bc

Turun Ranjang

book_age18+
64.5K
FOLLOW
578.8K
READ
possessive
family
goodgirl
inspirational
CEO
drama
comedy
sweet
first love
virgin
like
intro-logo
Blurb

#Cerita ringan menemani karantina kalian.

Warning! Mengandung unsur dewasa

Muliya tidak pernah menyangka diumur 21 tahun ia akan menikah dengan duda beranak 2.

Lebih tidak menyangka lagi kalau duda tersebut adalah mantan Kakak Iparnya.

[Foto oleh Tan Tan dari Pexels]

chap-preview
Free preview
Part 1: Awal Semuanya
Gadis cantik berambut panjang sepunggung, dengan kulit seputih s**u itu berlari menyusuri koridor rumah sakit. Sepanjang jalan bibirnya tak henti-hentinya merapalkan doa untuk sang Kakak. Setelah sampai di ruang UGD gadis itu langsung mematung, bisa melihat keluarganya dan keluarga iparnya yang sedang gelisah didepan ruangan tersebut. Muliya melangkah gontai, mendekati sang Ibu. "Buk, gimana keadaan Mbak?" Tanyanya melirih. Jamiatun mendongak lemas, menatap Putri bungsunya dengan wajah pias. "Mbakmu lagi diperiksa, doakan supaya semuanya baik-baik saja." Muliya langsung merapatkan telapak tangannya, berdoa yang terbaik untuk kebaikan sang Kakak. "Papah ... !" Adimas yang sejak tadi memejamkan matanya sambil menyandar di tembok langsung menegak. Mendapati sang anak yang tengah berlari cepat kearahnya. "Kamu kok kesini, dimana Oma?" Adimas berlutut, menyejajarkan tingginya dengan anaknya. Farel mengulurkan tangan, merangkul leher Papah nya. "Oma dalitadi nangis telus, yaudah aku tinggal aja." Jawabnya masih cadel. Adimas menghela napas panjang, disaat kritis seperti ini semua orang pasti sudah kehilangan kontrol diri masing-masing. Adimas menggendong tubuh mungil Farel, berjalan mendekati keluarga istrinya. "Buk, aku ijin bawa Farel dulu yha. Kalo ada apa-apa langsung hubungi aku." Pamitnya meskipun enggan, Adimas aslinya ingin selalu ada disamping istrinya tapi tidak baik membiarkan Farel lama-lama ditempat ini. Muliya yang melihat raut resah Adimas pun langsung maju, menatap lurus Kakak Iparnya ini. "Farel biar aku aja yang urus, Mas harus jagain Mbak disini." Adimas menegak, menatap Muliya dengan sorotan tak percaya. Sepertinya Muliya bisa melihat raut khawatirnya yang tercetak jelas. "Iya Nak, kamu disini aja. Biar Muliya yang jagain Farel." Sahut Jamiatun setuju. Dengan perlahan Adimas menurunkan tubuh anaknya, mengelus lembut rambut halus Farel. "Kamu jalan kaki ya, kasian Tante Muliya nanti capek gendong kamu." Adimas memberi pengertian pada anaknya. Farel menggeleng kuat, "gak mauuuu!! Falel mau di gendong!" Rengeknya sudah berkaca-kaca. Muliya langsung maju mendekat, menciumi pipi penuh lemak bayi Farel dengan gemas. "Anak siapa cih ini manja banget!" "Falel gak manja yha Tante!" Sambil memasang tampang galak nya. Muliya terkikik geli, meletakkan kedua tangannya dibawah b****g Farel dan mulai mengangkatnya. "Yaudah Tante gendong deh." Farel langsung tertawa puas, melonjak-lonjak sampai membuat Muliya hampir oleng kalau tidak ditahan Adimas. "Jangan nakal, nanti Papah marah!" Tegas Adimas membuat Farel langsung menciut, bersembunyi ketakutan diantara d**a Muliya. "Jangan galak-galak sama anak kecil lah Mas, kasian Farel." "Anak kecil tidak selamanya kecil, jadi dia harus mulai bisa bersikap dewasa." Muliya hanya membalas dengan seulas senyum simpul, sudah tak ingin memperpanjang argumen mereka. "Yaudah aku bawa Farel pergi dulu yha Mas." Pamitnya undur diri yang dibalas anggukan pelan Adimas. "Makasih yha Mul." "Santai aja kali Mas." Balas Muliya enteng lalu sudah melenggang pergi bersama Farel di gendongannya. *** "Tante-tante!" Muliya yang sedang duduk di kursi taman mendongak, melihat Farel yang sedang menjilati es krim belepotan. "Hm, kenapa sayang?" Muliya mengambil tisu, mengusap telaten bibir mungil Farel yang belepotan. "Mamah sakit apa sih? Kok semua orang pada sedih?" Tanyanya dengan kerlipan innocent. Muliya mengerjap, jadi bingung harus menjelaskan bagaimana. "Farel kan mau punya dedek emesh, sekarang Mamah Farel lagi berusaha ngeluarin dedek nya dari perut." Farel mengedip polos, "gimana cala ngelualinya Tan? Tlus kok dedek nya ada dipelut Mamah?" Tanyanya seperti wartawan saja. Muliya menggaruk-garuk pelipisnya bingung, susahnya kalo anak kecil tanya tuh pasti harus sampe ke akar-akar kayak gini! "Dedek nya kedinginan, jadi dimasukin ke perut Mamah Farel biar anget." Penjelasan makin ngawur Muliya ditanggapi serius bocah 3 tahun ini. "Tapi kok pas Falel kedinginan, Mamah gak masukin Falel ke kepelutnya?!" Protes Farel jadi tak terima. Muliya menepuk jidat nya, nah lho harus jawab apa dirinya? "S-soalnya Farel kan udah gede, dedek masih kecil. Jadi Farel sebagai Kakak harus ngalah. Oke?!" Muliya menyengir lebar, menyatukan jari telunjuk dan ibu jarinya sampai membentuk huruf 'o'. Farel mengerjap, yang tidak lama jadi mengangguk-angguk patuh. "Iya! Falel mulai sekalang akan ngalah sama dedek!" Serunya bersorak senang. Muliya bernapas lega, untung nih bocil percaya-percaya aja sama ucapannya. Drrrt... Drrrt... "Bentar ya, Tante angkat telepon dulu." Farel hanya mengangguk tak berarti, sudah khusyuk dengan es krim ditangannya. Muliya yang melihat nomor Ibunya jadi mengernyit, menekan tombol hijau dengan cepat. "Ya, halo Buk?" "..." BRAK! HP dalam genggamannya seketika terjatuh, bersamaan dengan air matanya yang menetes deras dari pelupuk matanya. Muliya menekan sesak di dadanya, mengulurkan tangan memeluk Farel yang cuma melongo tak paham. "Farel anak kuat, gak boleh nangis ya!" Gumamnya sambil mengelusi punggung Farel yang tak paham apa-apa. *** Satu persatu orang mulai pergi pamit, setelah memakamkan jenasah Ratna, Kakak Muliya. Mereka mengadakan acara yasinan. "Hiks ... kenapa kamu ninggalin Ibu, Na." Tangis Jamiatun pecah di pelukan Suyanto, sang suami. Sudah dua jam Ibunya terus menangis, bahkan sekarang cuma tersisa isakan-isakan saja karna air matanya yang sudah mengering. "Ssst istighfar Buk, biarin Ratna pergi dengan tenang." Jamiatun makin mencekram lengan suaminya erat-erat, menangis tersedu-sedu dengan pilu. Bahkan ia tadi sampai pingsan begitu dokter mengatakan kalau nyawa anaknya sudah tidak dapat diselamatkan. Sofi dan Bram juga sama, keluarga besannya ini sedang menangis histeris tak karuan. Muliya yang melihat keadaan kacau semua orang hanya bisa melenguh panjang, dalam hati masih tak bisa terima kalau Mbaknya pergi meninggalkannya dengan begitu cepat. Muliya berjalan kearah dapur, menuangkan air kedalam gelas untuk ia teguk. Setelah berteriak-teriak histeris pita suaranya sepertinya jadi serak sekarang. Mata Muliya memicing tajam begitu melihat siluet seseorang yang tengah memunggunginya. Dengan langkah pelan ia berjalan mendekati orang tersebut. "Mas Adimas." Adimas tak merespon, seakan nyawanya sedang tidak berada disini. Muliya menghela napas pelan, berbalik kearah dapur untuk menyiapkan roti sandwich dan minuman. "Mas!" Adimas seketika terlonjak kaget saat sebuah tepukan mendarat di bahunya, melihat kantung mata hitam dengan bibir pucat Adimas membuat Muliya jadi iba melihatnya. "Mas makan sedikit ya, sejak pagi Mas belum makan apa-apa kan." Muliya menyodorkan nampan yang dibawanya. Adimah mendesah, memalingkan muka tak berminat. Melihat Kakak Iparnya yang terlihat begitu frustasi membuat Muliya menghembuskan napas pelan. "Meskipun kita sama-sama sedih tapi Mas harus tetap kuat, masih ada Farel dan Gea yang harus Mas jaga." Tutur Muliya bijak. Adimas menekuk lututnya, menyembunyikan wajah lemahnya agar tak dilihat Muliya. "Kenapa Mul ... kenapa Ratna tinggalin aku?" "Istighfar Mas." Muliya langsung menyahut cepat, punggung Adimas bergetar hebat. Meskipun tak ada isakan tapi ia tau kalau Kakak Iparnya ini tengah menangis kesakitan. "Rezeki, jodoh, dan maut sudah ada yang mengatur. Kita sebagai manusia cuma bisa sedih atau senang saat mendapatkan takdir masing-masing." Muliya meletakkan nampan ditangannya kedepan tubuh Adimas. "Tapi jangan berlebihan, karna roda kehidupan akan terus berputar. Tidak akan berhenti atau kembali ke masa lalu." Setelah mengatakan itu Muliya berlalu pergi dari hadapan Adimas. Meninggalkan Adimas yang sedang tercenung seorang diri. Muliya benar, tak ada gunanya meskipun ia menangis atau menyalahkan takdir seperti ini. Karna semuanya juga tak akan kembali lagi.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Bukan Ibu Pengganti

read
526.0K
bc

Hate You But Miss You

read
1.5M
bc

Mengikat Mutiara

read
142.2K
bc

Secret Marriage

read
942.7K
bc

LARA CINTAKU

read
1.5M
bc

LOVE ME

read
769.5K
bc

Perfect Marriage Partner

read
809.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook