01 |MIMPI BURUK

1011 Words
Mimpi buruk berhasil membuatku terjaga. Mimpi itu terlalu jelas sehingga aku bisa mengingatnya mulai dari awal sampai akhir. Napasku naik-turun tak beraturan, peluh membasahi keningku sementara pikiranku menjadi kalang kabut akibat mimpi buruk dikejar-kejar hewan serigala. “Kenapa tiba-tiba mimpi dikejar serigala sih? Perasaan aku gak ada salah apa-apa ke serigala, justru kemarin aku ngasih makan ke anjing tetangga. Eh tapi serigala dan anjing kan berbeda. Aishhh…” Aku mengacak rambut frustasi, lalu melirik jam weker yang masih menunjukkan pukul dua dini hari. Karena tidak bisa tidur, akupun memutuskan keluar kamar menuju dapur untuk minum. “Pasti karena kebanyakan nonton film horor,” gerutuku setelah sampai di dapur dan mengambil botol air dingin kemudian memindahkannya ke gelas. Glek. Glek. Glek. Aku meminumnya dalam satu kali tegukan hingga kandas. Menyeka mulutku yang basah, aku kemudian memilih duduk di kursi meja makan. Masih penasaran tentang mimpi dikejar serigala yang kudapatkan beberapa saat yang lalu. “Serigala itu bilang akan menungguku. Untuk apa seekor serigala menungguku? Dan menunggu untuk apa?” Aku bertanya pada diri sendiri, dan tentu saja tak ada jawaban selain keheningan. Bahuku melorot lemas, aku melupakan bagian terpentingnya. “Seharusnya yang jadi pertanyaanku adalah… KENAPA HEWAN SERIGALA BISA BERBICARA!” Aku menjerit tanpa sengaja lalu buru-buru membungkam mulut menggunakan tangan saat baru sadar sekarang masih waktunya orang lain tertidur. “Jeha! Apa itu suaramu?” Suara Papa samar-samar terdengar. Aku meringis karena ketahuan, pasti setelah ini papa akan memarahiku karena mengganggu tidurnya. Aku mengembalikan botol minuman ke dalam kulkas kemudian berjalan mengendap-endap berusaha kabur ke kamar sebelum papa menangkap basah diriku berada di dapur. Sayangnya rencanaku gagal, aku dan papa malah bertemu di undak-undakan tangga. “Hehe, papa kok belum tidur?” tanyaku dengan cengiran tanpa berdosa. Papa berkacak pinggang, lalu mengomel, “Jadi benar ya suara teriakan tadi itu berasal dari kamu? Hannah sampai nangis, mama jadi bangun dan gendong dia, papa jadi ikut-ikutan bangun!” Tanganku menggaruk tengkuk yang tak gatal sambil mengaku salah. “Maaf Pa, Jeha keceplosan teriaknya.” Papa mengembuskan napas panjang mencoba sabar. “Lusa, papa, mama sama Hannah akan pergi ke rumah nenek. Nenek kamu sakit jadi kami mau jenguk ke sana. Kamu di rumah aja yah? Lagian kamu juga masih harus masuk kuliah. Jangan sampai bolos biar cepet lulus.” Wajahku merengut karena tidak diajak, padahal aku juga ingin melihat kondisi nenek. “Jeha sebenarnya pengen lihat nenek juga, tapi kalau papa bilang begitu yaudah salamin aja ke nenek,” sahut Jeha, cemberut. “Iya, nanti papa salamin. Kamu balik tidur sana! Jangan teriak-teriak gak jelas lagi!” suruh papa. Aku mengangguk kemudian melangkah malas menuju kamar, untuk sesaat berusaha melupakan kejadian dalam mimpi burukku. Entah itu hanya sengaja bunga tidur yang dikirim Tuhan, atau halusinasi setan, atau sebuah petunjuk yang menjurus ke kenyataan, aku tidak mau tahu. Yang harus aku lakukan sekarang adalah kembali tidur agar tidak kesiangan saat bangun nanti. Sebab aku ada kuliah pagi dan bisa berabeh urusannya jika aku terlambat masuk kelas. *** Hari ini Papa dan Mama bersiap-siap pergi ke rumah nenek. Mereka mengemasi beberapa barang bawaan bak orang hendak minggat, well… sebenarnya barang-barang itu lebih banyak untuk kebutuhan Hannah, adikku yang masih bayi. “Kami tinggal sebentar yah, jaga rumah dan jaga diri kamu baik-baik! Jangan keluyuran sampai malam walaupun mama dan papa gak ada di rumah. Kamu mengerti kan Jeha?” Mama memberiku sedikit wejangan sebelum berangkat. “Iya, pokoknya mama sama papa gausa khawatirin Jeha. Jeha ini sudah gede, sudah bisa jaga diri dan hidup mandiri!” jawabku sembari tersenyum lebar. “Bisa jaga diri dan hidup mandiri tapi kenapa pakai minta temenin Rossa?” ledek papa yang kubalas pelototan tajam. “Biar nggak bosen aja sendirian di rumah, kalau Rossa menginap di rumah kan jadi lebih seru,” alibiku. “Iya, lebih baik emang kamu ditemenin Rossa. Rossa kapan ke sini?” tanya mama. “Kayaknya nanti malam dia baru ke sini,” jawabku menjadi akhir dari pembicaraan kami sebelum akhirnya mama dan papa berpamitan pergi. “Yasudah, mama dan papa pergi dulu ya sayang.” Mama dan papa memelukku bergantian kemudian melambaikan tangan saat mereka sudah berada di dalam mobil. “Dadah!!” teriakku ketika mobil yang mereka tumpangi perlahan meninggalkan halaman rumah. Sekarang waktunya bersenang-senang sendirian di rumah. Yuhuuu…, aku bisa bermalas-malasan tanpa takut diperintah membersihkan rumah. Aku bisa membeli semua menu makanan yang aku suka dan bagian terbaiknya adalah tidak akan ada yang melarangku berbuat seenaknya. *** Rossa melongo melihat makanan yang tersaji di meja makan rumah Jeha. “Serius lo sendiri yang beli semua makanan ini? Pizza, hamburger, kebab, seblak, bakso aci dan yang lainnya. Gila! Lo ngidam apa mau bikin konten makan?” komentar Rossa. Jeha tersenyum nyengir seraya menjawab, “Aku beli semua ini pakai uang tabungan sama uang saku yang dikasih papa buat tiga hari ke depan.” Rossa menyipitkan mata tajam. “Jangan sampai lo ngerengek minta uang ke gue gegara kehabisan uang buat beli semua ini ya?” ancamnya. “Yaelah, kapan lagi kan jajan sepuasnya? Mumpung nggak ada mama, aku pengen makan semuanya!” ujar Jeha. Tak memedulikan raut kesal Rossa, Jeha pun makan pizza mozarella-nya lebih dulu. “Uhmm…, enak banget,” kata Jeha, sengaja memancing Rossa yang menelan ludah, ingin ikut makan. “Terserah lo aja deh! Intinya gue ikut bahagia karena bisa makan semua ini.” Rossa akhirnya luluh juga dan ikut makan hamburger milik Jeha. “Oh ya, ntar malam mau nonton film nggak?” tanya Jeha sambil mengunyah pizza di mulutnya. Rossa yang belepotan terkena saos hamburger menyahut, “Boleh. Nonton apaan?” Jeha berpikir sejenak. “Nonton horor aja gimana? Pasti seru! Selama ini kan aku yang selalu ngalah sama kamu buat nonton drakor, sekarang gantian nonton horor.” Rossa menekuk wajah cemberut. Ia benci sekali film horor, tapi seperti kata Jeha barusan, kali ini waktunya Rossa yang mengalah. “Yaudah deh, kita nonton horor.” “Asyiiik!” Jeha berteriak kegirangan kemudian buru-buru ngacir ke kamar untuk melihat koleksi CD film horornya yang akan ia lihat bersama Rossa. BERSAMBUNG…
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD