya mengusap peluh yang mengalir deras di dahinya setelah berhasil membersihkan kamar mandi itu. Naya menghela nafas kasar dan beranjak pergi ke kantin untuk membeli air mineral, kemudian masuk ke dalam kelas dan duduk di kursinya. ••• Genta melempar ponselnya ke dalam laci meja setelah mendengar Bu Wida memanggilnya. Genta kira Bu Wida ingin memarahi Genta lagi karena ketauan bermain ponsel di kelas, tetapi ternyata Bu Wida meminta Genta untuk mengambil buku paket di perpustakaan. "Siap laksanakan Ratu Wida yang terhormat," Genta berdiri kemudian menempelkan tangan hormatnya ke pelipis yang sontak membuat kelas yang tadinya sunyi menjadi ramai karena perbuatan Genta. Bu Wida berdecak kemudian menggelengkan kepalanya, lelah menanggapi sikap Gentala yang hyper. "Ya sudah, ajak Naya untuk membantu kamu. Biar nggak ngantuk dia." Naya yang sedang menelungkupkan kepalanya tiba-tiba duduk tegak setelah mendengar namanya disebut. Kemudian dia mengangguk dan berjalan menyusul Genta yang sudah keluar tanpa mengajaknya. Naya meringis meruntuki kebodohannya, bisa-bisanya Naya mengantuk saat pelajaran Bu Wida yang terkenal galak super itu. Tunggu, tetapi Naya binggung, kenapa cowok di depannya ini seakan tidak pernah mengenalnya. Tapi, memang tidak kenal sih, Naya tidak pernah berinteraksi dengan teman sekelasnya kecuali pada Hana si bendahara, Angel si sekretaris, dan Riko si ketua kelas. Langkah kaki Naya berhenti ketika melihat langkah Gentala berhenti juga. Kemudian tubuh Gentala bergerak pelan mengintip lorong di sebelahnya, yang membuat Naya penasaran kemudian menghampiri Gentala dan berdiri di sebelahnya untuk bisa melihat apa yang membuat Gentala seperti sedang mengendap-endap. Naya sedikit mencodongkan tubuhnya karena tidak bisa melihat tertutup tubuh Gentala yang jauh lebih tinggi dan besar darinya. Hal itu membuat Gentala menarik tangan Naya untuk berdiri di belakangnya, lalu Gentala menggerakan jarinya di bibir, seolah menyuruh Naya untuk diam. "Ngapain sih malu-malu sama gue Gita, sini gue peluk, sini," suara cowok di dalam lorong itu membuat Naya merinding. Pantas saja Gentala menyuruhnya diam dan mengumpat. Cewek yang Naya dengar bernama Gita itu menangis terisak, "Gue gamau Bintang b******k. Gue mau putus dari lo, lo cuman mau tubuh gue kan?!" Cowok bernama Bintang mengurung Gita dengan kedua tangannya ketika Gita merasa terpojok. Bintang tersenyum nakal dan sebelah tangannya bergerak mengelus pipi Gita. "Itu lo tau Gita. Jadi, jangan munafik, lo juga pasti mau kan sama gue? Ayolah kita bisa lakuin itu di sini, mumpung sepi." Sudah cukup. Naya bergerak ingin membantu cewek yang bernama Gita itu sebelum Gentala yang sudah duluan bergerak menghajar Bintang dengan brutal. Naya sampai terkejut melihatnya. Dia baru pertama kali melihat adegan kekerasan ini di depan matanya. Sedangkan Gentala terus menghajar Bintang yang sudah lelah menghindari pukulan Genta. Tenaga Genta begitu kuat, dia sampai kewalahan. Apalagi, Gentala memang terkenal jago berantem, tidak ada yang bisa menang melawan pukulan Genta. "b******n lo Bintang. Udah gue ingetin berulang kali sama lo jangan berbuat m***m di area sekolah. Lo gabisa ngerti juga ya?" Genta berdiri dengan nafas terengah setelah puas melihat Bintang yang duduk menyender di dinding tidak berdaya. Bintang membuang ludah yang sudah berwarna merah lalu menatap Gentala sinis, dia ingin berujar setelah melihat cewek di belakang Gentala. Bintang tersenyum hampir tertawa. "Cewek cantik di belakang lo. Gue liat-liat cantik juga, boleh buat gua nggak Gen?" Gentala yang baru sadar melihat ke belakang dan menyadari teman sekelasnya itu masih menunduk syok. "Otak lo perlu dicuci b******k. Pikiran lo s**********n terus hah? Bisa lo hargain cewek?" Gentala menendang kaki Bintang sebelum menarik tangan Gita yang masih terisak di samping. "Gita, lo balik ke kelas. Jangan pernah lo berhubungan sejengkalpun sama cowok b******n ini. Minta temen lo antar lo balik." Gita mengangguk kemudian pergi sebelum berterimakasih tulus kepala Gentala yang membantunya. Gentala berjalan balik dan menarik pergelangan tangan Naya untuk ikut bersamanya ke perpustakaan. "Jangan inget dan pikirin lagi. Jauhin cowo bernama Bintang, biar hidup lo tentram." Naya hanya mengangguk dan nurut ketika Gentala menariknya untuk pergi ke perpustakaan untuk mengambil buku paket. Awalnya Naya kira Gentala akan menyuruhnya membawa tumpukan buku paket melihat tangan cowok itu sepertinya memar dan berdarah. Tetapi Naya salah, cowok itu dengan tampang datar membawa tumpukan buku paket itu seorang diri dan kembali ke kelas dengan santai, seolah kejadian tadi tidak pernah terjadi. Dan Naya bungkam mengikuti Gentala. Jadi, apa gunanya Naya harus ikut Genta ambil buku paket? •••
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD