bc

Assalamualaikum Pak Ustadz

book_age16+
4.3K
FOLLOW
45.5K
READ
love after marriage
badgirl
tomboy
powerful
brave
student
drama
comedy
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

Annisa Azzahra Darmawan biasa dipanggil Ica, seorang bad girl yang sangat cantik dan disegani semasa SMA, terpaksa harus pergi ke sebuah pondok pesantren setelah kelulusan SMA-nya. Ayah dan Bundanya yang merasa telah gagal mendidik putri kecilnya yang berinisiatif menyekolahkannya tentang pengajaran agama dan bagaimana menjadi seorang muslimah yang baik, mereka berharap setelah mereka disana i'tikadnya akan berubah.

Disanalah kisahnya berawal, ia bertemu dengan Muhammad Faris Al-Ghifari seorang ustadz muda yang tak hanya tampan melainkan memiliki ilmu agama yang luar biasa dapat semua orang berdecak kagum akan prestasinya. Namun sayang sikap dingin nan ketusnya itu membuat Ica geram sendiri, dengan gigih Ica berusaha menarik perhatian sang Ustadz..

Akankah perjuangannya kan berhasil?

Cover vektor by @Riandra_27

chap-preview
Free preview
1. Anissa Azzahra Darmawan
Seorang gadis cantik yang kecantikan nya semakin bertambah karena polesan make-up yang terpoles sempurna diwajah mulusnya, beserta kebaya mewah yang ia kenakan membuat kesan anggun nan cantiknya semakin terpatri jelas. Ia berjalan dengan anggun layaknya seorang ratu kecantikan, semua orang yang ada disana memperhatikannya dengan tatapan yang berbeda-beda. Ada yang kagum dan ada yang iri akan kecantikannya, rambutnya disanggul rapi memperlihatkan leher jenjang, putih nan mulus miliknya membuat para teman laki-lakinya meneguk ludah mereka susah payah. Namun sepertinya gadis itu tak terlalu ambil pusing dengan tatapan semua teman-temannya, ia berjalan menuju bangku yang telah tersedia. Disampingnya terdapat salah satu sahabat dekatnya sekaligus sepupu tercintanya. "Napa tuh muka? Udah cantik gitu sampai-sampai teman-teman kita pada ngiler ngelihatin lo tapi muka lo kusut begitu." Ica semakin menekuk mukanya mendengar ucapan Fai. "Gue sebel sama nyokap bokap gue, masa nih ya. Selang beberapa hari lagi gue akan dianterin ke pesantren." Curhatnya. "Hah? Seriusan lo?" Kaget Fai. "Iya lah, ngapain gue bohong?" "Bagus dong, nanti pulang-pulang lo pakai gamis sama jilbab gede. Persis kayak Ibu-Ibu pengajian." Fai terkekeh membuat Ica menatap sahabatnya kesal. "Jahat bener deh lo, gimana dong?Bantuin gue ya buat bujukin Bunda supaya ngebatalin rencananya? Gue gak mau kepesantren entar gue jadi cupu terus gak seksi lagi." "Idih ogah, lo tau sendiri kan kalau Tante Asa kalau memutuskan sesuatu itu pasti akan terjadi dan gak akan bisa diganggu gugat. Gue gak mau lah cari masalah." Ucapan Fai memang ada benarnya, Bundanya memang orang yang bila memutuskan sebuah keputusan maka tidak akan bisa diganggu gugat lagi. Alamak beneran pergi kepesantren kalau gitu ceritanya. "Duh terus gue harus gimana dong? Masa gue pasrah nerima gitu aja keputusan Bunda? Gue gak mau ya ke pesantren, di situ itu banyak cewek-cewek cupunya. Gak cocok sama gue yang gaul gini, bisa turun dong popularitas gue sebagai mantan primadona SMA Bakti Jaya kalau gini caranya." "Jalanin aja dulu." Ucapan santai dari Fai membuat Ica ingin sekali membenturkan kepala sahabatnya itu ke dinding, namun urung karena ia pun sayang dengan wajah Fai yang telah dimake-up cantik itu. Ia juga tidak mau membuat viral sekolahnya, akibat ulahnya. Alhasil ia hanya diam saja, mengabaikan Fai yang sedari tadi mengajak ia mengobrol. Lebih baik ia menikmati acara kelulusannya dengan tentram dan aman daripada meladeni sahabat laknatnya itu, sedangkan Fai yang sedari tadi dikacangin oleh Ica pun berdecak kesal. "Ca, lo dari tadi dengerin gue gak sih?" Kesalnya. "Hmm." Ica hanya berdeham membuat Fai semakin kesal dibuatnya. "Tau ah, gue kesel sama lo." "Lah, kok lo sih yang jadi kesel sama gue. Harusnya kan gue yang kesel," decak Ica. "Ya habisnya dari tadi gue ngomong dikacangin mulu, sebel kan gue jadinya." "Lo juga sih, gak mau bantuin gue bujukin Bunda." "Gue bukannya gak mau ya, gue cuma gak mau kena imbasnya aja." Elak Fai. "Bantuin gue dong, kali ini aja. Nanti kalau gue pergi siapa yang jadi teman lo? Entar lo kesepian lagi." "Temen gue banyak, gak cuma lo aja. Lagipula kan ada Nessa." "Ah lo mah gak asik, ayolah bantuin gue kali ini aja. Ya? Ya? Pleasee." Ica memasang wajah sememelas mungkin membuat Fai tak tega untuk menolaknya. "Oke deh, gue coba bantuin lo. Tapi kalau misalnya gak berhasil, lo jangan kecewa ya?" "Aaa..a..a makasih sepupu cantik gue." Ica memeluk Fai dengan wajah senangnya. "Giliran ada maunya, lo baik sama gue ck..ck." "Gue selalu baik ya sama lo, kapanpun dan dimanapun kita berada. Kapan coba gue jahat sama lo?" "Iya-iya lo emang baik." Karena malas berdebat dengan Ica masalah yang sebenarnya tak perlu dibahas, Fai mengiyakan saja ucapan Ica. Biar lebih cepat, pikirnya. Pembagian penghargaan kepada tiga siswa dan siswi lulusan terbaik telah selesai, diantara ketiga siswa dan siswi itu tidak ada Ica tentunya, karena ia bukan tergolong murid yang pintar. Bisa dibilang ia tergolong murid yang otaknya pas-pasan, yang menjadi nilai plus dirinya hanya kecantikannya saja yang menjadikannya primadona sekolah. Dan kali ini, sesi acara foto bersama keluarga maupun teman-teman masing-masin. Dengan semangat Ica menarik Fai kesebuah spanduk yang telah disiapkan pihak OSIS khusus untuk mereka yang merayakan kelulusannya, Ica langsung menarik tangan Eza-adik kembarnya. Menyeretnya dengan paksa membuat Eza hanya berdecak kesal dengan kelakuan Kakak yang selisih umur darinya hanya terpaut beberapa menit saja. "Apasih Kak? Narik-narik tangan gue." "He..he.. fotoin kita dong." Ica menyerahkan ponselnya kearah Eza membuat laki-laki itu berdecak kesal, namun tetap mengambil ponsel yang Ica sodorkan. Mereka berdua bergaya ala model papan atas membuat Eza muak melihatnya. "Cepetan elah." "Nah udah, sekarang lo sini. Fai, tolong fotoin gue sama si Eza dong." Dengan sigap, Fai mengambil alih ponsel Ica dari tangan Eza. "Senyum dong adik ganteng gue." Dengan terpaksa Eza menarik sudut bibirnya membentuk sebuah senyum tipis." Ica berdecak lalu menarik kedua pipi Eza dan memberi kode ke arah Fai untuk segera memotret mereka. "Nah gini kan hasilnya bagus." "Kenapa sih lo gak nyari cowok aja, kesel gue direcokin mulu sama lo." Kesal Eza, Ica menatap Eza dengan pandangan yang sulit diartikan. "Semua juga salah lo ya, lo kan yang selalu ngadu sama Bunda setiap kali gue deket sama cowok." "Eh, e-enggak ya." "Gak usah ngeles deh lo, gue tau. Dasar adik terlaknat dan terngeselin ya lo." Ica menjewer telinga Eza membuat laki-laki itu meringis kesakitan, semua yang melihatpun tertawa dengab kelakaun dua kakak-beradik kembar yang tak pernah akur itu. "Aduh Kak, udah dong. Sakit ini telinga gue. Lepas." "Gak mau, gue belum puas nyiksa lo." Dari arah barat, Aby, Asa, Fahri dan juga istrinya datang dan langsung bingung melihat Ica yang tengah menjewer telinga Eza. "Ya Allah Ica, itu kenapa Eza kamu jewer gitu." Asa langsung melepaskan tangannya dari telinga Eza ketika mendengar suara Bundanya. "Eh gak apa-apa kok Bun, kita cuma bercanda aja. Ya kan Eza sayang?" Ica memelototkan matanya, memberi kode kepada adiknya supaya Eza mau mengangguk. Dengan memutar bola amta malas, Eza menganggukan kepalanya. "Iya Bun, Kak Ica cuma bercanda aja." "Eh ayo Yah, Bun, kita foto selfi bareng. Eh ada Om Fahri dan Tante Aira juga, ayo kita selfi bareng yuk buat kenang-kenangan. Eza sama Fai juga ikut, ayo." Ica mengambil tongsis yang berada didalam tasnya lalu mulai memasangkannya ke hapenya. "Dasar ratu selfi." Gerutu Eza, tak urung ia pun ikut acara foto selfi bersama keluarganya. * * * Ica beserta seluruh keluarga besarnya sedang mengadakan acara syukuran sekaligus acara perpisahan untuk Ica karena tak lama lagi ia akan pergi ke sebuah pondok pesantren sesuai dengan permintaan Bundanya, berkali-kali Ica memberikan kode kepada Fai agar mau membantunya namun Fai sepertinya lupa akan janjinya. "Pstt, Fai buruan ngomong." Bisik Ica. "Sabar dong, ini juga gue lagi nyari cara buat gimana ngomingnya." Balas Fai dengan berbisik juga. "Kalian ngapain bisik-bisik gitu? Makan yang benar." Ica dan Fai langsung gelagapan, mereka tahu kalau Asa tidam menyukai adanya pembicaraan ketika tengah makan. "Gak kok Bun." Ica melanjutkan kembali makannya, begitupun juga Fai. Acara makan bersama telah selesai, kini mereka semua tengah berkumpul bersama diruang keluarga. Ica duduk tepat disamping Anan dengan menggelayuti lengannya, membuat Anan mengernyit melihat Ica seperti ini. Ini anak pasti ada maunya kalau sudah begini, Pikirnya. "Om." "Hmm." "Bantuin Ica dong." Nah kan. "Bantuin apa?" "Tolong dong bujuk Bunda supaya ngebatalin niatnya memberangkatkan Ica kepesantren, Ica gak kuat Om." "Om gak bisa nolongin kamu, kamu kan tau sendiri Bunda kamu seperti apa?" "Ah Om mah gak asik." "Disana ada teman Om loh, dia salah satu ustadz disana. Orangnya ganteng dan pinter, kamu pasti betah disana." "Apaan deh om, masa Ica mau sama Om-Om sih. Ica gak mau ya sama bangkotan tua." "Ye sembarangan, kamu ngatain Om bangkotan tua." "Siapa yang ngatain Om sih?" "Itu kamu barusan." "Ica kan ngatain teman Om ya." "Ya sama aja, kan kita itu seumuran. Om ini masih muda ya, masih dua puluh limaan belum sampe kepala tiga." "Iya-iya yang gak mau dikatain tua, bantuin ya Om?" "Gak mau ah, Om gak mau ribut sama Bunda kamu. Coba kamu bujuk sendiri, siapa tau luluh." "Udah sering Om, tapi tetap aja gak mempan." "Makanya jadi anak perempuan itu yang kalem dikit, jangan berandalan. Kayak anak laki aja." Setelah mengatakan itu Anan pergi meninggalkan Ica yang tengah berdecak kesal. "Om mah ngeselin." Ica melirik kearah Fai, ia langsung menghampiri sahabat sekaligus sepupunya itu. "Eem Fai, buruan. Lo ngomongnya sekarang aja." Pinta Ica. Fai menatap Ica kesal kemudian menatap Asa yang tengah mengobrol dengan Aira, kalau bukan karena terlanjur janji ia tak akan mungkin mau menggangu dua Ibu-Ibu itu. "Ehm, Tante Asa." Panggil Fai, Asa menoleh termasuk semua orang yang tengah mengobrol seru. "Ya ada apa Fai?" "Fai boleh ngomong gak Tan?" Asa menaikkan alisnya menunggu lanjutan ucapan Fai. "Ica ikut sama Fai aja ya Tan? Kuliah di Surabaya." "Ica kan mau ke pesantren." "Ica katanya pengen kuliah bareng Fai, dia gak mau sendirian Tan." "Nanti sehabis dia pulang dari pesantren dia baru kuliah, kalau Fai mau kuliah, kuliah aja duluan. Tante mau nyuruh Ica belajar agama dulu di pesantren supaya gak nakal lagi." Asa berucap dengan nada tegas membuat nyali Fai sedikit ciut. "Bunda..." Asa mendelik menatap Ica membuat nyali Ica menciut. "Apa?! Kamu diem aja dulu. Bunda lagi ngomong sama Fai." "Tapi Bun, Ica gak mau ke pesantren. Nanti Ica sendirian gak punya teman." Ucap Ica dengan wajah sememelas mungkin. "Atau gak gini aja, biar Fai sama Ica sama-sama ke pesantren. Nanti setelah pulanh dari pesantren mereka baru kuliah bersama." Itu suara Fahri, Fai mendelik mendengar ucapan Ayahnya. "Ayah, Fai gak mau." "Ayah juga gak mau tau, mau atau tidak mau kamu harus ikut Ica ke pesantren. Kamu bisa kuliah setelah pulang nanti, sepertinya ide yang bagus kamu mempelajari ilmu agama dahulu, karena kamu sama seperti Ica sama-sama nakal dan susah diatur." "Tapi Ayah..." "Gak ada tapi-tapi sayang." "Bunda..." "Ikuti saja kemauan Ayahmu sayang." Ucapan Aira membuat Fai sepertinya ingin menangis hari ini. 'Gue gak mau ke pesantren.' Pandangannya beralih kearah Ica yang saat ini tersenyum senang atas penderitaannya. 'Ini semua gara-gara lo.' Ica hanya cengengesan ketika mengetahui apa yang Fai bicarakan dengan tatapan matanya itu. Dan kisah dua bad girl cantik yang sebentar lagi memasuki suasana islami pesantren akan segera dimulai.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
53.2K
bc

The Ensnared by Love

read
103.8K
bc

Hubungan Terlarang

read
501.1K
bc

Dosen Killer itu Suamiku

read
311.1K
bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
60.7K
bc

Istri Kecil Guru Killer

read
156.4K
bc

Pengantin Pengganti

read
1.4M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook