BB. 4

2351 Words
Renata lontang lantung di jalan, ia terus berjalan menuju entah kemana arah nya ia mengikuti langkah kaki nya. Ia berhenti di sebuah taman, dan duduk di bangku taman, ia melihat seorang perempuan yang sedang hamil besar dan suami nya sedang mengelus perut besar tersebut membuat renata membentuk senyum manis di bibir nya, ia juga tak luput mengelus perut nya yang belum terlihat terlalu besar. Renata mengambil hape, lalu mengabadikan perut yang berisi calon anak nya nanti. Lama ia pandangi foto tersebut seolah mengabadikan perjuangan yang sebenarnya. Drrtt Drrtt Drrtt "Halo ge" ucap renata, ketika mendapat telpon dari sosok sahabat nya. "....." "Di taman x deket kantor," ucap Renata, sedangkan Ghea langsung mematikan telpon nya secara sepihak membuat renata mengerutkan kening nya, tak mau terlalu mengurusi ghea yang membingungkan ia lalu memasukan hape nya kedalam tas nya, ia bersender di bangku taman, dan menatap langit seolah banyak doa yang ia panjatkan saat itu. "Mama akan terus bersama kamu nak, mama gak akan ninggalin kamu." Renata bergumam, air mata nya lolos begitu saja dari sudut mata nya namun senyum ketegaran selalu ia tampilkan. "Renaaa," ucap Ghea berteriak, ketika setelah melirik sana sini dan menemukan sosok sahabat nya duduk santai di bangku taman, namun ia membawa koper besar membuat Ghea mengerutkan keningnya dengan bingung. Ghea berjalan menghampiri sahabat nya, yang jelas ia mengelap sudut mata nya seolah tak ingin di ketahui oleh sang sahabat kalau ia sedang menangis meratapi semuanya, semua nasibnya. "Eh Ghe." Renata lalu menengok ke arah sahabatnya dengan senyum manis, namun mata yang merah menandakan ia habis menangis. "Lu kenapa bawa koper?" tanya Ghea, ia langsung duduk di samping gadis tersebut. Renata menghembuskan nafas nya dengan berat, seolah menandakan beban yang ia tanggung begitu berat. "Eh cerita nya di kontrakan baru gue aja deh," ujar Ghea, sedangkan Renata hanya mengangguk, ia membawa koper nya dan menaiki mobil Ghea dengan senyum tulus. Ghea melajukan mobil nya dengan kecepatan biasa, hanya fokus menyetir, sedangkan renata melihat ke arah jalanan yang cukup ramai saat itu, Hanya butuh 30 menit untuk sampai ke kontrakan milik sahabatnya tersebut. "Lu baru pindah?" tanya Renata. "Beberapa minggu si," jawab Ghea, ia lalu melangkah ke kontrakan miliknya. Sedikit jauh dari tetangga, halaman luas, yang inti nya udara di sana benar-benar masih sejuk, nyaman! Itu satu kata yang pantas untuk kontrakan baru milik Ghea, sehingga Renata tersenyum melihat sekeliling kontrakan baru milik sahabatnya yang benar-benar membuat nyaman. "Oh iya lu belom jawab pertanyaan gue," ujar Ghea, ketika Renata baru saja mendaratkan tubuh nya ke bangku ruang tamu yang tersedia. "Ghe." Renata memanggil, nafas nya mulai sedikit tersengal karena ingin menangis saat itu juga. Ghea yang melihat langsung mendekatkan tubuh nya ke Renata, seolah ia mengerti bahwa sahabat nya sedang ada masalah atau dalam keadaan tidak baik-baik saja  "Cerita aja, kenapa?" Ucap ghea. Renata langsung menatap sendu ke arah ghea sebelum menceritakan semua nya yang ia rasakan. Renata menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan ia menjawab pertanyaan Ghea, "Gue hamil Ghe." Sedangkan sang sahabat jelas terdiam, benar-benar terdiam atas perkataan dari gadis yang kini di sampingnya. Ia bilang kalo ia hamil?! Yang Ghea tahu, Renata bahkan tidak punya pasangan, dan ia tak punya cowok yang lagi dekat dengan nya. Renata itu gila kerja bagi Ghea , ia sibuk memikirkan mimpi nya agar tercapai. "Jangan bercanda Ren, gue gak suka!" ketus Ghea, seolah masih tak percaya atas perkataan sahabatnya namun Renata malah menangis, seolah menandakan bahwa ia sedang tidak bercanda apalagi soal kehamilan. Ghea menatap sengit seolah mencari celah kebohongan dari Renata, namun nihil. "Siapa ren?! Siapa yang ngehamilin lu?" tanya Ghea sedikit membentak, ia sungguh tak bisa menahan emosi nya. "Terus ini maksud nya apa koper? Jangan bilang.." lanjut Ghea. Renata menjawab, "Iya, gue di usir Ghe." Ia lalu menunduk, air mata nya kini lolos begitu saja tak bisa lagi ia tahan. Ghea yang melihat juga tak bisa lagi menahan kesedihan yang di alami sahabat nya, ia memeluk Renata dengan air mata yang tentu tak terbendung lagi. "Lu tinggal di sini aja, sekalian nemenin gue," ujar Ghea. "Gak ghe! Gue gak mau nyusahin lu," balas Renata merasa tidak enak hati kepada sosok sahabat baiknya. "Enggak! Lu sama sekali gak nyusahin gue, gue malah seneng lu di sini." Sedangkan Renata hanya menatap Ghea dengan senyuman tulus. "Ge." "Hah," sahut Ghea. Renata berkata, "Makasih." Ia lalu memeluk Ghea dengan erat. "Udeh ah lebay lu," balas Ghea "Lu udeh makan belom?" Lanjut Ghea bertanya, sedangkan Renata hanya mengangguk sambil tersenyum jelas ia berbohong! Namun bunyi perutnya tidak bisa berbohong, Ghea menatap sengit ke arah Renata karena berbohong. "Hehehe." Renata hanya cenges-ngesan karena ketahuan berbohong. Ghea berkata, "Gak usah gengsi apa Ren, inget lu lagi ngandung ponakan gue!" Sedangkan renata hanya tersenyum sambil memegang perut nya yang masih rata. "Iya nih aunty, aku lapel," jawab Renata seolah menirukan bahasa anak kecil membuat Ghea tertawa. "Gue go food aja," ungkap Ghea. Sedangkan di sisi lain. David Yukanza Pratama, anak pengusaha ternama dan tentu juga sedang menjalankan sebuah perusahaan ternama juga. Duduk di kursi kerja nya. Tok Tok Tok "Masuk," ucap David, lalu ia memutar kursinya. "Ada apa?" tanya David, sedangkan orang yang ada di hadapan nya hanya menunduk hormat. "Mohon maaf pak, kita tidak bisa menemukan nya," ucap nya, membuat David sedikit geram, tangan nya terkepal memukul pelan meja kerjanya. "Keluar!" Sedangkan orang itu hanya menunduk lalu keluar dari ruangan boss nya tersebut. David semakin frustasi mencari sosok gadis tersebut. "Sialan! Gue bener-bener gak bisa lupa. Bahkan memikirkan nya saja membuat gue merinding nafsu," gumam David, baru kali ini seorang David benar-benar terhanyut di dalam lamunan wanita, bahkan wanita tersebut mampu membuat David di mabuk kepayang. David menyeringai lalu bergumam, "Dia harus jadi milik gue."  Filo sang assisten sekaligus sahabat David membuka pintu ruang kerja David. "Eh Vid meeting ayuk, udah di tungg–" ucapannya seolah terputus ketika melihat David tersenyum sendiri. Laki-laki itu masih tersenyum dan tak menggubris ucapan Filo. Kini Filo hanya mengerutkan keningnya ke arah sahabatnya yang membuat ia menatap horor ke arah diri David. "Lah bocah gila," ujar Filo, ia lalu melangkah mendekat ke arah sahabat nya sekaligus atasannya sambil memperhatikan mimik muka sang sahabat yang masih tersenyum menyeringai. "HEH!" seru Filo sambil menggebrak meja kerja David yang membuat laki-laki tersebut terlonjak kaget. David langsung menatap nyalang ke arah Filo, sedangkan Filo hanya tertawa tanpa dosa dan menaikkan kedua alisnya seolah meledek sang sahabat. "Kenapa!" ketus David. Filo berkata, "Kenapa, kenapa! Lu yang kenapa senyum-senyum sendiri." Sambil menaikkan kedua alisnya. Sedangkan David langsung berdiri dan langsung keluar dari ruangan nya membuat Filo mengeritkan keningnya, sungguh ia tak mengerti kelakuan seorang atasan itu  "Untung boss," gumam Filo, ia lalu merapihkan rambut dengan jemarinya sebelum keluar dari ruang kerja sahabatnya sekaligus boss nya. Tak lama ia lalu menyusul David untuk meeting bersama. - - -  Renata kini tinggal di rumah ghea sahabat nya, itupun Ghea yang memaksa dengan alesan ia kesepian tinggal sendiri. Sudah seminggu Renata di kontrakan Ghea, membuat para tetangga pun mengenal ia juga, Ghea memperkenalkan Renata sebagai kakak nya dan sedang hamil, suami nya meninggal. Miris! Namun itu demi kebaikan Renata, agar ia tak mendapat gunjingan buruk oleh oramg lain. "Ge, gue mau berhenti kerja kaya nya," cetus Renata, sedangkan Ghea yang sedang meminum teh hangat tanpa gula langsung menyemburkan teh nya. Ghea bertanya, "Kenapa?" Renata menghembuskan nafas nya secara perlahan. "Apa kata orang kantor ge," ujar Rwnata, ia langsung mengelus perutnya, Ghea mengerti ia hanya bisa melihat dengan sendu ke arah sahabatnya. "Kapan lu mau ngundurin diri?" Ghea kembali bertanya. "Sebulan lagi, gue juga harus punya tabungan. Gue mau bikin warung kecil-kecilan," ungkap Renata. Ghea menyahut, "Nunggu bonus pasti." Sedangkan Renata hanya menyengir tanpa dosa. "Lumayan tahu bonusnya." Ada jeda keheningan di antara mereka berdua sebelum Ghea kembali bertanya, "Lu mau cari tahu gak ayah dari anak yang dikandungan lu?" Renata mengelus lembut perutnya dan menjawab, "Gue bahkan gak tau wajah nya Ghe." Ia tersenyum simpul. "Lu lagi ren, ena-ena gak lait muka nya," ucap Ghea lalu tertawa, yang membuat sahabatnya juga ikut tertawa. "Nama nya orang gak sadar, tapi.." Renata menggantung kata-kata nya membuat Ghea mendekatkan telinganya ke arah sahabatnya. "Gue tahu dia punya manik mata yang indah, bola mata nya benar-benar cantik ge, bahkan membayangkan nya aja buat gue jatuh hati," lanjut renata, Ghea langsung mengerutkan kening nya dan menyentil kening sang sahabat. Ghea berkata, "Astagaaaa ren, berdosa banget kamu itu." Sedangkan Renata hanya tertawa saja, begitu juga dengan Ghea. "Gue kira lu hamidun sama Hendy," lanjut Ghea seketika Renata langsung menatap heran ke arah sang sahabatnya. Renata menjawab, "Gue udah lama lostcontac Ge ama dia." Sambil menggelengkan kepalanya, bisa-bisa nya sahabat nya mengarah ke nama mantan nya. Ghea pun jelas tahu, bahwa yang sudah menjadi mantan jangan berharap besar untuk kembali. "Ghe," ucap Renata, yang tiba-tiba memasang muka puppy eyes ghea langsung menghela nafasnya dengan kasar, pasti sahabat nya akan meminta aneh-aneh. "Apa!" jawab Ghea, sedikit galak. "Ih galak," ucap Renata, ia langsung memasang muka cemberut, sekali lagi Ghea menghembuskan nafasnya dengan kasar langsung mengarah ke arah Renata, dengan senyuman yang di paksakan. Ghea berkata, "Iya apa Renata yang cantik tiada taraaaa." Membuat Renata benar-benar tertawa karena mendengar suara sahabatnya yang sok di lembutin. "Mau mangga dah," balas Renata. Ghea berkata, "Yaudah ayuk beli." Ia sudah siap berdiri, namun yang kepengen malah menggelengkan kepalanya bertanda tidak. "Gak mau beli," ungkap Renata, Ghea hanya mengerutkan kening nya seolah bertanda 'terus?' "Gue kemaren lewat di rumah pak rw, itu ada mangga sekel-sekel banget Ge, gue mau." Renata kembali memasang muka puppy eyes nya. Ghea bertanya, "Minta maksud lu?" Gadis tersebut mengangguk pelan yang menandakan 'Iya'. "Yaudah ayuk." mereka berdua lalu berjalan kerumah Pak RW untuk menuruti kemauan Renata yang seperti nya sedang mengidam. Benar kata Renata, ada pohon mangga yang lumayan tinggi dan sedang berbuah banyak. "Ghe, tapi gue mau Pak RW yang ngambilin," ucap Renata dengan sedikit berbisik, Ghea langsung menatap nyalang ke arah sang sahabat. Ghea berkata, "Ah, yang bener aja lu Ren masa iya kita nyuruh pak Rw manjat." Sedangkan Renata hanya cemberut saja membuat Ghea sedikit frustasi. Bukan apa, pak RW itu memiliki badan berisi mungkin bisa di bilang berisi dan perutnya yang membuncit sekali Ghea membayangkan saja sudah tak karuan. "Astaga orang ngidam gini amad ya," ujar Ghea pelan, ia ngedumel karena permintaan sang sahabat. Tok Tok Tok Ia mengetuk rumah pak RW dengan hati yang deg-deg'an tapi tidak dengan Renata, ia tersenyum terus memandang buah mangga yang segar-segar bergelantungan di atas pohon, sesekali ia menelan ludah. "Kalo pak RW gak ada gimana?" tanya Ghea, karena sudah beberapa menit tidak ada respon. Renata menajwab, "Tungguin sampe ada." Ghea hanya menghela nafas nya dengan pasrah, begitukah orang ngidan kalau sudah katanya tidak bisa di bantah. Tok Tok Tok Cklek "Asalamuallaikum pak Rw," ucap Ghea sedikit lantang. Pintu berwarna coklat akhirnya terbuka. "Waallaikumsallam neng, ada apa ya?" Ucap pak RW, dengan gaya khas nya memakai kaos kutang dan sarung. "Gini pak–" Belum sempat melanjutkan perkataannya, ia menelan ludah nya berkali-kali setiap kali berbicara, sedangkan pak RW hanya mengerutkan keningnya saja. Pak Rw kembali bertanya, "Iya neng, ada apa?" "Saya mau minta mangga pak" Itu bukan Ghea, namun Renata yang membuatnya semakin panas dingin. Pak RW hanya tersenyum simpul lalu mengangguk-angguk. Pak RW menyahut, "Oh iya ambil aja neng, mau ngrujak ya." "Bukan pak, buat saya makan biasa aja," balas Renata, ia sambil mengelus perut nya Pak RW hanya tersenyum sambil memandang Renata yang mengelus perut nya, seolah mengerti sedang dalam fase apa gadis tersebut. "Tapi pak," ucap Ghea sedikit ragu, ketika Renata menunduk kembali. "Tapi apa neng?" tanya pak Rw. "Kakak saya, mau bapak yang ngambilin," ucap Ghea, dengan jantung yang terus berdebar ketika berbicara seperti itu, Renata hanya menunduk saja . Benar-benar durhaka diri nya menyuruh pak RW untuk menaiki pohon mangga. "Hah? Saya?" tanya pak RW, sedangkan Ghea hanya mengangguk seolah menandakan iya. Renata terdiam, ia takut kalau kepengenan tidak terturuti  Pak Rw berkata, "Baiklah, untuk kaka mu yang sedang hamil nih saya rela menuruti orang ngidam." Renata langsung bahagia ketika kemauan nya di turuti walau ia tahu kemauan nya durhaka sekali, tak lama pak RW mencopot sarung nya ia memakai celana kolor. Ia memanjat pohon mangga nya, membuat Rebata tersenyum senang tak henti-henti sambil memegang perut nya yang masih rata itu. "Kita makan mangga nak," gumam Renata, sedangkan Ghea hanya tersenyum tulus ke arah renata. "Ante yang malu tahu gara-gara ibu kamu," cetus Ghea.  Setelah memetik beberapa mangga, pak RW sudah turun dsri pohon. "Nih neng mangga nya, sehat-sehat nya kandungan nya," ucap pak RW ketika memberikan plastik hitam yang berisi beberapa buah mangga segar. "Pak makasih ya, maaf kaka saya ngerepotin," ungkap Ghea yang merasa tidak enak hati. Renata berkata, "Pak RW makasih ya." Sedangkan pak RW hanya tersenyum lalu membalas, "Iya neng, sama-sama." . Renata menenteng plastik hitam tersebut, tak henti-henti nya ia mencium mangga tersebut. "Euhmmm harum," gumam Renata ketika menghirum harum mangga tersebut  Tak pikir panjang, Renata langsung mengambil pisau untuk mengupas mangga tersebut ketika sudah sampai di kontrakan Ghea. Dengan udara yang segar, duduk di bale di bawah pohon yang rindang menutupi sinar matahari, semakin membuat nyaman. "Eh Ge emang gak mahal ya kontrakan segini," ucap Renata, sambil memakan mangga yang telah ia kupas, Ghea yang melihat di buat ngiler karena Renata memakannya dengan snagat enak. "Transferan bokap, dia yang nanggung," balas Ghea, sedangkan Renaata hanya ber Oh ria saja, tak perlu diragukan lagi Ghea sebenarnya orang berada namun ia memilih keluar dari rumahnya semenjak ayahnya menikah lagi, namun ia menuntut haknya untuk di beri nafkah sebagai anak dan ia meminta kontrakan ia ayah nya yang membayar, untuk kehidupan sehari-hari biar Ghea yang menanggung. "Mau?" tany Renata, ketika melihat sahabatnyabterus menatap iabyang sedang asik memakan mangga. Ghea mengambil potongan mangga yang di berikan oleh Renata. "ASTAGA ASEM BANGET REN," ucap Ghea berteriak, ketika mencoba mangga tersebut. Asem! Benar-benar asem, tapi Renata terlihat biasa, ia malah tertawa melihat Ghea ke aseman. "Ko lu biasa aja si," ujar Ghea, sedangkan Renata mengambil mangga nya dan memakan di hadapan Ghea kembu anpa berkedip membuatnyabhanya merinding ke aseman. "Orang gak asem ko," ungkap Renata, membuat Ghea melotot tak percaya. Asem di bilang gak asem, lalu gimana asem menurut sahabatnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD