Bab 02─Lupa banget

1582 Words
Zeo pulang ke rumah, dia terduduk di depan meja belajar, menatap ke bawah banyak sekali orang-orang yang berlalu-lalang. Yap! Kamar Zeo berada di lantai dua, sehingga dirinya bebas melihat jarak jauh dari atas sini. "Bahkan sekarang gua bosan dengar kalimat-kalimat Geo itu tampan, Geo itu tinggi, Geo begini, Geo begitu dan bla-bla-bla. banyak sekali pujian tentang cowok itu. Di mata gua, dia cuman cowok biasa yang kepo terus mau tahu urusan orang-orang!" dengus Zeo. Zeo membuka album yang sempat Varo atau arwah Varo berikan, membuka album itu satu persatu, entah mengapa dia merasa Varo sudah merelakannya, bunga yang Varo berikan waktu itu masih bertumbuh dengan sehat. Seketika senyuman kecil terukir di bibirnya, mengingat kenangan konyol dari Varo sebelum dia benar-benar meninggalkannya. "Lu tahu? Nggak usah liatin fotonya lama-lama sih." Suara itu sempat membuat jantung Zeo berdegup kencang, album yang dipegangnya hampir terjatuh. "Abang." Zeo tersenyum dengan pelan. "Kenapa?" Renal masuk ke dalam kamar Zeo. "Lu kangen Varo?" tanya Renal. Zeo mengangguk pelan, meski ingin mengelak, tetap saja kan dia masih teringat bahkan kenangan itu sulit terhapus di memori pikirannya. "Nggak apa-apa, abang yakin akan ada laki-laki yang bakal sayang sama lu dengan tulus." "Jangan lagi, abang!" Zeo menatap tajam. Sorot matanya tidak tenang. "Kenapa?" "Hari ini semua orang terus-terusan ngomongin tentang cinta, Zeo nggak percaya! Bahkan waktu Varo pergi ninggalin gitu aja. Zeo nggak percaya lagi cinta!" bentak Zeo. "Tenang lah... lu itu sangat sensitif." "Gua... gua butuh istirahat." Ujar Zeo. "Ya, lu harus." Renal pergi keluar dari kamar Zeo. Zeo menatap kepergian Renal, bahkan saat Renal menutup pintu kamarnya. "Siapa bilang gua sensitif?! Nggak seperti itu kok." Geramnya. Tiba-tiba ponsel Zeo berdering, letaknya berada di sisi Album di atas meja belajarnya. Dilihatnya itu adalah nama yang selama ini dia tunggu. "Hallo? Abang! Zeo kangen Abang!" °°°~••~°°° Lonceng berdering, pertanda pulang sekolah sudah tiba. Zeo dan teman-teman seisi kelasnya merapikan peralatan pribadi mereka seperti buku, bolpoint, dan yang lainnya. "Zeo, mau pulang bareng nggak?" tanya Seola. "Emm..." Zeo sempat akan menjawab ingin, namun teringat janjinya bertemu dengan Jimmy pulang nanti. Sekaligus dia akan bertemu dengan Serra dahulu. Sudah beberapa minggu ini sejak pergantian kelas mereka, Serra dan Zeo mendapatkan kelas yang semakin menjauh. "Gua... mungkin lain kali, Seola, gua ada janji buat ketemu orang dulu." Jawab Zeo, jangan lupakan senyumannya. "Lu... Udah punya pacar? Lu yakin sama orang itu? Udah gua bilang! Lu bakal nemuin cinta lu lagi, Zeo!" tanya Seola, diakhiri pernyataan. "Hah? Nggak-nggak!" dengan cepat Zeo mengelak. "Emang lu percaya kalau gua masih belum buka hati?" tanya Zeo. "Sampai kapan?" tanya Seola lagi. Menyebalkan! Memang selalu begini, pertanyaan dijawab dengan pertanyaan. "Udah ah, jangan bahas itu... gua udah cukup terlambat, gua duluan ya, Seola!" Ujar Zeo terburu-buru keluar dari kelasnya. Sebelum itu, dia berjalan di koridor dan mendekat pada loker miliknya, dia membuka tasnya lagi, terlihat jelas di dalam loker nya ada sepatu olahraga berwarna putih milik Zeo, dia mengeluarkan baju olahraganya dari tas itu lalu memasukannya ke dalam loker miliknya. "Huft..." hela Zeo. Dia cepat-cepat berlari kecil menuju gerbang sekolah, siapa tahu Jimmy sudah di sana dan Zeo akan terkena omelan-omelan sama seperti yang lainnya. Zeo tidak suka itu. Sesampai di gerbang sekolah, ternyata belum ada siapa-siapa. Ah ya... Zeo tidak ingat jika hari ini adalah hari piket giliran Jimmy. Mau tidak mau, dia harus menunggu. Tak lama seorang pria tinggi, bahkan sangat tinggi darinya pun menghampirinya. Dia tersenyum, sedangkan Zeo tidak menyadarinya. "Lagi ngapain?" tanyanya. Zeo terlonjak, spontan menoleh pada sumber suara itu. "Heh? Huft! Geo." Dengus Zeo. Lalu Zeo menyadari bahwa Geo tidak sendirian, dia melihat di samping Geo juga ada seorang perempuan. Zeo menatap pada Erina lalu pada Geo secara bergantian. "Kenapa kalian masih di sini? Nggak mau pulang? Kalau mau pacaran di luar sekolah, nanti kena amuk kepala sekolah, lho." Tegur Zeo. "Huh? itu lagi." Kata Geo. Dia menghela napasnya lalu pergi melalui Zeo, Erina berjalan mengikuti Geo dan menatapnya dengan hangat. Zeo membalasnya dengan senyuman. "Heh, kutu beras gendut, Jeo! Maaf terlambat, gua harus piket, terus gua capek jadi gua tadi ke kantin sebentar terus..." Cepat-cepat Zeo menyela. "To the point! Waktu gua nggak banyak." Tegur Zeo. "Ah... itu, bantu gua buat deket sama temen lu." Ujar Jimmy. "Siapa? Seola? Kak Serra? Jenna? Ah no-no-no! Lu nggak boleh suka sama Jenna, dia udah jadi hak paten Kak Johnny. Dan Kak Serra udah jadi hak paten Kak Ragil. Udah lama mereka pacaran," Zeo memperingati. "Ck! Bukan itu, bodoh!" "Terus?" "Gava! Yang tadi di sekolah ketawa sama lu. Dia cantik, senyumannya indah, matanya lucu, ceria juga kayaknya, lu tahu? Gua suka ama dia..." "...maksudnya, gua pengen ungkapin perasaan gua ke dia. Tapi, kayak yang lu lihat sekarang. Gua nggak berani buat ngomong sesuatu sama dia. Apa lagi kalau ungkapin perasaan ke dia." Ujar Jimmy panjang lebar. "Kenapa? Lu kan laki-laki, harusnya memang siklusnya laki-laki duluan ungkapin perasaannya. Jangan bilang lu mau Gava yang bilang duluan?" tanya Zeo. "Nggak begitu, bodoh! Lu masih nggak paham. Gua pengen deket sama Gava dulu, kalau selesai, gua mau ungkapin perasaan gua. Ya kalau orang-orang bilang itu namanya pendekatan. Lu tahu kan?" Zeo mangut-mangut, "Akan gua bantu sebisa gua." °°°~••~°°° "Kak Serra!" panggil Zeo tatkala melihat Serra dan Ragil masuk ke dalam toko kue. "Jeo bantet! Wah, akhirnya kita ketemu lagi setelah berabad-abad." Ujar Serra lalu tersenyum. "Jeo kangen banget sama Kak Serra!" ungkap Zeo. Lalu Serra mempersilahkan untuk duduk di kursi luar toko yang kosong. Sekaligus beristirahat. "Lu nggak kangen gua juga, Je?" sela Ragil. "Ih Kak Ragil! Gua sangat enggak banget buat kangen sama lu." Ujar Zeo membuat Ragil dan Serra tertawa lepas. "Gimana kabar lu sekarang?" tanya Ragil. "Kabar gua? Ya... tentu ba─" "Gua denger lu nggak mau membuka hati, Zeo. Apa lu masih kangen dia? Belum Move on? Maksudnya, lu nggak mau memulai hubungan dengan orang yang berbeda lagi yang mungkin bisa membantu lu buat nyembuhin luka lama lu. Gua jadi sedikit khawatir." Serra tersenyum pelan. "Gua... nggak..." "Ayolah, Zeo. Varo pasti pengen juga lihat lu bahagia." Dukung Ragil. "Tapikan, nggak mudah memulai hubungan baru." Ungkap Zeo, suaranya mulai bergetar. "Lebih baik, hati gua istirahat sejenak dengan urusan cinta." Zeo menghela napasnya. "Baiklah, lu bisa beristirahat dalam hal Cinta. Tapi jangan sampai lu nggak percaya lagi pada Cinta. Lu harus tahu, di dunia ini memang seperti permainan, di mana ada pertemuan di situ ada perpisahan. Dan, sekuat apapun lu menutup hati, gua yakin bakal ada laki-laki yang bersedia buat bikin lu bahagia, Jeo." Ujar Serra yang berlagak sudah seperti seorang psikolog. "Waw sepertinya banyak yang kamu tahu tentang cinta, sayang." Puji Ragil. "Heh! Jangan menebar keromantisan di depan gua dong! Enggak kasihan sama jomblo?" tegur Zeo. Sedangkan Serra dan Ragil hanya tertawa lepas. Zeo terdiam kembali, tak menggubris tawaan mereka. Namun... apa yang Serra katakan memang benar. Sepertinya, dia harus memulai hidup baru dan berhenti menjadi seorang Sad Girl. *** Suara klakson mobil menggema di depan rumah Zeo, sebelumnya dia lupa jika hari ini akan pergi ke pasar malam bersama Geo dan Gava. Dengan cepat Zeo turun ke bawah dan menemui Geo. "Geo, maaf sebelumnya. Anu... gua... Gua lupa hari ini kita akan pergi sama Gava keluar." Lirih Zeo dengan hati tidak enak. "Dasar pelupa, cepatan siap-siap, gua tunggu." Suruh Geo. "Baiklah, baiklah." Dengus Zeo. Zeo kembali ke kamarnya, dia berlarian melewati anak tangga satu persatu. Dia terpaksa tidak mandi dulu karena memang akan lama sekali jika dia begitu. Jam sudah menunjukan pukul 07.12 p.m. Zeo memakai baju yang lain lalu memoles sedikit wajahnya agar terlihat tidak pucat. Selesai itu, Zeo melihat jam dinding menunjukan pukul 07.20 p.m. Zeo berlari kembali ke bawah menemui Geo. "Ayo berangkat." Ajak Zeo. Mereka akan pergi ke rumah Gava terlebih dulu, sebab memang janjinya bertiga, di perjalanan Zeo sangat canggung, tidak ada yang berani membuka percakapan. Baik Zeo maupun Geo. "Emm..." keduanya berucap bersamaan, lalu saling memalingkan wajah. Entah kenapa sangat canggung! "Lu dulu," ujar Geo. "Nggak-nggak, lu dulu." Zeo menggelengkan kepalanya. "Emm... pertanyaan gua nggak penting. Lu aja dulu." Zeo menghela napasnya, "kita... jalan bersama... apa kak Erina tahu?" tanya Zeo dengan hati-hati. "Biar apa? Memangnya penting buat dia apa?" sial. Zeo benci jika bertanya, dijawab dengan pertanyaan lagi. "Hey! Kalian kan pacaran, lu nggak boleh kayak gitu. Dia bakal marah sama lu kalau tahu. Aduh gimana ini? Abis gua kalau dilabrak. Seorang Zeo nggak boleh nyari masalah─" Zeo terlihat gelisah, namun Geo hanya menertawakan Zeo. "Lu ini kenapa, sih? Cemburu sama dia?" "Heh! Nggak usah geer deh! Gua kan cuman nanya tadi, emang dia bakal marah kalau tahu soal ini. Bahkan kalau gua punya pacar pun gua bakal marah kalau pacar gua ngelakuin hal kayak gini sama cewek lain!" Geo tertawa lagi mendengar penuturan Zeo, menurutnya, Zeo tampak seperti anak kecil saat gelisah seperti ini. "Yang lu tanyain itu-itu aja, lu nggak harus khawatir gitu dong sama gua. Dan lu nggak perlu cemburu, Zeo. Tenang aja sih, Erina bukan pacar gua. Dia, gua anggap sebagai adik gua. Iya, adik gua." Zeo tercengang mendengar penuturan Geo. "Jangan bercanda!" tegur Zeo. "Gua serius, buat apa bohong? Biar gua bisa bikin lu percaya padahal Erina adalah pacar gua? Ck! Lu terlalu negative thinking, Zeo. Sadar nggak? Lu keliatan seperti cemburu sama dia." "Gua enggak…" "Bohong dosa, nanti masuk neraka." Kata Geo membuat Zeo bungkam. Dia memilih untuk diam saja, apa-apaan Geo ini. Sangat pemaksa. Zeo tidak menyukainya! Lalu kenapa dia berkata seperti itu dan terdengar memaksa bahwa Zeo harus cemburu padanya?! Bersambung....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD