bc

Asyfi dan Assyafa

book_age16+
1.6K
FOLLOW
15.2K
READ
goodgirl
drama
genius
first love
like
intro-logo
Blurb

Bagaimana perasaanmu ketika mengetahui calon suamimu menghamili sepupu sendiri ketika H-3 pernikahanmu akan dilaksanakan?

Itulah yang dirasakan oleh Assyafa Shella Az Zahra. Seorang gadis cantik keturunan salah satu sunan yang ada di Jawa Tengah. Hafidz dan salah satu mahasiswa tercerdas di kampusnya.

Pernikahan yang selama ini diidam-idamkannya itu hilang di depan mata karena kedua orang yang amat dia sayangi. Seorang kekasih yang disebut calon imam, dan sepupunya yang sudah ia anggap sebagai saudaranya sendiri, tega menusuknya dari belakang dengan bermain cinta secara diam-diam.

Hari yang digadang-gadang menjadi hari yang bersejarah dan menjadi hari Bahagia. Nyatanya menjadi hari bersejarah yang sangat melukai hati Assyafa sebagai korban cinta terlarang keduanya.

Kisah cinta yang rumit harus mampu Assyafa lalui, berperang dengan perasaannya sendiri. Bangkit dari masalalu dan membangun masa depan tanpa cinta. Akankah Assyafa mendapatkan kebahagiaan Bersama laki-laki lain?

Cover by Canva

chap-preview
Free preview
Kasihku Kau Ambil
Menempatkan semuanya pada sebuah hal yang ada di dunia ini pada hati adalah bukan hal yang tepat. Agaknya memang yang berhubungan dengan dunia harus diletakkan di tangan saja. Agar kalau nanti tidak sesuai dengan jalan takdir, yang terluka adalah genggamannya saja, tidak dengan hati yang letaknya jauh di dalam. Memang benar apa yang dikatakan orang. Terluka tangan tiga hari bisa sembuh. Sedang, terluka hati sampai mati pun kadang sulit untuk disembuhkan. Semuanya ada konsekuensinya. Dan itulah tugas manusia, memilih meletakkan semuanya, terutama cinta di mana. Di kisi hati, atau di tangan kiri. Wallahua’lam bisshawabb. # “Ciyee, yang mau nikah sama Kang Asyfi,” goda Alvi yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarku tanpa mengetuk atau salam sebelumnya. Aku yang sedang memakai celak di bagian bawah mata terkaget. Apalagi candaannya itu sungguh, membuat hatiku berdebar tak terkira. Menjadi calon pengantin bagi perempuan mana pun yang belum pernah melakukan akad tentu sangat mendebarkan bukan. “Ada apa Dek, Mbak lagi memasang celak ini. Kamu jangan ganggu ah, duduk dulu sana,” kataku sembari menyuruh Alvi duduk. Sepupuku yang bernama Alvi Afkar Ifada itu pun langsung duduk di kursi yang biasanya kugunakan untuk merias diri di sebuah tolet. Aku melanjutkan kegiatanku merias. “Wah, ini make up baru ya Mbak. Kok Alvi belum pernah lihat? Dapat segini banyaknya dari mana?” tanya Alvi heboh. Untungnya saat ini kedua celak yang aku sematkan di kedua kelopak mataku sudah selesai. Aku langsung menghampiri Alvi yang terkagum dengan apa yang ada di tolletku. Sebuah perlengkapan make up yang beberapa waktu silam diberikan Ummah-calon Ibu mertuaku. “Ohh itu, dapat dari Ummah,” jawabku dengan duduk di atas ranjang. “Siapa Mbak? Ummah? Maksud Mbak Ummahnya Kang Asyfi?” tanya Alvi. Aku mengangguk sambil tersenyum. “Banyak sekali Mbak? Mbak tahu nggak ini harganya berapa sepaket kayak gini?” tanya Alvi kembali. Aku tersenyum dan menggelengkan kepala sebagai bentuk jawaban. Aku memang tidak tau soal make up dan kawan-kawannya itu. Terbiasa dengan bilasan air wudlu, bagiku kecantikan yang ada di wajahku sudah lebih dari cukup. “Ini itu ada lah sampai dua jutaan Mbak. Apalagi ini paket lengkap. Wah, kalau begini aku jadi ingin jadi Mbak Syafa,” kata Alvi sekali lagi. Aku mendekatinya dan memegang kedua pundaknya. “Kalau kamu mau, ambil saja Vi. Mbak juga paling nanti memakainya kadang-kadang saja,” kataku pelan. “Beneran nih? Nanti marah lagi.” “Tidak Vi. Ambil saja. Sejak kapan Mbak pernah marah sama kamu. Dari yang zaman mainan bongkar pasangnya Mbak kamu minta Mbak kasih, sampai sekarang pun kalau kamu minta celak Taremnya Mbak, minta ini, itu selalu Mbak kasih kan. Untuk apa Mbak marah. Toh yang ada di dalam dunia ini hanya fana,” kataku dengan lembut. “Wahhh, terima kasih Mbak. Alvi kalau begitu akan sering-sering ke sini buat pinjam peralatan make up-nya Mbak Syafa kalau begitu,” kata Alvi sambil mengambil sebuah lipstick di sana. “Sepertinya tidak pinjam deh Vi, tapi  minta,” singgungku. Alvi yang sudah memakai lipstik pun terkekeh melihatku. “Hehehe iya Mbak,” katanya. Aku tertawa setelahnya. Dan memeluk anak itu dengan pelukan kasih sayang. Alvi pergi dengan membawa paket make up yang aku punya. Sudah biasa, memang hubungan dengan sepupu itu sama dengan hubungan seorang saudara. Usia kami terpaut di angka lima tahun. Di usiaku yang saat ini menginjak dua puluh dua tahun, usianya baru menginjak tujuh belas tahun. Meski demikian, untuk mengetahui yang berhubungan dengan orang dewasa, Alvi tidak akan kalah denganku. Untuk make up aku akui aku kalah dengannya. Untuk mengerti dunia luar, café nongkrong dan sebagainya dialah yang lebih tau. Iya, aku anak rumahan. Untuk keluar rumah saja rasanya dalam hati sangat enggan. Kehidupan dunia kaum muda di zaman sekarang sudah tidak bisa dikatakan mana yang baik dan mana yang buruk. Semua adalah kerancuan. Yang satu kalau tidak keluar rumah akan dibilang ketinggalan zaman, tidak tau hal-hal yang ada di luar dan semacamnya. Di sisi lain, memang sunnah seorang wanita adalah di dalam rumah. # “Feh, saya kangen,” tulis seseorang di dalam pesan sebuah aplikasi berwarna hijau. Orang itu selalu memanggil saya dengan sebutan ‘Ifeh’ yang sebenarnya dari kata Syarifah. Aku tidak lantas membalasnya. Kunetralkan dulu pipiku yang mengembang karena tersenyum. Tidak bisa mengingkari kalau aku saat ini sangat malu. “Kok tidak dibalas?” tulis pria itu lagi. Sebuah pesan dari seseorang yang akan kupanggil sebagai calon suami. Akhirnya, dengan ketikan yang dua kata hapus, dua kata hapus. Aku mantap untuk mengetikkan kalimat untuknya. “Rasa cinta hendaknya berdasar atas nama Allah Kang. Kamu rindu, saya rindu, seharusnya juga rindu kepada junjungan kita Nabiyullah,” balasku dengan tanpa emotikon sama sekali. “Hehehe, iya Feh. Nanti malam kita bisa bertemu?” tanyanya. Aku terkejut bukan main. Bukannya kami sudah sepakat agar tidak bertemu selagi kami belum sah. “Untuk apa?” tanyaku. “Ada yang perlu Kang Asyfi bicarakan sama kamu.” Aku menyetujuinya, dan Kang Asyfi langsung memberikan sebuah alamat yang nanti akan kami jadikan tempat ketemuan. Tak lupa aku meminta Alvi untuk menemaniku ke tempat yang akan kami jadikan sebagai tempat pertemuan. Belum dibalas memang oleh Alvi. Mungkin saja dia sedang sibuk merias diri dengan peralatan make up yang dibawanya dari sini tadi. Meletakkan benda pipih berbentuk persegi panjang di atas nakas, jemariku tiba-tiba bergerak untuk mengambil sebuah tumpukan undangan di sana. Sebuah undangan dengan desain kitab kuning. Desain terbaru yang dikeluarkan oleh percetakan undangan. Desain yang sangat epik dan indah yang karena memang ini adalah kali pertamanya—mungkin orang-orang di sekitar kami mendapati hal yang begini. Sudah barang tentu ini sangat spesial untukku. Aku melihat undangan itu dengan saksama. Mengusapnya dan memeluknya salah satu di dalam dadaku. Nyatanya memang ini adalah sebuah takdir termanis yang Allah berikan. Bersanding dengan seseorang yang kita cintai dalam sahnya ijab kabul adalah dambaan bagi semua manusia. Dicintai dan direstui oleh semua orang tua. “Gubrakkk, pyarrrr…” Suara barang-barang yang tergores dengan benda lain itu membuat aku terkaget. Suaranya dari rumah yang ada di sebelah kamarku. Aku langsung menaruh undangan yang ada di tanganku dengan asal. Pintu kamar aku buka dengan cepat. Berlalu meninggalkan rumah dan langsung masuk ke dalam rumah Alvi. Mengucapkan salam tidak diperhatikan oleh paman dan bibi. Aku langsung memeluk Alvi yang sudah menjadi bulan-bulanan Abinya. Kulihat dia menangis di pojokan sembari merangkul lututnya. Kulihat Paman dengan nafas yang naik turun ditenangkan oleh Bibi. Kaca dari vas bunga berceceran. Sebuah bakiak yang aku ketahui itu milik Paman, berada tepat di depan kami.   

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
98.2K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.4K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.9K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook