Bag 1

1517 Words
"Nak, kamu itu teh kan perempuan yah. Masa selalu pakai baju yang seperti itu sih Sayang?" Seorang wanita paruh baya memperhatikan penampilan putrinya yang baru saja turun dari tangga lantai dua rumah mereka. Kemeja flanel kebesaran yang tidak dikancing karena didalamnya sudah terdapat kaos hitam polos, celana jeans pas badan dan tak lupa topi baseball yang tidak pernah ketinggalan digunakan oleh seorang Kinanti Alexa Danudirja. Wanita berusia 21 tahun yang mengambil kuliah jurusan desain grafis tersebut hanya memutar bola matanya malas mendengar teguran dari Maminya. Kina begitu sapaannya berjalan menuju meja makan sambil mengaitkan sebelah tas ranselnya di pundak sebelah kiri. Setelah sampai di depan meja makan, Kina mengambil selembar roti tawar isi selai coklat yang sudah disediakan oleh Maminya dan langsung menghabiskan segelas s**u putih bagiannya. "Kina jalan ya Mam.." Kina mengambil telapak tangan kanan Maminya untuk disalami, lalu mencium kedua pipi Maminya bergantian. "Eh.. eh.. Sayang. Kamuh nggak makan sama-sama?" Kina hanya menggeleng cuek dan langsung melangkahkan kakinya menuju pintu utama. "Hhh.. Anak itu,," Mami Kina hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan sang anak perempuan satu-satunya. Kina remaja sebenarnya adalah anak yang feminin dalam hal berpakaian dan bersikap, manja dan anak yang manis apalagi jika dia tersenyum tampak satu lesung pipi dalam di sebelah kanan yang dimilikinya. Namun, entah mengapa di suatu hari ketika Kina duduk dibangku kelas dua jurusan menengah atas cara berpakaiannya menjadi berubah dan sikapnya pun menjadi cuek, mandiri dan jarang menampakkan senyum manisnya lagi. Bahkan Kina memohon kepada kedua orangtuanya agar Ia masuk ekstrakulikuler Karate, padahal sebelumnya Kina sangat tidak menyukai kekerasan dalam bentuk apapun. Orang tuanya sempat keberatan, namun Kina terus memohon dan setengah memaksa. Akhirnya dengan berat hati, kedua orang tua Kina memperbolehkan anak perempuan satu-satunya itu mengikuti ekstrakulikuler karate. Persetujuan orang tuanya tak lepas dari bujukan Kakak laki-laki Kina yang sedang mengemban studi di Jerman. A'a Bara, begitu Kina memanggilnya. Bara mengatakan kepada ke dua orang tua mereka agar Kina bisa menjaga diri sendiri dijalan, karena dirinya jauh dan tidak dapat mengawasi dan menjaga Kina. Orang tua mereka luluh dan memperbolehkan Kina belajar Karate. Sudah lima tahun berlalu setelah perubahan Kina yang signifikan, kini Kina menjadi gadis tomboy yang sangat menguasai seni bela diri yang sejak SMA di tekuninya. Keluarganya tidak pernah mengetahui alasan dibalik perubahan seorang Kinanti Alexa, padahal Maminya sering kali bertanya dan jawabannya hanya ingin berubah saja. "Kina sudah jalan Mam?" "Sudah Pih, tadi Mamih sudah tanya dia gak makan bersama? Tapi jawabannya hanya gelengan singkat. Lagi banyak tugas kuliah kali ya Pih?" Mami Kina meletakkan Roti tawar isi selai kacang keatas piring Papi Kina setelah sang Suami telah duduk di kursi makan. " Iya mungkin, mam" "Pih.." "hhmm?" Papi Kina memalingkan pandangannya dari piring menuju kewajah Istri tercintanya karena tak mendengar satu katapun yang keluar dari mulut istrinya. "Mamih khawatir sama Kina deh, jangan-jangan anak kita L.. Ehm.. L.." Mami Kina hendak melanjutkan ucapannya, namun tertahan karena tidak sanggup mengeluarkan kecurigaannya. Suaminya hanya mengernyitkan alis sambil menebak apa yang akan di ucapkan Istrinya tersebut. "Lesbi maksud mami?? " "Papih iihh!!! Jangan nuduh gituh ah!! Anak kita gak mungkin gitu Pih?" Mami Kina yang aslinya orang sunda sangat terkejut dengan pertanyaan suaminya, padahal sebenarnya dia juga hendak mengatakan hal itu namun tidak sanggup keluar dari mulutnya. "Mami ini, pernyataan apa pertanyaan? Bilang 'anak kita gak mungkin gitu' tapi pakai nada bertanya" Papi Kina menggelengkan kepalanya sambil tersenyum melihat tingkah ajaib istrinya. Papi Kina menghentikan senyumnya ketika melihat wajah cemas Istrinya yang tidak dibuat-buat sambil menggigit kukunya. "Mam, lihat Papi." Papi Kina menarik tangan Istrinya dari mulut sang istri dan menggenggam erat tangan Mami Kina. "Anak Perempuan kesayangan kita bukan lesbi. Papi jamin itu!" "Kenapa Papih teh bisa seyakin itu?" "Dari laporan mata-mata Papi, dan hasilnya tidak ada yang menunjukkan satupun laporan mereka yang mengarah ke situ. Anak kita normal. 100%!!" "Papih mata-matain anak kita???" Mami Kina terkejut mendengar apa yang disampaikan suaminya. "Ya kemarin-kemarin, Mam. Tapi sudah dua tahun ini gak lagi kok." Papi Kina mengedipkan sebelah matanya sambil mencium tangan istrinya sayang. Mami Kina masih terkejut dan tidak percaya suaminya bisa melakukan hal itu. Karena selama ini Papi Kina terlihat santai dan tidak pernah menunjukkan gelagat aneh yang seakan menyelidiki Putri tercinta mereka. "Sekarang Mami sudah gak khawatir lagi kan?" "Tetep aja atuh masih khawatir, Pih! Kina gak pernah ngenalin cowok ke Mamih. Temennya juga dua-duanya cewek. Mana malah si Chubby Naya yang polosnya kebangetan udah punya pacar, sedangkan Kina teh Mamih lihat gak polos-polos banget. Bacaan juga sama kayak Mamih n****+-n****+ romance eh malah belum ada gebetan. Si Kina mah kumaha si, bukannya cepet-cepet cari pacar biar bisa praktekin yang ada di n****+" "Hust..Mam!ada-ada aja, Kina harus nikah dulu baru boleh praktekin kayak yang di novelnya Mami. Papi gak mau ya anak papi ternodai sebelum Ijab. Intinya Kina gak lesbi dan mungkin jodohnya masih dipilihkan yang terbaik. Jadi Maminya Papi ikutin aja arusnya ya" Papi Kina menutup pembicaraannya dengan sang Istri yang semakin lama semakin absurd dan kalau dibiarkan bisa kemana mana. Mami Kina hanya menghela napas pasrah sambil memakan rotinya menemani sang suami sarapan karena kedua anaknya Kina dan Dion sudah keluar rumah sejak pagi. ******* "Ger.. Aku mau putus" 'Lagi? Kenapa sih kisah cinta gw gini banget??! Padahal gw udah perhatian banget, tapi tetep aja pada minta putus. Apa jangan-jangan karena..' "Kenapa, Rin?" "Aku malu tau! Masa aku setiap hari harus kamu jemput pake vespa butut kamu itu sih? Udah mana suaranya berisik banget!" 'Tuh kan bener dugaan gw.. Ni cewek pasti matre! Baru satu minggu pacaran udah gak kuat gw ajak susah, gimana nanti kalo hidup sama gw sampe seumur hidup??' "Geri??? Ih malah ngelamun lagi! Pokoknya mulai hari ini kita putus ya, dan jangan hubungin aku lagi. Bye Ger" Geri hanya terdiam menatap kepergian kekasih, bukan tepatnya mantan kekasih yang baru lima menit yang lalu memutuskan hubungan dengannya. Gerian Putra Adjikusuma, lelaki berusia 23 tahun mahasiswa akhir jurusan arsitektur ini sering kali mengalami kegagalan cinta. Geri biasa dia disapa, adalah lelaki tampan berwajah asli Indonesia dengan tinggi badan 178cm ini selalu berpenampilan santai. Kaos dan jaket jeans serta celana jeans sobek selalu jadi tampilan andalannya. Tak lupa motor vespa kesayangannya sejak dia duduk di bangku SMA, tak pernah absen menemaninya. Sebenarnya Geri tidak pernah sulit mendapatkan hati wanita karena jiwanya yang humoris dan dia memiliki otak yang pintar. Namun, wanita-wanita itu selalu mundur ketika mereka harus dihadapkan dengan kendaraan butut lelaki itu dan bukan hanya itu saja. Geri selalu mengajak mereka makan di pinggir jalan atau kalaupun seandainya kafe, bukan kafe-kafe mewah melainkan kafe kecil di sekitar kampus mereka. Pernah ada wanita yang menerima Geri apa adanya, namun sayang kedua orang tua wanita itu tidak suka dan merendahkan Geri. Akhirnya wanita itu memilih mundur dan mengikuti keinginan orang tuanya. Geri tidak bisa memaksakan dan ikhlas mengakhiri hubungan mereka. Geri masih terdiam di bangku kafe samping kampus yang biasa dia datangi untuk sekedar nongkrong bersama teman atau pacar ( itu kalau dia sedang punya pacar ). "Bro.. Gw cariin lo malah udah nongkrong sini aja! Si Erin kok di boncengin Fajar? Bukannya Erin pacar lo ya?" Arlan, teman satu jurusan Geri langsung duduk di depan Geri dan tanpa permisi meminum minuman yang ada di depan Geri. "Udah putus" Geri tersenyum kecut. "Lagi?? Kapan?" tanya Arlan antusias. "Barusan, ya sekitar 15 menit yang lalu lah." Geri melihat arloji perak yang ada di pergelangan tangan kanannya. "Sabar bro, cewek bukan cuma dia doang. Masih banyak kok stock cewek di kampus kita. Amanda, Briana, Chery, Dena, Erin..Eh mantan lo yang depannya F siapa namanya? Lupa gw." "Fiandra. Wait.. lo gak harus absen nama mantan gw anjir.." Gery menoyor kepala temannya itu gemas. "Ya maksud gw si para mantan lo itu gak usah lo pikirin lagi!kan lo bisa gaet lagi tuh yang bening-bening lainnya. Junior-junior juga masih banyak" Arlan kembali menyeruput minuman Geri. "Ngehibur si ngehibur, tapi bukan berarti ya lo bisa abisin minuman gw! Sialan lo!" Geri merebut minumannya dari tangan Arlan, sedangkan temannya tersebut hanya nyengir tidak jelas mendengar sindiran Geri. "EH.. PREMAN KAMPUS CANTIK! NGAPAIN DISINI?" Geri tiba-tiba berteriak memanggil perempuan yang sedang mencari kursi kosong untuk di tempati. Mendengar teriakan itu, perempuan tersebut hanya mendengus dan memasang wajah datar. "Bro.. Serius lo mau gaet dia?" Arlan menunjuk ngeri perempuan yang kini sudah mendapat tempat duduk tepat tiga meja dari meja yang mereka tempati. "Kenapa muka lo? Kayak nahan buang hajat aja" "Itu kan si Kina, si galak Bro! Jangan deket-deket! Kemaren si Lukas cuma nyolek dagunya aja tangannya di pelintir! Lo mau juga di pelintir?" "Bahkan gw pernah di tonjok di perut, di tabok di punggung dan di jambak.. Hehehe..." Geri tertawa tidak jelas sambil masih memperhatikan gerakan Kina. "Kok bisa??" "Kepo!! Udah ah, gw mau nemenin si galak." Geri mengedipkan sebelah matanya ke arah Arlan dan beranjak menuju meja tempat Kina berada. 'Dasar sarap, gw kasih tau yang bener dia malah nekat. Move on sih move on.. Tapi kalo move on-nya sama cewek super galak model gitu, bisa-bisa lo malah move ke kutub utara alias ditendang kesana!' Arlan hanya memperhatikan Geri dari jauh yang sudah berhasil duduk di depan si macan betina Kinanti Alexa, si wanita tak tersentuh Pria. ********
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD