Prolog

481 Words
"Kamu yakin akan bekerja di sana?" Seorang wanita paruh baya menyentuh pundak putrinya sebelum duduk bersisian agar mereka bisa berbicara serius tentang keputusan sang Putri untuk bekerja di rumah seorang pria yang telah memporak-porandakan kehidupan mereka. Hingga menorehkan luka yang begitu besar serta trauma mendalam. Bahkan hingga detik ini luka tersebut belum bisa hilang karena pria itu telah merenggut dua anggota keluarga mereka secara berurutan. Gadis itu menganggukan kepalanya. Masih menatap ponsel yang menunjukkan bahwa dirinya diterima bekerja sebagai baby sitter di sebuah rumah mewah, seorang konglomerat ternama. "Aku harus melakukannya, Bu. Karena aku sudah berjanji padanya untuk membalaskan dendam. Aku juga yakin bisa membalaskan apa yang dulu Kakak alami," sahutnya menatap sang ibu. Masih terlihat jelas dari sorot mata wanita paruh baya itu luka yang tertoreh sekitar tiga belas tahun yang lalu. Natasha saat itu masih berusia tujuh tahun . Dengan mata kepalanya sendiri melihat bagaimana sang kakak meregang nyawa karena dibunuh oleh dua orang pria. Setelah itu, Alanis, sang kakak digantung seolah-olah mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Ingin rasanya Natasha kecil membantu Alanis tapi, sayang tubuhnya yang mungil diseret menjauh oleh seorang pria yang tak lain adalah Dean kekasih Alanis. "Tapi, ini sangat beresiko, Nak. Ibu tidak mau kehilanganmu. Cukup kakakmu yang diperlakukan secara tidak adil, bahkan hingga detik ini pihak kepolisian masih menganggap kakakmu itu bunuh diri dan kasusnya ditutup begitu saja. Bahkan mereka tidak mau mendengarkan apa yang kamu katakan dan menganggapmu gila." Tangan Siska terulur untuk menyentuh pundak sang anak. "Nat, pikirkan lagi karena Ibu hanya memilikimu di dunia ini." Natasha meraih tangan sang Ibu dan menggenggamnya. "Tiga belas tahun sudah berlalu, aku bukan lagi anak kecil yang bisa mereka tertawakan dan cemooh. Aku sudah dewasa , Bu, dan sudah saatnya aku menghancurkan mereka semua. Dua nyawa menghilang secara berurutan di rumah ini, maka dari itu aku akan membalaskannya. Dua nyawa, maka dua nyawa pula yang harus aku renggut dari sana. Tanpa mengotori tanganku. Tanpa melibatkan pihak kepolisian, ini juga akan berakhir sama seperti kakakku dulu. Semua orang akan menyatakan ini murni bunuh diri." Siska hanya bisa menganggukan kepalanya. Mau menepis seperti apapun niat Natasha sudah bulat untuk membalaskan dendam atas kematian sang kakak. Beberapa minggu setelah Alanis meninggal dunia, ayahnya jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia menyisakan dirinya serta sang Ibu hidup di bawah kabut kesedihan. "Jadi kapan kamu akan mulai bekerja?" "Besok aku sudah bisa datang ke sana. Aku akan melihat seperti apa mereka hidup setelah melenyapkan nyawa Kakak." "Baiklah, Nak. Ibu akan menyerahkan semuanya kepadamu tapi, tolong. Jangan berakhir seperti kakak maupun ayahmu. Ibu tidak akan sanggup menjalani hidup sendirian di dunia ini. Seandainya tidak ada kamu pastilah Ibu sudah menyusul kakak dan ayahmu, semenjak mereka dinyatakan meninggal dunia." Meraih putri satu-satunya itu dan memeluknya. Siska juga mengecup lama pucuk kepala Natasha. Besar harapan Siska putrinya ini bisa membalaskan dendam tapi dia juga takut kehilangan lagi seperti tiga belas tahun yang lalu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD