Part 4

599 Words
"Seandainya aku bersedia, apa Mbak Ratih yakin aku bakal bisa menyusui anak kalian?" tanyaku pelan, namun aku yakin Mbak Ratih pasti masih bisa mendengarnya. Binar bahagia terpancar dari mata Mbak Ratih saat aku berkata seperti itu. Tanganku langsung digenggam erat olehnya. "Mbak yakin, kamu pasti bisa Mey" Entah darimana keyakinannya yang begitu besar padaku. Padahal jika kupikir lagi, kami berdua hanyalah orang lain. Tak memiliki hubungan darah, hanya menjadi istri-istri dari kedua kakak-beradik. Yang bahkan, suamiku pun sudah meninggal dunia dua tahun lalu. "Tapi Mbak, andai aku mengikuti terapi itupun pasti butuh waktu untukku bisa memproduksi asi. Lalu, slama waktu itu bagaimana dengan anak kalian. Apa dia akan diberikan s**u formula?" pasalnya, tak mungkin pada terapi pertama aku langsung bisa berhasil memproduksi asi. "Kamu tenang aja, Mbak akan menunda operasi sampai asi kamu benar-benar lancar. Untuk itu, Mbak juga ingin kamu tinggal di rumah Mamah lagi". "A-aku ga yakin Mbak soal itu" jawabku ragu. "Kamu tenang aja, Mbak dan Mas Arslan akan urus semuanya" Mbak Ratih menatapku lekat, lalu matanya mulai berkaca kaca. Membuatku heran melihatnya. Tanpa diduga, Mbak Ratih menarikku kedalam pelukannya. "Makasih banyak ya Mey, kamu udah mau berkorban buat Mbak" Bahuku terasa basah, seiring dengan bahu Mbak Ratih yang berguncang pelan. "Sama-sama Mbak. Doakan Mey supaya berhasil. Mey juga ingin yang terbaik buat anak kalian" ucapku tulus. Setelahnya, kami berunding menentukan rencana kami selanjutnya. *** Pagi ini, aku dan Mas Arslan sudah membuat janji temu dengan konselor laktasi tempat Mbak Ratih biasa konsultasi. Aku hanya berdoa, smoga smua harapan Mbak Ratih terhadapku menjadi kenyataan. Rupanya Teteh Susi, begitu dia ingin aku memanggilnya agar lebih akrab katanya, sebagai konselor laktasi sudah mengetahui perihal rencana kami dari Mbak Ratih. Hingga aku hanya perlu menjawab beberapa pertanyaannya perihal kesehatanku saja. Untungnya, kesehatanku sangat baik hingga kemungkinan aku bisa memproduksi asi lebih besar. "Saya cuma berpesan, jangan stress, percaya kalau kamu bisa. Sering rangsang dengan menyusui dedek bayi ya. Mungkin awalnya akan terasa aneh saat pertama kali menyusui, tapi lama lama akan terbiasa dan nyaman kok. Jangan lupa obatnya juga diminum ya. Kita ketemu tiga hari lagi untuk lihat perkembangannya" ucapnya saat menutup sesi konsultasi kami kali ini. Setelah mengucap terima kasih, kamipun pamit undur diri. *** "Terima kasih" ucap Mas Arslan tiba tiba saat kami dalam perjalanan menuju rumah sakit. "Untuk?" tanyaku tanpa melihat kearahnya. Aku lebih suka melihat jalanan daripada wajah datarnya. "Untuk menjadi ibu s**u untuk Ahsan" Ahsan adalah nama panggilan untuk anak mereka. Ahsan Nuzulan Kareem. Begitu mereka menamainya. "Dia keponakan aku, jadi rasanya wajar jika aku juga ingin yang terbaik untuknya" Hening, tak ada lagi obrolan diantara kami hingga kami sampai di ruang perawatan Mbak Ratih. *** Mbak Ratih sudah pulang ke rumah Mamah, begitupun aku yang kembali tinggal disini. Entah alasan apa yang diberikan oleh Mas Arslan dan Mbak Ratih pada Mamah dan Papah, hingga mereka mengijinkan ku untuk tinggal disini lagi. Tok tok tok "Mey" panggil Mamah dari luar. Meskipun ini rumahnya, tapi Mamah slalu menjaga privasi kami disini. Mamah ga akan masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. "Masuk aja Mah, ga Mey kunci kok" sahutku yang baru saja selesai menyisir rambut. "Ahsan belum bangun Mey?" tanyanya sambil melihat kearah Ahsan yang tertidur diranjangku. Memang sengaja Ahsan dibiasakan bersamaku, selain aku bisa belajar menyusuinya, juga supaya Ahsan terbiasa berada disisiku. Agar ketika Mbak Ratih dioperasi, maka aku lah yang akan merawatnya. "Belum Mah. Kenapa memangnya Mah?" tanyaku sambil menghampirinya yang sedang memperhatikan Ahsan. "Mamah pengen gendong Mey. Kangen" Maklum saja, Ahsan cucu pertama keluarga ini, hingga semua begitu antusias dengan kehadirannya. "Baru juga beberapa jam Mah" godaku "Ihh, kamu mah ga ngertiin Mamah ahh Mey" cebiknya Aku memeluk Mamah, gemas dengan tingkahnya yang cemberut seperti itu. "Yaudah, Mamah keluar dulu. Mau nyiapin makan malam. Kalau Ahsan udah kamu kasih ke Mbakmu, bantu Mamah di dapur ya" "Siap Mah" jawabku sambil mengacungkan jempol. *******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD