Keputusan Terbaik

1212 Words
“Tidak ada kontak fisik berlebih apalagi sampai memiliki anak, tidak ada skandal dengan lawan jenis, tidak mencampuri urusan satu sama lain apalagi urusan pekerjaan...” mata Sean menatap Elena yang tengah memperhatikan dirinya yang sedang memegang selembar kertas perjanjian milik mereka. “Hanya itu saja, Elena?” Elena menganggukkan kepalanya karena menurutnya tidak ada lagi hal yang harus ia cantumkan di surat itu. “Baiklah, sekarang giliranku.” Sean meraih pena miliknya yang berada di saku depan jasnya. Pena itu mulai menari di atas kertas tepat di bagian kosong yang sudah Elena beri jarak. “Sudah....” Sean memberikan kertas tersebut kepada Elena. “Bersikap harmonis layaknya suami-istri di depan publik terutama keluarga, mampu menjadi istri serta menantu idaman bagi kedua orang tuaku,” kata Elena sambil membaca apa yang baru saja ditulis oleh Sean, lalu wanita itu menganggukkan kepalanya. Tangannya bergerak meraih pena milik Sean dan mulai menandatangani bagian miliknya tepat di atas meterai. Hal yang sama pun dilakukan oleh Sean. "Kalau begitu, aku akan pergi sekarang," pamit Sean yang langsung pergi meninggalkan Elena. Berselang beberapa menit Tania datang menghampiri Elena. "Apa kau yakin dengan pernikahan ini?" tanya Tania yang kini sudah duduk di depan Elena. Sementara Elena langsung menjawabnya dengan menganggukkan kepalanya cepat. # # # Kini Sean sudah berada di lapangan golf dan bermain bersama Abadi sesuai ucapannya tadi. Sambil bermain Sean menceritakan masalah yang sedang dihadapinya kepada Abadi karena hanya dialah satu-satunya orang yang tahu apa yang terjadi dengan dirinya dan juga Elena. Selain itu, Abadi sudah Sean anggap sebagai teman baiknya karena usia mereka sama serta ia percaya kalau pria itu tidak akan dengan mudah membocorkan rahasianya kepada siapa pun. “Jadi, apa kau punya ide untuk masalahku, Abadi?” tanya Sean setelah panjang lebar ia menceritakan masalahnya tersebut. “Bagaimana kalau Tuan Sean dan Nona Elena mengangkat anak dari panti asuhan tapi sebelum itu mungkin Nona Elena bisa berpura-pura hamil,” jawab Abadi memberikan saran. Ketika bola golf sudah melambung tinggi ke udara, Sean mulai memikirkan saran dari Abadi tapi menurutnya saran itu sangat tidak efisien maksudnya itu sama saja berbohong, ‘kan? Maksudnya, bagaimana jika kelak kedua orang tuanya meminta mereka melakukan tes Dna di kemudian hari? Apakah nantinya hal itu tidak akan menjadi masalah besar yang semakin menyakiti hati semua orang? Selain itu, Sean yang memang sudah malas berhadapan dengan drama rumah tangga, apalagi selama ini ia sudah sangat lelah dijodohkan oleh banyak wanita yang sudah tak terhitung jumlahnya. “Tidak, adakah saran lain? Sebenarnya aku juga menginginkan anak yang nantinya bisa menjadi penerusku karena kau tahu setelah hubunganku dengan Elena berakhir aku tidak berniat menikah lagi,” jelasnya. “Saya punya saran lain tapi sedikit berisiko, Tuan,” kata Abadi dengan guratan keraguan di wajahnya karena mungkin saja sarannya yang satu ini terbilang sudah melewati batas tapi saran inilah yang sesuai dengan permintaan Sean. “Katakan saja, Abadi.” “Bagaimana kalau Tuan menyewa rahim wanita lain yang mau mengandung anak Tuan?” Abadi terlihat menunggu jawaban dari Sean dengan raut wajah khawatir. “Sepertinya itu ide yang tidak terlalu buruk tapi di mana kita akan menemukan wanita yang secara sukarela ingin menyewakan rahimnya dan juga bisa menjaga rahasia?” "Kalau soal itu saya belum tahu…." Abadi menggaruk tengkuk kepalanya yang tidak terasa gatal. "Tapi saya akan mengusahakan untuk mencari informasi yang terbaik." "Baiklah, kau yang urus semua itu dan pastikan wanita yang bersedia menyewakan rahimnya tidak akan menuntut apapun dariku termasuk anaknya kelak," pesan Sean lalu kembali memukul bola golf menuju lubang terakhir yang terdapat tiang dengan bendera yang berkibar. "Baik, Tuan." "Oh ya, satu lagi kau juga harus memastikan kalau wanita itu bersih dari penyakit apa pun,” tambah Sean lagi karena ia memang tidak ingin mengambil banyak resiko. Abadi pun menjawabnya dengan menganggukkan kepala saat Sean masih menatapnya. Mereka pun akhirnya pergi ke tempat lain untuk melanjutkan permainan golf-nya. *** “Hai, kenapa artis cantikku ini terlihat begitu murung? Apakah kau kekurangan sesuatu, Sayang?” tanya Tania yang baru saja memasuki ruang make up dan melihat Elena yang terlihat murung serta tidak semangat tersebut. Bagaimana pun sebagai seorang manajer Tania harus memastikan Elena memiliki mood yang bagus agar tidak mengganggu aktivitasnya hari ini. Saat ini Elena memang sedang melakukan pemotretan untuk salah satu majalah fashion terkenal di dunia. “Bisakah kalian tinggalkan aku dan Tania sebentar?” pinta Elena kepada semua orang yang ada di ruangan itu. Tania juga memberikan kode yang dijawab anggukan oleh para staf lalu mereka pun pergi meninggalkan kedua wanita itu. Suasana pun berubah menjadi hening dalam sekejap. “Jadi, ada apa?” Elena menatap ke arah Tania yang dikenalnya sebagai sahabat sekaligus manajernya tersebut. “Beberapa hari lalu mertuaku datang ke rumah dan kembali memberi kode untuk segera memberikan seorang cucu untuk mereka,” jelas Elena dengan wajahnya yang terlihat gusar. “Terus? Masalahnya di mana? Apa kamu masih tidak enak hati karena tidak bisa menuruti permintaan mereka?” tanya Tania dengan mengeryitkan dahi serta alisnya. “Ya begitu tapi kali ini Sean mengajakku untuk merubah isi perjanjian dengan melanggar salah satu poin yang ada di dalamnya agar kami bisa memiliki anak,” jelas Elena lagi. “Kalau begitu bagus, setujui saja tawarannya dan masalah akan selesai,” kata Tania yang terdengar sangat santai seolah tidak akan ada masalah jika memang sahabatnya harus mengubah keputusan itu. “Enggak semudah itulah, Tan.” Elena bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan mendekat ke arah jendela yang memberikan pemandangan indah di sekitar kota New York. Matanya menatap ke arah satu per satu gedung-gedung pencakar langit tersebut. “Aku cuma enggak mau apa yang aku alami di masa lalu juga dialami oleh anakku nanti jika memang kedua orang tuanya di hadapkan dengan sebuah perceraian,” tambah Elena dengan kedua matanya yang sudah berkaca-kaca. Tania bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri sang sahabat lalu menepuk bahunya. “Aku memang enggak tahu seperti apa rasa sakit yang harus kamu rasakan tapi bisa aja nanti takdir di antara kalian berubah seperti kalian semakin dekat dengan adanya anak itu misalnya.” “Apa kamu bercanda? Aku dan Sean saja sudah bersama dalam waktu satu tahun tapi tetap tidak terjadi hal apa pun yang bisa menggerakkan dua hati untuk saling jatuh cinta.” Tawa Elena terdengar renyah seakan mengejek ucapan Tania barusan. Tania sendiri menyesal karena terhanyut ke dalam suasana melankolis yang diciptakan oleh sahabatnya. “Terserah kau saja Elena, aku akan mendukung apa pun keputusanmu nantinya tapi untuk berjaga-jaga aku tidak akan menerima kontrak pekerjaan yang mengharuskan kamu untuk tidak hamil selama pernikahan palsu ini berlangsung jadi kau masih bisa pikirkan tawaran dari Sean.” “Astaga, Tania kau terlalu serius menanggapi tawaran yang Sean berikan kepadaku,” canda Elena yang semakin membuat kuping Tania terasa panas karena merasa jengkel. “Sudahlah jangan bahas hal itu dan sebaiknya kita kembali bekerja karena banyak agenda lain yang menunggumu,” ucap Tania sambil berlalu ke arah pintu. “Dan ingat jaga mood-mu itu agar selalu baik selama sedang bekerja,” tambah Tania memperingatkan sambil membuka pintu yang langsung dijawab anggukan kepala oleh Elena. Elena sendiri merasa sedikit lebih lega karena sudah menceritakan semuanya kepada Tania. Terkadang yang dibutuhkan wanita itu hanyalah didengar bukan meminta sebuah saran dari orang lain. “Kalian masuklah ke dalam dan lanjutkan perkerjaan kalian,” titah Tania kepada pada staf.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD