DB-1-Telat bimbingan?

2248 Words
Mata gue baru saja terbuka lima menit yang lalu. Akan tetapi, entah mengapa oh mengapa getaran dari ponsel pintar gue udah meraung - raung dan rasanya sampai ke jantung. Iya, jantung gue rasanya ikut cenat cenut saat benda pipih itu bergetar di atas nakas. Dengan malas serta enggan engganan gue terpaksa menggerakkan tangan untuk meraih benda itu dan melihat siapakah tersangka di balik getaran ponsel gue yang terasa gak biasa. 1 Panggilan Tak Terjawab dari Mr.G Mata gue hampir saja lepas dari tempatnya, saking kagetnya melihat si penelpon yang tertera di layar benda persegi yang kini gue genggam dengan tangan yang gemetar. Gak lama setelah itu, satu pesan singkat masuk dan tertera di poup up ponsel gue dari orang yang sama. Isi pesannya berhasil bikin gue gak cuma cenat cenut, tapi juga terperanjat kaget bercampur kesal, marah dan benci. Layaknya es campur yang biasa gue pesen di kantin kampus pas ditraktir sama Agas, temen gue yang baik hati. Kalian mau tahu isi pesannya apa? Berikut di bawah ini , "Saya tunggu sampai jam setengah empat. Kalau kamu berniat seminar proposal bulan ini." Gue memejamkan mata seraya merapalkan doa-doa dan istighfar sebanyak -banyaknya supaya gue gak sempat untuk mengutuk manusia setengah batu kayak nih orang. Jangan mentang-mentang dia dosen pembimbing skripsi sekaligus pembimbing akademik gue, dia mau seenaknya saja. Pikir gue gak terima. Namun tetap saja gue beralih melirik ikon jam yang tertera di ponsel gue dan what the?!!! Sepertinya dia mau melucu. Pikir gue sambil ketawa sendirian layaknya orang gila. Jam 15.20 Ternyata gue cuma punya waktu kurang lebih sepuluh menit buat siap-siap dan harus sampai ke kampus-lebih tepatnya ke prodi- hanya dalam waktu sepuluh menit. Gue ulang, SE-PU-LUH ME-NIT!!! Gue mendesis seraya menghela napas panjang dan mengembuskannya dengan kasar sekasar kalimat nitijen dan nitijah di sosmed. Kaki gue bahkan terseok-seok saat mengenakan gamis yang biasa gue kenakan saat waktu genting, karena lebih mudah, praktis dan ekonomis. Setelah siap dengan baju, gue beralih menyambar khimar instan yang sebelumnya gue pakai ke pasar buat belanja ikan, sayur mayur, buah -buahan dan juga kebutuhan dapur lainnya. Maklum, gue anak kontrakan. Harus sedia bahan makanan sebelum akhir bulan kelaparan karena tak ada uang. Setelah siap, gue tergopoh - gopoh menyandangkan tas sandang berwarna hitam ke bahu kanan setelah memasukkan ponsel dan alat tulis. Entah kenapa rasanya waktu berjalan begitu cepat. Sepertinya waktu gak berjalan, tapi lagi joging. Gimana enggak? Mata gue membulat gak sempurna-sebab hanya Allah yang sempurna-saat menatap layar ponsel gue, yang menunjukkan jam 15.27. Gue udah berusaha untuk bersiap dengan cepat meski gak secepat kecepatan cahaya sih. Tapi tetap saja, Bodo amat! Gue buru-buru mengunci kontrakan gue dengan kuncinya yang bahkan udah hampit karatan. Entahlah, si ibu kos apain nih kunci. Sering di taruh di udara bebas sepertinya. Hingga permukaan si kunci mengalami korosi seperti ini. Gue merapalkan doa ke luar rumah dan setelah itu mengambil ancang-ancang untuk berlari dengan langkah seribu bayangan. Kabar baiknya kontrakkan gue terletak tepat di belakang gedung kampus. Tapi, kabar buruknya adalah, tidak ada akses yang bisa gue gunakan untuk mencapai gedung kampus-lebih tepatnya fakultas tempat gue meninba ilmu-saat tidak ada satupun gerbang yang menghadap kontrakan gue dibuka. Gue harus keliling, jajar genjang-eh bukan maksudnya gue harus lari mengitari gedung fakultas hingga mencapai gerbang depannya yang jaraknya lumayan bikin d**a naik-turun kayak berat badan gue yang gak konsisten-untuk bisa sampai di gedung prodi Napas gue ngos-ngosan layaknya ikan cupang yang lagi ngeleper-ngeleper karena kekurangan air, saat langkah gue mencapai lantai dasar gedung fakultas. Kalian tahu harga tempe berapa sekarang? BUKAN! Bukan itu, kalian tahu tepat jam berapa gue sampai di lantai dasar fakultas? 15.29. Gila! Eh maksudnya, Subhanallah. Gue keren bisa sampai di lantai dasar gedung fakultas hanya dalam dua menit. Bukan gue sih yang keren, tapi tepatnya ini semua berkat izin Allah semata. Meski napas gue sudah mirip layaknya orang kritis. Pasokan oksigen rasanya sangat tipis. Gue sempat senang, tapi... tunggu dulu! Kalian harus tau, kalau gue harus sampai ke prodi dalam waktu kurang dari dua menit lagi. Lalu sekarang, ada puluhan anak tangga yang harus gue pijak buat sampai ke lantai tiga, lantai di mana prodi Kimia berada. Oleh karena itu, walau dengan mulut mingkem mangap mingkem mangap kayak ikan cupang butuh air, gue tetap lanjutin perjalanan menuju prodi. Singkat cerita, sampailah gue di depan prodi. Sebelum masuk, gue menetralkan napas gue terlebih dahulu. Melakukan resfirasi dengan benar dan baru sedetik kemudian gue memberanikan diri menyentuh gagang pintu dengan tangan dan jantung yg gemetar. Ngeri -ngeri sedap kalau masuk prodi. Kenapa begitu? Karena, fyi nih ya. Saat gue masuk prodi, aja-aja ada yang nanyain dan nyudutin gue. Siapa lagi kalau bukan para dosen-dosen gue. Ada yang nyindir halus dengan menanyakan kabar gue misalnya, "Alina apa kabar? Udah lama gak keliatan," sapa salah seorang ibu dosen dengan senyuman penuh arti. Gue hanya tersenyum kecil seraya mengatakan kalau gue baik - baik aja. Meski mood gue lagi terjun bebas. Mata gue beralih menatap makhluk yang ada di meja yang berada di sudut ruangan prodi. Perlahan lahan gue melangkahkan kaki mendekati meja dengan papan nama bertuliskan Muhammad Gala Pratama, M.Sc. Lelaki berjawah datar dan memiliki aura mistis. Gimana enggak. Tiap kali lihat wajahnya, gue jadi merinding dan merasa panas dingin. Saat menyadari kedatangan gue satu menit yang lalu. Dia berdehem singkat dengan suara beratnya yang khas. Iseng - iseng gue melirik jam dinding yang terpatri di dinding prodi. Jarumnya sudah lewat dari jam setengah empat sore. Bersamaan dengan itu, adzan Ashar berkumandang dan menggema di ruang prodi. Adzan yang berasal dari ponsel gue. Buru-buru gue mencari keberadaan benda pipih itu dan menekan tombol volumenya. Hingga suara adzan di ponsel gue tidak begitu nyaring. "Sudah Ashar. Nanti setelah salat kamu temui saya," titahnya tanpa menoleh sedikitpun ke arah gue yang sedang berdiri di depan meja dosen. Tangannya masih saja sibuk berkutat dengan keyboard laptop yang ada di hadapnnya. Menghela napas pelan dan mengembuskannya dengan kuat. Bukannya langsung bergegas salat, dia malah sibuk berkutat dengan benda kotak berwarna putih yang ada di hadapannya. Dengan berat hati gue terpaksa melangkah ke luar setelah mengatakan kalimat ala kadar, seperti, "Baik pak. Terima kasih." Setelah itu gue benar - benar berlalu meninggalkan ruangan prodi setelah mengucapkan salam. Rasanya gue pengen teriak. Tapi gue gak mau dikira gila, sama orang - orang. Tapi rasanya gue benar-benar kesal. Gue udah mandi keringat setelah berlari dari kontrakan untuk sampai di ruangan ini. Lalu sekarang? "Istighfar, Al!" ucap gue di dalam hati seraya menetralkan napas gue supaya lebih teratur dan oksigen yang sampai ke otak gur lebih banyak. Agar gue bisa berpikir jernih dan berlapang d**a. ===== Sebelumnya, setelah salat ashar, gue buru - buru mengetuk pintu prodi Kimia dan membukanya bahkan sebelum salam gue dijawab dari penghuni ruangan prodi. Kalian tahu, apa yang gue dapati saat masuk ke ruangan prodi saat itu? Kriiik kriiik!!! Bodohnya gue karena gak lihat-lihat dulu sebelum masuk dan mempermalukan diri seperti itu. Bagaimana tidak, pasalnya saat itu para dosen sedang rapat. Semua mata tertuju pada gue, termasuk si pria berwajah datar dan beraura mistis yang ada di sudut ruangan. Gue benar benar malu sampai rasanya pengen masukin muka gue ke dalam tas saat itu juga. Gue meringis pelan seraya mengatakan maaf dan buru buru berlalu meninggalkan ruangan prodi dengan rasa malu yang menyelimuti sekujur tubuh. "Elu sih Al, buru buru amat sampai gue gak sempat mau bilang kalau di dalam lagi ada rapat," cecar Pony-sahabatku-saat aku baru saja ke luar ruangan dengan wajah masam. Meski gue sebenarnya gak tahan mau teriak di depan prodi saat itu juga. Tapi lagi-lagi gue berhasil dikuasai oleh akal sehat gue. Sebab gue masih mau menyelesaikan S1 gue tanpa berita miring yang menyatakan kalau, gue gila gara-gara tak sempat bimbingan skripsi. Gak lucu! Bisa-bisa mama papa gue ikut stress kalau baca koran dengan berita seperti itu. Lalu, di sinilah gue berada, di kantin kampus yang letaknya tepat di samping gedung fakultas SAINTEK, dengan segelas es jeruk dan satu mangkuk mie ayam di hadapan gue. Semenit yang lalu, pria berwajah datar itu mengirimkan pesan singkat ke gue. Isinya gak jauh - jauh pasti bikin gue meradang dan ingin sekali mengutuknya jadi batu sungguhan. "Besok Senin pagi temui saya pukul tujuh." Niat ke kampus bimbingan agar bisa melaksanakan sidang proposal secepatnya. Eh, sepertinya lelaki batu berwajah kaku itu tak mengizinkan gue untuk merasa senang kali ini saja. Dia tidak tau saja kalau gue udah berusaha keras buat sampai ke kampus tepat waktu. Lalu saat sudah sampai, dengan mudahnya dia mengatakan kalau bimbingan hari ini diganti besok Senin jam tujuh pagi?! What the?! Arghh!!! Gue benar benar gak habis pikir kenapa dosen macam dia harus ngajar di kampus gue. "Kalau masih lapar, bilang Al! Jangan sendoknya juga kamu gigit kayak gitu." Tiba - tiba saja suara seorang lelaki yang tidak asing, mengintrupsi pergelutan pikiran dan hati gue. Gue mendengkus kuat seraya memutar bola mata. Saat seorang lelaki jangkung dengan rambut tebal yang berantakan, tiba - tiba duduk di hadapan gue seraya terkekeh pelan. Lalu, gue baru sadar kalau semangkuk mie ayam di hadapan gue udah tandas tak bersisa. Entah kenapa kalau lagi kesal dan diliputi emosi seperti ini, makan adalah hal yang menjadi pilihan terbaik. Selain kenyang, gue juga merasa menjadi sedikit lebih baik. "Mau aku pesanin lagi, mie ayamnya?" tanya Agas, lelaki yang duduk di hadapan gue saat ini. "Lo mau traktir gue? Dalam rangka apa nih?" gue memicingkan mata seraya menatap lelaki di hadapan gue dengan curiga. "Bentar! Gue tebak, lo baru jadian sama anak Bio 2018? Siapa namanya? Je? Jesica?" Agas tergelak saat tebakan gue tepat sasaran. Dasar lelaki kardus! "Udah berapa kali gue bilang, Gas? Jangan mainin perasaan anak gadis orang!" Ceramah gue seraya menyesap es jeruk yang sudah berembun hingga yang tertinggal hanya es batunya saja. "Enggak gitu Al! Kamu tau kan, aku gak pernah niat buat gonta-gani cewek. Tapi, karena ceweknya nembak aku dan aku orangnya gak tegaan, makanya mau gak mau aku pacarin deh," elaknya seraya memesan satu gelas es teh. "Sekali kali lo tuh harus tegas, Gas! Kalau lonya gak suka, ya jangan diterima. Mungkin dia bakalan sakit hati saat lo tolak. Nangis semalam, sehari atau dua hari. Tapi akan lebih sakit lagi, kalau lo terima dia, tapi sebenarnya di hati lo gak ada dia. Jangan gitu! Gue gak suka lo jadi pria jahat," ceramahku panjang kali lebar. Kalau dipikir pikir. Bijak juga kata-kata gue tadi. Heheh. "Siap nona Alina!" Aku hanya mendengkus seraya menyesap sisa sisa air es di dalam gelas yang ada di hadapan gue. "Al bentar! Itu di jilbab kamu ada sesuatu." Aku refleks bangkit dan mengepas ngepaskan khimar instan yang aku kenakan. Namun tiba - tiba saja, tangan Agas bergerak ke kepala gue dan mennyingkirkan sesuatu yang ada di sana. Entah apa. "Tadi ada lalat gede nempel di sana. Udah mati kayaknya," jelas Agas setelah berhasil menyingkirkan hewan yang ia maksud. Gue hanya mengedikkan bahu. Sejurus kemudian, tiba-tiba saja ponsel gue bergetar sekaligus berdenting. Saat itu juga gue merogoh tas sandang yang gue letakkan di meja kantin. Gue gambar pola kunci ponsel gue membentuk huruf A dan sedetik kemudian layarnya menampilkan home screen. Terdapat satu pesan sing dari Mr. G "Proposal kamu gak akan selesai dengan kamu mesra-mesraan di kantin!" Gue sontak kaget bercampur gak percaya dengan isi pesan yang tertera di layar ponsel pintar gue. Ada rasa kesal dan lucu yang menggelitik diri gue. Mata gue menyapu ke seluruh penjuru kantin dan beralih ke gedung fakultas yang berada tepat di samping kantin. Apa jangan-jangan pria batu berwajah kaku itu memata-matai gue. Demi apa?! He is psyco? "Al? Kamu gak pa-pa" tanya Agas seraya melambai lambaikan tangannya di depan wajah gue. Gue hanya bisa menggeleng ragu. Pasalnya gue merasa ngeri. Sejak kapan dosen pembimbing memperhatikan anak bimbingannya hingga ke kantin gini. "Gue pulang duluan ya, Gas. Jemuran di kontrakan belum diangkat soalnya. Mana langit udang mendung pula. Traktirnya besok-besok aja. Lagian es dawet juga lagi gak jualan." Agas ikut bangkit dari posisi duduknya seraya menawarkan tumpangan buat gue. "Ga usah repot-repot Gas. Gue jalan kaki aja. Gak jauh juga kok. Sekalian gue mau beli gorengan di pengkolan ujung jalan kampus." jelas gue seraya menyampirkan tas di bahu. "Gue duluan ya," pamitku pada Agas seraya mengucapkan salam. Agas hnya tersenyum seraya melambaikan tangannya. Entah kenapa, ekspresi lelaki itu sedikit membuat gue kepikiran. Entah apa maksdunya. Gue gak tau. Mau cari tau,buat apa juga? Pasalnya saat gue sesekali menoleh ke belakang, mata gue masih mendapati lelaki jangkung itu menatap ke arah gue dengan ekspresi yang tadi gue bilang gak bGak bisa gue terjemahin. Saat langkah gue benar-benar menjauh gue memberanikan diri untuk menoleh ke belakang, dan saat itu juga gue mendapati mata Agas sedang menatap tajam ke arah gedung fakultas, tepatnya di lantai di mana prodi Kimia. Lalu yang paling mengagetkannya lagi, mata gue juga menangkap sosok seorang pria yang gak asing di mata gue, sedang menatap ke bawah. Menatap ke arah Agas. "Hellowww Alina!! Lo bukan tokoh utama di dalam sebuah novel romansa cinta segitiga ya!" Ejek hati kecil gue saat pikiran gue mulai ke mana - mana. Buru-buru gue mempercepat langkah kaki gue seraya menggelengkan kepala. Seolah itu dapat mengenyahkan pikiran norak gue atas apa yang gue lihat barusan. "Ingat proposal! Revisi! Revisi!" Gue komat-kamit seraya mempercepat laju langkah kaki gue supaya segera sampai di kontarakan. Sebab sepertinya awan kelabu yang kini menggantung di langit, sudah bersiap menjatuhkan bebannya ke bumi. Gue gak mau berjibaku dengan hujan untuk menyelamatkan jemuran gue. Gue harus lebih dulu sampai ke kontrakan sebelum hujan membasahi semuanya. ======= Glosarium : Prodi : Program Studi Korosi : Perkaratan pada besi
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD