Pacar baru

1202 Words
"Disini aja Om antarnya aku gak enak kalau dilihat teman-teman," pintanya pada Max. "Malu kenapa? kamu lucu banget sih Ra, Orang kalau dianter mobil bagus pasti seneng karena bisa pamer," Max berkata dengan santai. "Itu Om atau pacar-pacar Om kali, Ngapain pamer kecuali mobil ini Om kasih buat saya, baru saya pamer, kalau numpang doang sih ngapain. Malu-maluin pamer barang orang, Saya gak tertarik jadi sombong padahal gak ada apa-apanya tapi kalau saya kaya juga ogah lah sok pamer sih," Rara memang seperti itu jika ditanya, dia gak suka pamer harta orang tuannya karena dia cuma penikmat bukan pemilik Max tertegung dengan perkataan Rara, jarang sekali ada orang yang jika diberi kesempatan untuk pamer tapi menolak. "Udah ah Om gibah mulu dosa lagi? aku mau turun disini aja ," Rara bergegas turun dari mobil mewah milik Max. Beberapa pasang mata menatapnya dengan penuh tanda tanya, Biasanya Rara selalu datang dengan motor metik kesayangannya namun kali ini dia datang diantar mobil mewah oleh seorang pria yang lebih cocok sebagai daddy sugar. "Ra," Rara menengok kearah pemilik suara, yang ternyata Max "Om mau ngapain pake turun?" Rara benar-benar panik karena pria berjas itu turun dari mobilnya dan berjalan kearahnya. Max membuka Handfree yang terpasang ditelinga Rara. "Pantas gak denger," gerutunya rupanya Rara menggunakannya setelah turun dari mobil, sehingga Max yang memanggilnya tidak terdengar. "Nih dompet kamu jatuh, makanya kalau mau turun dari mobil cek dulu ada yang tertinggal atau tidak," Rara menepok jidatnya tadi dia mengeluarkan dompetnya karena di minta mengirim kartu mahasiswa untuk kepentingan pembentukan panitia dan dia lupa untuk memasukan kembali dompetnya kedalam tas. "Terima kasih ya Om, Udah sana Om cepetan balik kemobil saya gak enak diliatin mahasiswa yang lain tar saya dipikirnya baby sugar lagi dianter om-om," Rara membalikkan tubuh Max untuk berbalik masuk kemobilnya, namun tiba-tiba ide jahil terpikir oleh Max. "Ya sudah Om pergi dulu, jangan nakal ya sayang kalau sudah kuliah cepat pulang kerumah, i will miss you," Max berkata dengan suara lantang dan beberapa orang mendengarnya termasuk teman-temannya. Rara benar-benar syok ingin rasanya dia melempar mobil Max dengan batu yang berada didekat, tapi ia berfikir dua kali kalau mobilnya lecet dan dia harus memperbaiki pasti hukuman kerja rodi akan bertambah. Rara bergegas masuk kedalam kampus dengan sumpah serapah yang tidak jelas karena kesal. "Ra," Wike sahabatnya berteriak memanggilnya betapa tidak dari tadi dipanggil, Rara malah Asyik memaki-maki tidak jelas. "Lu tadi dianter siapa kok pada heboh sih, lu mau nyaingin Sisil ya?" pertanyaan memberondong ditujukan Wike pada pada Rara. "Woy enak aja lu, gue disamain ama Sisil," Rara lalu menarik tangan Wike menuju kantin dan menceritakan apa yang terjadi. "Jadi dia itu bos gue karena sebagai hukuman gue musti jagain anaknya tuh duda dirumahnya," Wike membulatkan mulutnya. "Tapi kenapa dia manggil lu sayang tadi waktu dia ngasihin dompet," Wike menunjuk Dompet yang masih dipegang Rara. "Tau, amnesia kali dia pikir gue Baby sugarnya," Rara kembali kesal dengan apa yang diucapkan oleh Max tadi. "Ra," Jessy dan Lila berjalan kearahnya yang sedang duduk dikantin menunggu pesanan bubur ayam untuk sarapan, tadi dirumah Max dia hanya meminum s**u hangat karena harus mengurus Nick dulu sebelum berangkat sekolah. Dua sahabatnya duduk didepannya menunggu penjelasan Rara karena kehebohan tadi namun dibandingkan Wike, Rara tidak terlalu berani terbuka pada mereka karena mereka mulutnya terkadang masih suka ember. "Lu bedua ngapain pada liatin gue kaya gitu?" Rara mengaduk bubur yang baru diantar kemeja dimana ia duduk. "Lu dianter pacar lu? gue tau lu bukan baby sugar kaya Sisil, itu pasti pacar baru lu kan? mana kata orang-orang ganteng banget," Lila masih sibuk mengoceh sambil mengoyang-goyangkan lengan Rara. "Iya dia pacar baru gue puas Lo, Tapi gue bukan baby sugarnya orang gue kagak dipiara dan dia juga kagak punya bini alias duda anak satu, gue jadi baby sugar bisa digantung dimonas ama emak gue," dengan kesal Rara memasukan suapan bubur kemulutnya. Mendengar pernyataan Rara, Lila dan Jessy membuat mereka bersorak seneng. "Tajir ya Ra? katanya mobilnya aja tadi Audi s7 ," Rara menganggukan kepalanya. "Lu kok gak cerita sih?" Jessy kesal karena telat mengetahuinya malah mendengar berita dari teman-teman dikampus. Rara hanya nyengir malas membahasnya lagi. "Kekelas yu," Rara mengajak teman-temannya kekelas karena dikantin sudah mulai banyak orang. Rara lalu menuju kasir untuk membayar bubur yang ia makan.Rara nyaris tersedak melihat isi dompetnya. "Kenapa Ra?" Wike melihat wajah yang Rara terkejut. "Dompet gue kenapa banyak duitnya? padahal tadinya cuma ada duit cash 200 ribu rupiah," Bisiknya pada Wike. Wike mengintip dompet Rara dan terkejut. "Tadi kan dompetnya dipegang sama cowok lu Ra, jangan-jangan dia yang masukin kedalam dompet lu mending lu tanyain aja ama dia Ra," saran Wike, mereka menuju kelas setelah Rara membayar bubur yang ia makan tadi. "Masalahnya gue kagak tahu nomer teleponnya Ke," Bisik Rara yang membuat Wike heran dengan miss Gucci ini karena kebiasaan yang suka tidak perduli dengan hal kecil. *** Jam sudah menunjukan pukul 7 malam Max sudah tiba dirumah, tiba-tiba Rara menghampirinya. "Om Boleh saya tanya sesuatu?" Max menatap kearah Rara seperti biasa dengan wajah dinginnya. "Kamu mau nanya apa? kalau mau tanya soal uang yang ada didompet kamu, itu sebagai upah karena sudah menjaga Nick dengan baik," Max sudah menjawab apa yang ingin dia tanyakan walau bukan itu inti utama pertanyaan Rara. "Tapi bukankah saya harus membayar hukuman karena memberikan Nick ice cream,walaupun sebenarnya bukan saya yang memberikan?" Rara masih berdiri di samping Max yang sedang membaca dari Tabnya. Max menyimpan tabnya diatas meja lalu menatap Rara,"Saya bukan orang yang suka ngegampangin tenaga orang, karena kamu sudah bekerja dengan baik makanya saya membayar kamu. Saya kok bingung sih sama kamu orang dibayar itu kan seneng ya, kok kamu malah kaya gak suka sih?" Tanya Max sambil menatap Intens kearah Rara, tatapan yang tidak disuka oleh Rara karena dia merasa risih. "Bukan seperti itu Om saya senang kalau Om puas dengan pekerjaan saya dan Om membayar hasil kerja saya tapi yang saya tidak suka mengapa Om membuka dompet saya bukankah itu tidak sopan," Ini lah pertanyaan yang ia ingin tanyakan sebenarnya, jika dia ingin membayar hasil pekerjaannya kenapa tidak langsung memberikan uangnya pada dirinya, bukan dengan cara memasukan uang diam-diam pada dompetnya. Sebenar Max sadar akan hal itu tapi dia ingin melihat seberapa besar gadis itu tergila-gila akan uang karena hampir semua perempuan yang dekat dengannya hanya perduli dengan uangnya bukan terhadap dirinya apalagi anaknya. "Lho kalau saya gak buka dompet kamu bagaimana saya tahu kalau dompet itu milik kamu lagi pula kan gak cuma kamu yang nebeng mobil saya," perkataan Max membuat Rara diam namun tambah kesal, bukan nya meminta maaf malah membela diri. Max sendiri sebenarnya ingin tertawa dengan alasan konyol mana ada wanita lain yang boleh naik mobilnya. Dia kalau pergi dengan seorang perempuan baik kencan ataupun keacara pesta lebih baik menggunakan mobil Alpardnya dan pasti selalu disupiri. "Baiklah kalau begitu, saya ucapkan terima kasih karena sudah membayar saya dengan nilai yang cukup besar padahal saya hanya akan bekerja untuk anda selama seminggu, Kalau gitu saya permisi Om, Saya sudah janji akan membantu Nick menyelesaikan pr matematikanya." Rara bersiap untuk meninggal Max yang sedang duduk disofa diruang tengah. Max menatap punggung Rara yang berjalan meninggalkannya disofa, dia berfikir bagaimana caranya memperpanjang Rara tinggal bersamanya disini kalau bisa selama-lamanya. Senyum licik terlihat disudut bibirnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD