bc

Syair Cinta untuk Lavanya

book_age16+
992
FOLLOW
6.9K
READ
contract marriage
goodgirl
others
drama
genius
female lead
office/work place
weak to strong
like
intro-logo
Blurb

Darren adalah pria yang suka berganti-ganti pacar. Entah hanya untuk mencari perhatian dari sang istri yang punya sifat dingin atau memang dia punya kebiasaan yang berbeda.

Sementara istrinya, Lavanya, hanya bisa menghela napas kasar setiap kali suaminya membawa pacar yang baru. Hingga pada suatu waktu, Darren membawa wanita lain ke rumahnya. Lebih tepatnya pacar baru yang keempat, lalu kemudian yang kelima dan mengatakan kepada Lavanya kalau dia mencintai wanita itu.

Apakah Lavanya akan tetap duduk diam sambil tersenyum seperti biasanya atau dia akan pergi meninggalkan pernikahan yang menurutnya tidak sehat itu?

Cover By Nuri

chap-preview
Free preview
Bab 1
"Anya, kenalin! Dia adalah pacarku yang baru," ucap Darren suamiku. Lagi-lagi aku hanya bisa tersenyum getir ketika pria yang menikahiku beberapa bulan yang lalu datang dengan seorang wanita muda. Ya, wanita itu lebih muda dariku. Mungkin saja kita selisih antara delapan atau sepuluh tahun. Karena kebetulan tahun ini usiaku sudah kepala tiga, jadi suamiku selalu berpacaran dengan gadis-gadis cantik yang usianya jauh di bawahku. Bahkan gadis SMA. Kelakuan aneh suamiku ini baru aku ketahui beberapa waktu lalu. Lebih tepatnya aku tidak sengaja bertemu Mas Darren dan seorang gadis cantik di sebuah mall. Karena penasaran, aku terus mengikuti mereka, dan menanyakan tentang semuanya segara langsung kepada suamiku ketika di rumah. Akhirnya dia mengaku kalau dia ternyata belum bisa mencintaiku karena kita mendadak menikah. Jadi, dia berusaha untuk dekat dengan beberapa gadis cantik yang mungkin saja bisa membuatnya jatuh cinta. Akan tetapi, sampai sekarang dia mengenalkan pacarnya yang keempat, dia masih tidak tahu apa itu cinta, dan bagaimana ciri-cirinya. Mau sampai kapan seperti ini? Rasanya aku sudah tidak sanggup lagi menjalani pernikahan yang seperti ini. Apalagi hanya aku di sini yang tidak bisa melakukan apapun, sementara dia malah enak-enakan ganti pacar. "Anya, bisa siapkan minuman untuk kita?" pintanya lagi tanpa memahami perasanku yang geram, kesal, dan marah. "Kenapa tidak siapkan sendiri, Mas? Aku capek. Semua kebersihan rumah ini tanggung jawabku, perabotan juga, halaman juga. Bahkan mobil kamu pun aku juga yang mencucinya," ucapku panjang lebar. "Baiklah. Kalau tidak mau siapkan, terpaksa aku akan ajak pacarku keluar, dan makan-makanan yang enak!" serunya bersemangat, tapi aku malah merasakan ada firasat yang buruk. Ah, ya, sudahlah. Setidaknya untuk beberapa waktu ke depan aku masih bisa mengatur diri karena tidak melihatnya. Ampuni aku ya, Allah, bukannya aku mau menjadi istri yang durhaka, tapi sungguh aku tidak mengerti lagi dengan jalan hidup yang Engkau takdirkan ini. Mas Darren pergi begitu saja tanpa bertanya padaku lebih lanjut. Apa begitu yang namanya pencarian cinta? Aku rasa bukan dan aku sungguh berada dalam dilema yang besar. Dia bahkan tidak ragu mengatakan di hadapanku akan membawa pacarnya makan-makanan yang enak. Padahal, aku saja tidak pernah dia ajak makan di luar. Meski hanya bakso di pinggir jalan saja. "Assalamu'alaikum." Bergegas aku menuju teras rumah ketika mendengar suara salam menyapa. Ternyata mama mertua. Wanita kedua setelah mamaku yang menyayangi aku dengan tulus. Bahkan mama memintaku untuk melaporkan setiap tindakan anaknya kalau ada yang tidak aku sukai. Akan tetapi, demi rumah tangga harmonis impianku, sungguh aku tidak bisa mengatakan semuanya kepada wanita lembut yang kini tengah memelukku ini. "Ya, ampun, Sayang, kenapa lama tidak keluar? Padahal, tadi kami sengaja menekan klakson beberapa kali," tanyanya dengan senyuman manis yang selalu terpasang dari bibirnya. "Maaf, Ma. Tadi Anya sedang di kamar mandi," jawabku berbohong. Aku tidak ingin wanita cantik ini terpikir hal yang tidak-tidak, apalagi sampai tahu kalau tadi aku sedang melamun. "Tidak apa, Sayang. Mama hanya takut terjadi sesuatu padamu," ucapnya sambil mengelus kepalaku lembut. Aku tersenyum tipis, lalu pergi ke dapur untuk menyiapkan minum, dan juga makanan ringan. "Mas Darren masih suka pergi-pergi?" tanya seorang pria yang tiba-tiba saja masuk ke dapur. Dia adalah Dion, adiknya suamiku. "Enggak, kebetulan tadi memang baru pergi pas kalian datang," jawabku mengada-ada. Bagaimanapun apa yang terjadi antara aku dan Mas Darren adalah perjanjian kita berdua dan hanya kita yang boleh tahu. Sekarang aku sangat menyesal karena sudah menyetujui perjanjian bodoh itu. "Kamu bukan orang yang pandai berbohong, Anya," ucapnya menolak untuk percaya. Lagi pula aku tidak memintanya untuk mempercayai apa yang aku katakan. Aku hanya tidak mau mama berpikir yang tidak-tidak tentang rumah tangga anak-anaknya. "Aku benar, bukan?" tanyanya tiba-tiba, tapi sebisa mungkin aku tidak melihat ke arahnya dan diam agar pikirannya tidak terlalu berkelana, karena sejauh ini hanya dia yang tahu setiap keadaan sampai membuatku kehilangan cara untuk membuatnya mengerti dan tidak ikut campur dalam masalah rumah tangga kami. "Jangan asal tebak. Mas Darren sungguhan ada perlu dengan beberapa orang penting," ucapku cepat dan penuh penekanan agar dua tidak kembali membicarakan hal ini karena mama sedang berjalan ke arah sini. "Benar, dia pasti ada pertemuan dengan petinggi dari beberapa perusahaan. Dari dulu dia memang seperti itu," sahut mama yang baru masuk ke dapur. Aku baru bisa mengembuskan napas lega ketika melihat Dion keluar dari sini. "Lebih tepatnya petinggi di hatinya," batinku membenarkan perkataan mama karena selama ini yang ada di pikirannya selalu target-target wanita yang akan menjadi pacar selanjutnya. Setiap beberapa hari sebelum pacaran, Mas Darren selalu pergi ke beberapa tempat yang terdapat banyak gadis muda. Kenapa aku tahu? Karena aku pernah memergokinya yang memakai sebuah alat untuk memperhatikan banyak gadis dari kejauhan. Benar-benar menguras emosi. Kebetulan waktu itu aku sedang berjalan dengan temanku dan dia juga menjadi malu dengan apa yang suamiku lakukan. Padahal, aku tidak cerita tentang apapun. Aku tidak tahu apa jadinya kalau Maya, sahabatku sampai tahu dengan perjanjian pencarian cinta di antara kami. Sepertinya dia akan langsung memarahi dan memintaku untuk menjauhi pria yang dianggapnya tidak waras itu. Setelah mengamati beberapa hari, Mas Darren akan mengajak gadis yang dipilihnya untuk pacaran. Lalu, di bawa ke sini dan memintaku untuk menyiapkan segalanya termasuk uang untuk jalan-jalan, makanan, dan minuman. Ketika melakukannya untuk yang pertama kali, hatiku sama sekali tidak merasakan apapun. Justru ada rasa bahagia yang tidak terlukiskan. Namun, ketika dia membawa pacarnya yang ke tiga, hatiku mulai terasa ngilu, dan aku sadar kalau aku sudah melakukan kesalahan. "Pertemuan? Aku tidak percaya. Karena dalam beberapa bulan ini, sudah beberapa kali aku melihatnya di luar kantor, tapi padamu bilang sedang kerja. Sebenarnya kerja apa yang dia maksud itu?" jelas Dion. Sepertinya Mas Darren harus lebih berhati-hati lagi kalau tidak mau ketahuan. Namun, aku juga tidak bisa selalu ada di sampingnya seperti orang yang tidak punya tujuan hidup. Aku juga mau punya suami yang hari, pikiran, dan perasaannya hanya tertuju untuk pasangan. Bukan hanya wanita lain atau dicampuradukkan. Apalagi, aku trauma dengan yang namanya perselingkuhan karena dulu mamaku pernah dimadu. Memang waktu itu papa tetap ingat kewajibannya kepada istri pertama dan anak-anaknya, tapi tetap saja ada luka yang tidak bisa terlukiskan di hati kami. Terutama aku yang anak sulung dan mama. "Bisa saja para petinggi itu mengajak bertemu di luar perusahaan, Dion. Kamu jangan salah paham dan berpikir yang tidak-tidak tentang kakakmu. Kasihan dia yang sedang bekerja pun jadi ikut terseret," gerutu mama. Aku hanya tersenyum kecut melihat bagaimana pembelaan mama kepada anak pertamanya dan aku tidak bisa mengatakan apapun. Memang katanya Mas Darren adalah anak yang banggakan daripada Dion, tapi sungguh aku tidak menyangka kalau perkataan Dion sepertinya tidak penting untuk mama. "Baiklah, tapi kalau nanti Mama tahu sesuatu, jangan minta aku untuk bergerak karena aku sudah malas berhubungan dengannya," tandas Dion kesal. "Tentu saja. Dia tidak akan pernah melakukan apapun yang bisa membuat mama kecewa, dia tahu batasan," bela mama lagi dan aku tersenyum getir. Tadinya aku berniat mengadukan sikap Mas Darren kepada mama, tapi kalau seperti ini, yang ada hanya aku yang terluka, dan dia malah mendapatkan dukungan dari mamanya. "Bukankah begitu, Anya Sayang?" tanya mama padaku dan aku hanya bisa tersenyum. "Kita makan dulu, ya?" ajakku sambil membawa nasi dan beberapa lauk yang baru saja aku siapkan. Kebiasaanku dan orang tua di rumah sebelum menikah, kalau ada tamu, tidak disajikan minum sana makanan ringan saja, tapi juga makanan. Apalagi kalau yang datang adalah orang-orang dari pihak suami, terutama mama. Aku biasanya langsung membuat menu kesukaannya. Kecuali kalau yang ada Dion, aku selalu meminta izin terlebih dahulu kepada Mas Darren karena dia adalah adik ipar, dan bukan mahram. Sayangnya tidak ada sedikit pun titik cemburu suamiku ketika istrinya didatangi oleh adiknya. Bahkan ketika ada teman-temanku pun yang pria, dia seolah tidak peduli. Jadi, alasan apalagi yang bisa aku gunakan untuk bertahan di pernikahan ini? Kini kita makan sambil mendengarkan cerita mama yang terdengar sangat seru kalau melihat dari raut wajahnya, tapi aku sama sekali tidak bisa mendengar apa yang dia katakan. Pikiran dan hatiku hanya tertuju kepada Mas Darren. Apa benar yang Dion katakan kalau Mas Darren suka keluar kantor dengan alasan ada perjanjian di luar? Padahal, di perjanjian antara kita sudah jelas. Kalau dia tidak boleh bertemu wanita lain tanpa izinku. Kalau apa yang Dion katakan benar, berarti dia sudah melanggar kontrak, dan aku bisa melakukan apa yang ingin aku lakukan sejak lama. Yaitu melepaskan diri. Aku tidak akan pernah memintanya untuk melupakan wanita lain dan mencari cinta itu untuk diriku sendiri, tidak. Aku tidak mau dianggap egois. Karena dulu, aku pernah menyampaikan hal itu tapi Mas Darren malah berubah menjadi dingin, lalu mengatakan kalau yang aku katakan bukan bentuk perwujudan dari cinta, tapi keegoisan, dan obsesi karena aku ingin hanya aku yang di lihat, yang ada di hati, serta pikirannya. "Menurutmu bagaimana dengan Rina, Anya?" tanya mama, tapi aku enggan untuk menjawabnya. "Anya, kamu kenapa?" tanyanya lagi. "Tidak apa, Ma. Aku hanya merasa kurang enak badan." Aku berbohong. Lebih baik seperti ini daripada mama tahu kalau pikiranku sedang tidak ada di sini. Bisa bahaya kalau mama mengadukan semuanya kepada Mas Darren. "Kamu tahu Rina, bukan?" Mama kembali bertanya dan aku hanya mengangguk pelan. "Menurut Mama, dia itu wanita sempurna untuk dijadikan istri. Sayangnya Dion belum ingin menikah dan tipe wanitanya tidak seperti Rina. Justru Darren yang tipe wanitanya seperti dia," ucapnya panjang lebar membuatku tersadar dari lamunan. "Jadi, maksudnya Mama ingin suamiku menikahi wanita lain, begitu?" tanyaku untuk memperjelas semuanya. Aku tidak habis pikir kalau mama mertua punya pikiran yang seperti ini. Mas Darren yang selalu berganti pacar saja membuatku muak dan lelah. Kenapa sekarang malah ditambah lagi. Apa penderitaanku masih kurang? Apa perlu aku meminta papa mertua untuk dekat dengan wanita lain agar mama mertua bisa merasakan sakitnya menjadi aku?

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
98.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook