4

2593 Words
*** Aku keluar dari mobil dan mendapati sebuah apartement tinggi di depanku. Ini adalah alamat yang diberikan oleh Zach kepadaku. Rupanya dia tinggal di apartement mewah ini. Itu menandakan dia pasti seseorang yang kaya raya. Aku segera masuk dan mengirim pesan pada Zach bahwa aku sudah sampai. Tapi tidak ada balasan sama sekali. Bahkan aku telah mencoba menghubunginya tetapi dia tidak mengangkat teleponku. Beruntung tidak butuh waktu lama untuk aku menunggu di loby. Seorang wanita dengan rambut blondie digulung ke atas datang menemuiku. Aku memandang wanita yang mengenakan pakaian kerja dengan rok minim itu dari atas sampai bawah. Dia tidak terlihat ramah ataupun bereksperesi sinis, wajahnya datar dan dingin. Tetapi aku akui wanita ini terlihat dewasa dan cantik. "Apa anda Nona McMine?" Tanyanya. Aku mengangguk kikuk. Menimbang-nimbang siapa wanita di depanku ini. Mungkin semacam asisten atau sekertaris dari Ayah Zach. Tentunya dia memiliki hal-hal seperti ini mengingat dia tinggal di apartement mewah ini. "Ikuti saya. Saya akan mengantar anda ke apartemen Tuan Zach." Kemudian dia berjalan dengan anggunnya. Aku mengikutinya dari belakang dan menaiki lift. Butuh waktu lama untuk ke lantainya dan begitu aku menyadari bahwa kamarnya terletak di lantai paling atas. Dia tinggal di sebuah penthouse! Sekaya apa pria bernama Zach ini. Pada akhirnya kami sampai di apartement Zach yang dapat membuat mulutku menganga meilihat betapa besarnya. Wanita yang tadi mempersilahkan aku duduk di ruangan depan televise sementara dia membuat minuman. Apartementnya cukup luas dan mewah dengan barang tertata rapi. Dia memiliki banyak sekali camera pengawas di sini. Semakin banyak pertanyaanku tentang pria ini. "Ah panas sekali!" Teriak seorang pria yang aku yakini itu Zach. Dia masuk melalui pintu apartementnya dengan pakaian sangat rapi. Kemeja, jas dan dasi juga tas kotak hitam serta sepatu mengkilap. Seperti Mr.Grey yang aku baca dalam buku fifty shades of grey. Aku menelan ludah karna itu. Ini pertama kalinya aku melihat Zach sekeren ini walaupun dia memang sudah sangat keren sebelumnya. Zach sepertinya belum menyadari keberadaanku yang sedang berada di ruang tengah saat ini. Itu terbukti ketika dia dengan santainya membuka jas dan melemparnya asal. Menyisakan kemeja yang membalut tubuhnya yang terlihat gagah itu. Dia kemudian melonggarkan dasinya. Membuat mataku tidak dapat berhenti menatapnya dan menunggu dirinya melakukan hal-hal yang lain. Seperti membuka kemeja yang membalutnya dan mengekspos tubuhnya. Ini membuatku teringat bagaimana aku pertama kali bertemunya memakai hodie dan ingin rasanya bercinta dengannya. "Alana! Maafkan aku. Aku. Aku benar-benar tidak tahu bahwa kau ada di sini," ujarnya ketika menyadari aku berada di ruang tengahnya. Saat itu semua bayanganku hilang. Aku kembali kepada kenyataan dan merasa malu karna hal itu. Padahal jika dipikir masih banyak gadis di kampus yang lebih liar bahkan memaksa Zach untuk mencumbu mereka. "Ehm ya," jawabku kaku. "Maaf aku harus mengurusi bisnis terlebih dahulu." "Bisnis?" "Ya, lupakan. Sekarang mari kita kerjakan tugas kelompok." Dia lalu duduk di sampingku dan masih memakai kemeja juga dasi yang membuatnya terlihat sangat hot. Dengan kikuk aku membuka laptopnya. Wanita yang tadi menjemputku datang dan membawa dua minuman lalu meletakannya di meja. Kemudian dia izin untuk keluar pada Zach. Aku menatap mereka berdua dan berpikir apa wanita itu semacam asisten sekaligus teman s*x Zach. Aku buru-buru menyingkirkan pikiran itu dan harus kembali fokus. Setelahnya kami saling menyusun materi bersama. Beruntung Zach adalah orang yang cukup menyenangkan diajak kerja sama dan komunikatif dalam mengerjakannya. Hanya butuh satu setengah jam kami dapat menyelesaikannya. Mungkin itu ada sangkut pautnya tentang dia dan bisnis yang tadi dia katakan. Dia sudah terbiasa dengan hal seperti ini. "Jadi apa yang akan kita lakukan? Semuanya telah selesai?" Tany Zach sambil tersenyum menatapku. "Tell me about you," ujarku sambil tersenyum dan mendapatkan ide. "About me?" Tanyanya sambil mengerutkan kening bingung. Aku mengangguk. "Seisi kampus membicarakan anak baru, pria misterius yang hot. Kalau aku punya info tentangnya mungkin aku bisa menjual dan mendapatkan keuntungan." Dia tertawa mendengarnya. "Licik. Kau matrealistis." Aku ikut tertawa. "No! aku hanya realistis." Aku bohong. Tidak sepenuhnya bohong sih, Marie pasti akan sangat senang kalau aku mendapatkan informasi tentang si tampan ini. Tapi di sisi lain aku sangat penasaran dengan kehidupannya. Melihat berada dimana aku sekarang. "Baiklah, info seperti apa yang mau kau dapat?" "Kau tinggal sendiri?" Tanyaku sambil melihat sekeliling yang jelas seperti dia tinggal sendiri. "Ya, kedua orang tuaku telah lama meninggal." Dia tersenyum sendu. Aku merasa tidak enak karna ucapan pertamaku saja sudah cukup menyinggung. "Sorry," ujarku merasa berslah. Dia menggeleng. "Its ok, itu sudah lama." Aku mengangguk. "Jadi kau semacam millioner atau apa? Sebuah pent house, asisten yang canti, jas dan kemeja ini, lalu bisnis?" Dia terkekeh pelan. "Aku punya sebuah bisnis kecil," jawabnya. "Kecil?" Ledekku. Dia hanya terkekeh dengan begitu manisnya. Demi Tuhan aku rasanya akan meleleh karna itu. Entah kenapa saat itu tiba-tiba bayangan Louis dan Mom kembali muncul. Bagaimana mereka bercinta dan begitu menikmatinya. Mom benar-benar memberi kepuasan untuk Louis. Berkebalikan dengan aku yang jutstru dikontrol oleh Louis. Mom memberikan sesuatu yang berbeda dan aku tahu Louis begitu menyukainya. Itu sungguh membuatku cemburu. "Als? Are you ok?" Tanya Zach. Aku buru-buru mengenyahkan pikiranku. Aku lalu mengangguk. "Ya, I'm ok. Baiklah ke pertanyaan berikutnya. Apa kau punya pacar?" Zach tertawa dan menggeleng. "Aku tidak butuh itu." Aku cukup terkejut dengan apa yang dia katakan. "Benarkah? Why?" Tanyaku meledek. Dia terdiam sesaat dan menatapku dalam. Suasana menjadi cukup berbeda saat ini. Hening dan cukup membuatku tenggelam ke dalam bola mata coklat terangnya. "Semua gadis yang dekat denganku selalu berakhir tidak seperti yang aku inginkan. I'm not a good guy.' Aku menjaadi tenggelam juga dalam keheningan sambil menatapnya. Aku merasa ada ketulusan, ketakutan, kebencian sekaligus kesepian di dalam matanya. Rasanya seperti mata itu membawaku jauh ke dalam hatinya. Membawaku membuka pintu yang berada di hatiku. Konyol tetapi aku merasakan hal seperti itu. Dan ini pertama kalinya. Tetapi dari caranya dia berbicara dan menatapku seperti mengatakan bahwa aku tidak boleh mencintainya. Aku pura-pura tertawa untuk menghancurkan keheningan yang cukup canggung ini. "Ya, aku tahu. Tidak ada pria baik yang bercinta dengan seorang wanita saat pertama kali dia masuk kuliah," ledekku. Kecanggungan akhirnya peergi dan dia juga tertawa. Tawanya begitu khas, seperti growl atau tertahan. Tetapi terlihat dia benar-benar tertawa lepas dan tulus. Aku suka ketika matanya menyipit saat tertawa. Aku tidak pernah memerhatikan seseorang sedetail ini sebelumnya. "Sebenarnya bukan itu maksudku. Sudahku jelaskan bukan? Bahwa wanita itu terus-terusan menggodaku?" Aku mengangguk sambil tertawa. "Ya ya aku mengingatnya. Well dia memegang penismu terus menerus di kantin." Dia mengedikan bahunya. "Itu sangat mengganggu." "Tapi kau menikmatinya bukan?" "Tidak munafik. Tapi sungguh aku melakukannya agar dia tidak mempermalukanku lebih banyak lagi. Aku tidak suka dengan wanita seperti itu." "Tidak suka? Jadi bagaimana dengan kehidupan s*x mu? Sementara kau tidak mempunyai kekasih bukan?" Sarkasku. Diacukup terkesan mendengar pertanyaanku yang begitu berani.. "Akan selalu ada gadis yang datang pada sore hari sampai malam hari untuk memuaskanku. Dan juga pagi hari sampai siang hari. Mereka tidak datang kali ini karna aku kerja kelompok. Tentu aku sangat butuh seks 24jam. Aku punya banyak stock wanita yang siap aku tiduri," jawabnya santai. Mendengarnya membuat mulutku membentuk huruf o besar karna kaget dan mataku membelalak. "Seriously?" Dia lalu tertawa lepas melihat ekspresiku. "Tentu saja tidak! Mengapa kau polos sekali! Kita itu sama. Kau juga tidak punya kekasih bukan?" Aku mengangguk. Aku memang tidak punya kekasih tetapi Louis cukup memuaskanku. "Jadi kau sendiri bagaimana? Kau tidak punya kekasih dan bagaimana tentang seks?" Tanya Zach balik. Pertanyaan yang hampir membuatku tersedak saat minum. Aku hanya tertawa begitu juga Zach. Matanya lalu melirik ke tasku yang terbuka. Lalu tangannya mengambil sebuah buku. "Fifty shades of grey?" Tanyanya memastikan. Kemudian dia tersenyum licik. "Sekarang aku tahu tentang seksmu. Kau membaca buku seperti ini lalu mencoba memuaskan dirimu sendiri? Ha?" Ledeknya. Aku melotot menatapnya. "No!" aku berusaha mengambil bukunya namun dia malah berdiri dan membuatku susah menggapainya. Kami saling berebut buku dan berlarian seisi ruangan. Setidaknya ini dapat melupakan bagaimana Mom dan Louis bercinta. Entah kenapa itu selalu menggangguku. Saat aku berhasil mengambil bukunya, aku oleng dan membuat kami berdua terjatuh. Aku terjatuh tepat diatas tubuh Zach. Aku terdiam menatap tubuhnya dan lagi-lagi teringat Mom dan Louis. Aku berusaha memejamkan mataku untuk mengenyahkan pikiran tersebut. "Are you ok?" Tanya Zach lagi khawatir. Aku membuka mataku dan dapat menghirup aroma aftershave Zach yang begitu memabukan. Aku menatapnya dan dia menatapku balik masih dengan keadaan aku dia atas tubunya dan tangannya satu bertumpu ke lantai agar kami tidak benar-benar saling berhimpatan. Jadi masih ada jarak diantara kami. Aku buru-buru bangkit dan menstabilkan diriku, begitu juga dengan Zach. Kekikukan terjadi diantar kami berdua. Aku berbalik membuang muka sambil memegang kepalaku. Aku berusaha menjernihkan pikiran namun pada akhirnya aku menyadari bahwa tidak dapat melakukannya. Aku langsung berbalik lagi dan mencium bibir Zach. Matanya melotot terlihat terkejut. Aku tak peduli dan menutup mataku. Aku menciumnya. Menghisap bibirnya sambil memegang wajahnya. Beberapa saat kemudian aku merasakan sentuhan tangan Zach di pinggangku. Dia mendekatkan badannya denganku. Dia membawaku ke pelukannya. Zach membalas ciumanku dan juga mulai menutup matanya. Dia mulai memainkan lidahnya menyusuri langit-langit mulutku. Kemudian lidah kami saling bertautan. Aku mengatur nafasku di sela-sela ciuman kami. Zach benar-benar good kisser. Dan aku merasa kepalaku rasanya seperti ingin pecah karna terlalu banyak terisi tentang Zach. Hanya dengan sebuah ciuman aku benar-benar terlena. Aku mendorong Zach sampai ke kamarnya dan tidak melepas ciuman kami. Dia membuka pintunya dengan kasar sambil tidak sadar apa yang akan terjadi dengan kami. Zach mengubah posisi kami dengan aku yang menjadi terhimpit di tembok berhadapan dengannya. Aku mengingat posisi ini persis seperti apa yang tadi siang Louis lakukan. Dan aku tidak suka hal itu. Aku ingin mengenyahkan pria itu dari pikiranku. Aku menaikan kedua kakiku melingkar di pinggul Zach. Kemudian aku menarik dasi yang masih tersimpul di kemejanya. Dan membuka kemejanya dengan paksa sehingga beberapa kancing terlepas. Zach menggendongku dan segera pindah ke sisi kasur. Dia menatapku dengan matanya yang memburu dan nafas terengah-engah karna nafsu. Bokongku masih tepat di atas kedua paha Zach. Aku duduk dipangkuannya dan kami saling berhadapan. Dapatku rasakan perlahan ereksinya membesar. Dia melepas kemejaku dengan kasar. Sampai kancingnya lepas dan menciumi leher juga bahu. Aku mengerjapkan mataku berkali-kali karna sensasi bibirnya yang menelusuri kulitku. Rasa geli, ngilu dan nikmat menjadi satu. Aku menggesek-gesekkan vaginaku ke penisnya. Bergerak ke kanan dan kiri lalu atas dan bawah. Aku meremas-remas rambutnya karna dia menciumi leher ku dengan begitu nikmat. Zach meatapku yang sudah sangat turn on begitu juga dirinya dengan matanya yang menggelap penuh nafsu. Kemudian aku mendesak payudaraku ke wajahnya. Dia langsung membuka braku dan memainkan lidahnya di payudaraku. Menjilat, menghisap dan mengigitnya pelan. Aku mendesah sambil terus meremas rambutnya dan mendesak wajahnya terus ke payudaraku. Aku berusaha mengontrol dan memancing Zach agar semakin liar. "Eum. I like you," racau Zach di sela hisapannya. Dia memainkan lidahnya di putingku sehingga aku mengerang nikmat. Kemudian dengan sengaja dia terus melakukannya sambil tersenyum nakal menatapku yang terlalu menikmati apa yang dia lakukan. "I want more," ujarnya lagi. Setelah mengatakan itu Zach bangkit dan membuka celanaku dan celananya, sambil masih berciuman. Dia memainkan lidahnya di dalam mulutku. Kemudian dia membawa jari tengahnya masuk ke dalam celana dalamku. Menggeseknya di mulut kewanitaanku. "Kau basah dan karna ku." "Emm. Emm." "Kau milikku." Dia menambahkan jarinya satu lagi membuatku mengerang. Dia tersenyum dan kemudian menambahkannya lagi sampai tiga jari. Aku semakin mengerang tapi merasakan nikmat yang teramat. "Kau harus siap. Miliku lebih besar," katanya. Aku lalu melepas ciumanku dan mendorongnya sampai terduduk ke kasur. Kemudian aku berlutut di depannya dan membuka celana dalam Zach. Aku memegang ereksinya yang benar-benar besar seperti yang dia katakan. Lebih dari milik Louis. Aku dapat membayangkan bagaimana sakit dan nikmatnya ketika itu masuk ke dalam kewanitaanku. Kemudian aku menghisapnya sambil mengocoknya. Menjilat secara perlahan dan terus menghisapnya. Beberapa kali tersedak karna terlalu panjang dan besar. Namun aku menikmati melihat wajah Zach yang mengerjapkan mata berkali-kali karna hisapanku pada ereksinya. Bahkan dia meremas rambutku agar lebih dalam lagi. Dia menyukainya. Ini pertama kalinya aku merasakan sesuatu yang berbeda dalam bercinta. Zach seperti memberiku control untuk membuatnya tidak berdaya namun di sisi lain dia benar-benar membuatku nikmat dan mengontrolku. Tiba-tiba dia berhenti meremasku.Dia menatapku dan membangunkanku. Dia menggendongku di depanya dan mendorongku ke tembok seperti yang tadi dia lakukan. Namun kali ini lebih keras. Aku dapat merasakan punggungku yang sakit karna rembok. Tapi itu tidak seberapa dengan kenikmatan yang sedang aku rasakan. Zach mendirikanku dan mengangkat sebelah kakiku sehingga kewanitaanku terbuka lebar. Dia langsung menerobosnya dengan dalam dan kasar. Aku merasa dia benar-benar bernafsu padaku. Dia menyodokku dengan ereksinya. Aku mengerang hebat karna begitu sakit. Sungguh rasanya benar-benar sakit. Penisnya sangat besar dan panjang. Aku menatap mata Zach yang begitu gelap dan penuh nafsu. Aku tidak tahu dia punya sisi yang seperti ini. Benar-benar hot dengan wajah cute nya itu. Setelahnya dia perlahan menggoyangkan penisnya yang berada dalam kewanitaanku. Sakit itu berangsur-angsur hilang menjadi benar-benar nikmat. Rasanya nyeri dan ngilu menjalar ke seluruh tubuhku. "You are not virgin," bisik Zach pelan dengan suara serak. Aku mengagguk. "Surprise to me. Aku kira kau gadis yang sangat polos. But I don't care. I love you." Zach lalu mencium leherku. Kalimat terakhirnya menggema di kepalaku. Dia mengatakan bahwa dia mencintaiku. Sangat mengejutkan. Aku ingin bertanya lebih lanjut namun akhirnya aku tidak mau semua kenikmatan ini terganggu. Aku juga berpikir mungkin saja itu kata spontan yang keluar dari bibir Zach karna menikmati apa yang kami lakukan. Lagipula kami baru mengenal beberapa bulan dan tidak terlalu dekat, mana mungkin dia menyukaiku. Tapi di sisi lain aku sendiri kaget menemukan diriku sendiri yang begitu menyukainya. "Kau menyukainya?" "I told you, aku menikmatinya. Aku suka good girl yang bisa menjadi bad untukku. Apa ini hanya untukku?" Aku mengangguk. Dia lalu memompa penisnya begitu kencang dan cepat mendesakku di tembok. Kemudian dia menggendongku dan membawaku ke kasur. Menindihiku dan kembali menyetubuhiku. Memompa ereksinya lagi sambil menghisap putingku. "Faster please," ujarku. "Say my name!" Perintahnya. "Please, Zach." Dia tersenyum puas dan mencepatkan gerakannya. Sangat cepat! Aku dapat merasakan perutku mulai merasa ngilu juga yang hebat. Seperti sudah mau sampai klimaks. "Zach, aku ingin keluar." Ujarku. "Keluarkanlah. Aku juga ingin." Katanya. Aku menggeleng. "Kau harus mencabutnya. Aku bisa hamil Zach." "Kau tidak meminum pil kb?" Aku menggeleng. Dia tersenyum. "Aku senang mendengarnya. Berarti kau bukan wanita nakal yang melakukannya dengan siapa saja." "Zach aku sudah tidak tahan," erangku. "Keluarkanlah. Aku akan mengeluarkan di luar." Dia masih memompa ku sampai aku mencapai klimaks dan cairan keluar dari kewanitaanku. Aku begitu lemas tapi dia masih saja memainkan ereksinya di dalamku. Dia mempunyai daya tahan yang begitu kuat. Beberapa saat kemudian dia mengerang dan buru-buru melepas penisnya. Saat itu s****a keluar dari penisnya. Dia berhambur di kasur bersamaku kelelahan. Dia membawa jemarinya ke kewanitaanku dan kemudian kembali ke bibirnya, menghisap cairanku. Dia lalu langsung menciumku. Zach mengambil selimut dan menutupi tubuh kami berdua yang tidak memakai apapun. Dia memelukku dengan erat di kasur. Dia tersenyum teduh menatapku. "Istirahatlah dulu. Kau pasti kelelahan." Aku terdiam. Aku cukup kaget dengan perlakuannya yang begitu manis. Louis tidak pernah melakukan hal seperti ini kepadaku. Dia akan langsung pergi dan tidak peduli. "Alana, kenapa kau melamun? Are you ok?" Tanya Zach khawatir. Mendengar nada bicara dan ekspresinya yang begitu mengkhawatirkanku, membuatku tersenyum. "I'm ok," kataku." "Apa kau haus? Aku bisa mengambilkanmu minum," tawarnya. Zach benar-benar begitu memperhatikanku. Aku merasa seperti gadis istimewa yang tidak hanya bercinta karna nafsu, tapi benar-benar dicintai. "No, I'm ok." Dia lalu membelai rambutku. "Apa tadi sakit? Apa aku terlalu keras? Aku benar-benar minta maaf." Aku segera menyentuh wajahnya untuk menenangkannya. "Tidak. Aku baik-baik saja. Aku menikmatinya." Dia lalu memegang tanganku yang menyentuh wajahnya dan kemudian mencium punggung tanganku. Lalu kembali memelukku dan mencium keningku. "Tidurlah dulu. Kau pasti lelah." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD