3. Pertemuan

1821 Words
Hari pertama menuju tempat kerja baru, membuat Aiden bersemangat kali ini. Berprofesi sebagai guru membuat dirinya memiliki kesenangan tersendiri. Ia senang dekat dengan murid-murid, membagi ilmu dan wawasannya dan ia pun senang berinteraksi dengan anak-anak kecil. Aiden Syed. Memutuskan untuk mengajar hanya di satu tempat. Karena ia bisa membagi waktunya untuk mengerjakan pekerjaannya mengurusi cabang perusahaan sang ayah juga. Tidak hanya berprofesi sebagai guru, Aiden juga memiliki pekerjaan sebagai pemimpin anak perusahaan. "Pagi, Bunda, ayah," sapa Aiden tatkala melihat Yara dan Farid yang tengah sarapan pagi. Keluarga sangatlah harmonis, dan Aiden sangat menyayangi keluarganya ini. "Pagi, Nak. Kamu sekarang ngajar di tempat baru ya? Semoga lancar ya," kata Yara dan menyiapkan sarapan untuk Aiden. "Iya, Bund. Kak Kaila dimana?" Tanya Aiden yang menanyakan kakak perempuannya yang berbeda satu tahun dengannya. "Biasa, dia sibuk katanya udah berangkat tadi pagi," jawab sang Bunda. Aiden mengangguk dan mencicipi nasi goreng buatan ibundanya. "Enak banget, Bund." "Oh ya? Terimakasih ...." "Aiden, kenapa harus menjadi seorang guru, Ayah sudah memberi perusahaan kepada kamu," ucap Farid sang ayah. "Ayah," kata Yara yang mencoba menghentikan suaminya itu agar tidak muncul perdebatan. Aiden tersenyum. "Aiden suka jadi guru, Yah, Bund. Bertemu dengan banyak orang itu jadi pengalaman juga buat kita. Bunda selalu mengajarkan kepada Aiden untuk terus menyalurkan ilmu yang Aiden punya. Walupun enggak seberapa. Aiden suka jadi guru. Itu alasan," jelas Aiden dengan tutur kata lembut. Farid mengangguk paham. "Ayah tidak melarang. Tapi tolong pikirkan baik-baik, baiklah ayah berangkat berkerja," Farid berpamitan dan di antarkan oleh Yara menuju depan rumah. Aiden tersenyum. "Hati-hati, Yah ...." Ia pun melanjutkan makannya yang tertunda. Sambil sesekali mengecek apakah barang bawaannya ini sudah komplit atau belum. Beberapa menit kemudian, Aiden sudah selesai dengan acara sarapannya, ia pun merapihkan kameja biru tuanya dan membawa tas ranselnya berjalan keluar rumah. "Mau berangkat, Nak?" Tanya Yara dan Aiden mengangguk. "Iya, Bunda. Aku pamit ya." Selesai berpamitan dengan sang Bunda, Aiden pun mengeluarkan mobil hitamya untuk pergi menuju tempat kerjanya, yaitu SMA Cahaya 2 yang berada cukup jauh dari rumahnya. .... Sampai di SMA Cahaya 2, Aiden bersalaman dengan beberapa guru yang tengah berjaga di depan sekaligus memperkenalkan diri. Lalu ia diantarkan untuk menuju ruang kepala sekolah. "Itu, Pak. Ibu kepala sekolahnya. Silahkan," ucap seorang siswa anggota OSIS yang mengantarkannya. Aiden pun masuk dan menyapa ibu kepala sekolah yang ia ketahui adalah teman dekat dari Bundanya. "Selamat pagi, Bu, apa kabar?" Sapa Aiden. Ibu kepala sekolah itu pun mengangguk sambil tersenyum. "Pagi, Aiden. Kabar baik. Silahkan duduk," katanya dan Aiden pun duduk di hadapan Kepala sekolah. "Baik, langsung ke intinya saja ya, kamu mengajar jam penuh di sini. Kamu memegang pelajaran kesehatan jasmani dan rohani?" "Iya, Bu. Saya mengajar pendidikan jasmani dan rohani." "Kamu tidak ingin memegang bimbingan konseling?" Tanya ibu Kepala sekolah. Aiden menggelengkan kepalanya. "Saya belum siap, Bu." "Baiklah, selamat belajar di sini. Dan satu hal yang kamu harus tau, dan sepertinya kamu sudah tau, ini sekolah swasta, dan banyak sekali murid yang harus kita ajarkan dengan extra. Mungkin kamu mengerti." Aiden mengangguk. "Iya, Bu. Saya mengerti." Dan mereka mengobrolkan beberapa hal, lalu Aiden pergi pamit untuk mulai mengajar. Tapi sebelum itu, kepala sekolah menyuruhnya untuk mengelilingi sekolah ini. ... Aiden menyimpan tas dan barang-barang bawaannya ke sebuah ruangan yang sudah di sediakan oleh sekolah. Ruangan cukup luas yang di dalamnya juga terdapat barang-barang untuk keperluan olahraga yang dipakai untuk pembelajaran. Aiden melihat daftar nama-nama siswa sebanyak 12 kelas yang akan ia ajarkan selama mengajar di sini. Semoga harinya menjadi lebih baik, karena mengajar di sini. Aiden mendengar bel sudah berbunyi, ia pun berniat untuk berkeliling sekolah yang cukup luas ini setelah para murid masuk kedalam kelas. Pertama, Aiden mengunjungi beberapa ruangan yang berjajar, ada ruangan UKS, perpustakaan, ruang tari, ruang musik. Laku ia pun berjalan ke sebuah lorong yang masih banyak murid yang berkeliaran. Tak lupa ia pun selalu membalas sapaan yang di lontarkan para murid kepada dirinya. "Hai, Pak. Guru baru ya?" Tanya serorang perempuan yang tengah berdiri dihadapan Aiden. "Iya." Katanya sambil tersenyum. Beberapa murid perempuan yang ada di sana pun ikut tersenyum melihat Aiden yang tengah tersenyum. "Nama bapak siapa?" "Rahasia. Nanti saya kasih tau." Selesai mengucapkan itu, Aiden pun pergi menuju tangga yang mengarahkan dirinya ke bawah. Sepertinya ini jalan pintas menuju kantin. Namun ada dua orang murid yang berada di luar area sekolah yang menarik perhatiannya. Aiden pun mengikuti kemana kedua murid itu berjalan. "Udah jam delapan? Tapi masih banyak murid yang terlambat," kata Aiden yang sekarang berada di dekat toilet kantin. Aiden memperhatikan percakapan kedua murid laki-laki dan perempuan itu. Hingga mereka menitipkan tas mereka dan sampai mereka pergi dari kantin. Aiden menggelengkan kepalanya, ia pun menghampiri penjaga kantin yang hendak menyimpan tas kedua murid tersebut. "Pak," sapa Aiden. "Eh, iya, Pak." Penjaga kantin itu cukup gugup karena dihampiri tiba-tiba oleh Aiden. "Saya Aiden, guru baru. Itu tas murid yang terlambat tadi ya?" Tanya Aiden dengan suara lembut agar penjaga kantin itu tidak terintimidasi. Anak muda penjaga kantin itupun mengangguk. "Simpan saja, tidak apa-apa. Kalau belum diambil kasih ke saya ya. Terimakasih." ... Selesai mengenal beberapa masalah yang ada di sini, Aiden memutuskan untuk mengobrol dengan penanggung jawab siswa di sini, seorang guru laki-laki dengan wajah yang cukup seram. Pak Musa namanya. Konon katanya, murid-murid takut jika menghadap ke pak Musa ini. Banyak hal yang mereka obrolakan sampai Pak Musa pun pamit karena masih banyak hal yang harus ia urusi. "Pak, tolong jaga gerbang kantin sampai jam setengah sembilan. Karena suka banyak sekali orang yang masih berlalu lalang kedalam kantin." Aiden mengangguk dan ia pun menunggu di dekat pintu gerbang kantin sambil membaca beberapa kertas kurikulum untuk ia pelajari. Sampai ada satu orang murid perempuan yang mencuri perhatiannya. "Gak liat ada guru? Dimana sopan santunnya?" Ia pun berbicara. "Ups, sorry, Pak. Saya enggak liat." Ucap murid itu. "Balik ke kelas." "Bapak guru baru ya? Bentar deh, Pak. Saya izin beli sarapan dulu," katanya membuat Aiden mengerutkan dahinya. "Sarapan? Atau mau ambil tas?" Tanyanya yang membuat murid itu gelagapan. Aiden kenal dengan murid perempuan ini. Murid yang sama ketika ia lihat tadi pagi bersama dengan murid laki-laki lainnya. Ia sudah hafal kenapa murid ini ingin pergi ke kantin. Pasti karena mau mengambil tasnya. Aiden mengambil kedua tas yang berada di penjaga kantin tersebut, dan menyuruh kedua murid itu untuk mengambil di ruangannya. Namun murid perempuan itu malah mengejarnya sambil berkata "Hah? Pak, Bapak guru baru aja udah so-soan. Terserah Bapak deh mau ngelapor ke BK kek, polisi kek, kepala sekolah kek, bahkan ngelapor ke presiden pun, saya enggak akan takut." Deema Adora, awan kebahagiaan pembawa hujan. Nama yang bagus, namun kenapa kelakuan murid ini diluar batas. Aiden lebih memilih meninggalkan murid yang tengah mengeluarkan emosinya itu. Hari pertama mengajarnya di sekolah, dan menghadapi hal seperti ini, sepertinya Aiden harus membesarkan rasa sabarnya. .... Bel pulang sekolah berbunyi. Deema, Celline, Aya dan Lola berjalan menuju parkiran tempat dimana teman-teman Deema menyimpan kendaraannya. "Loh, itukan Avyan kok udah dapet tasnya lagi sih? Padahal Gue kan belum ngasih tau," kata Deema yang melihat Avyan sang pacar nya itu pergi mengendarai motornya. "Hah? Tas Lo memangnya kemana?" Tanya Lola. "Yeu, Lola. Kan udah Gue kasih tau, kalau tas Gue di sita sama guru baru. Bener-bener ...." "Lo pulang sama siapa?" Tany Aya kepada Deema. "Kalian pulang duluan aja. Gue mau ambil tas dulu. Gue bisa naik ojol kok," kata Deema yang diangguki oleh teman-temannya. Celline, Aya dan Lola pun pergi menuju parkiran, dan Deema pergi mencari dimana Ruangan guru baru itu berada. "Heh, Lo tau ruangan guru baru gak?" Tanya Deema yang ia ketahui itu adalah anggota OSIS karena dari bajunya. "Pak Aiden? Di ruangan olahrag, Kak." "Oke." Deema pun berlari untuk bisa sampai di ruangan olahraga yang berada di ujung lapangan utama. Avyan memang bener-bener. Dirinya dianggap pacar atau tidak sih? Hal sepele seperti ini saja dia tidak peduli. Ah sudahlah, Deema tidak ingin memikirkan ahl yang tidak penting itu. Sampai di depan ruangan olahraga, ternyata pintunya tertutup. "Jangan sampe ni guru udah pulang, gimana nasib tas Gue," kata Deema sambil meringis. Deema merapikan tampilannya, ia pun mencoba mengetuk pintu ruangan guru baru yang sekarang ia ketahui bernama Aiden itu. "Masuk ..." Kata suara di dalam sana. Ada sedikit lega dalam hatinya karena Aiden masih ada dalam ruangannya. Ketika Deema masuk, ia melihat Aiden yang sedang mengancingkan kamejanya. "Astaghfirullah!" Kata Deema yang membuat Aiden sama-sama terkejut. "Pak, main ngomong masuk-masuk aja lagi," kesal Deema yang kembali keluar karena Aiden sepertinya tengah berganti baju. "Masuk, saya sudah selesai." "Nyebelin banget sih," kata Deema dan kembali masuk kedalam ruangan Aiden. "Tutup," kata Aiden karena Deema membuka pintunya. "Saya kalau masuk ke sini enggak pernah di tutup, Pak. Ruangan ini selalu terbuka." "Ruangan saya. Dan itu hak saya. Tutup." Deema menghentakkan kakinya, lalu menutup pintu ruangan Aiden. Tanpa basa-basi ia pun langsung berbicara. "Tas saya, Pak. Udah jam pulang." "Gak sopan." Deema mengembuskan napasnya. "Pak, Please. Enggak usah bikin saya emosi." Kata Deema dengan sungguh-sungguh yang membuat Aiden sedikit gugup. Deema memiliki badan yang cukup tinggi dan badan yang kurus, hampir kurus sekali. Rambutnya terikat dan terlihat kusut, kulitnya putih pucat namun terlihat seperti tak terawat. Wajahnya cantik. Tetapi karena ia tidak peduli dengan penampilan, kecantikan Deema sedikit tertutup. Aiden memberikan Deema dua lembar HVS dan sebuah pulpen, lalu menuliskan sebuah kalimat di sana. 'saya tidak akan mengulangi kelakuan saya. Dan saya meminta maaf kepada diri saya sendiir.' "Hahaha, buset banyak bener," kata Deema yang masih berdiri di hadapan Aiden dan melihat Aiden menuliskan kata-kata di sana. "Tulis. 15 menit." Deema menahan air matanya, kenapa hari ini begitu sangat sial. Deema butuh air yang mengalir di tubuhnya agar bisa menenangkan dirinya. Namun hujan belum juga turun belakangan ini. Deema melihat jam dinding di ruangan Aiden, pukul 15.40 dan ia belum mengisi perutnya dengan apapun dari kemarin. Deema ingin menyelesaikan semuanya. Percuma jika ia memberontak pun, sudah tidak ada gunanya. Deema mengambil dua lembar kertas dan satu pulpen itu, lalu membawanya keluar dari ruangan Aiden. "Mau kemana?" Tanya Aiden. Deema tidak menjawab. Ia hanya mengacungkan kedua kertas itu. "Di situ," kata Aiden yang menunjukkan beberapa kursi tamu yang ada di hadapannya. Deema mengikuti perintah Aiden, lalu duduk di sana dan menyelesaikan semua tugasnya. Lama, tubuh Deema merasakan keringat dingin mengalir di dahi dan punggungnya, namun masih ada lima baris tulisan yang belum ia isi. Aiden yang sedari tadi memperhatikan gerak gerik Deema pun khawatir karena melihat perubahan kulit Deema yang sangat pucat. Aiden bangun dari duduknya. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul setengah lima sore, dan itu sudah petang. Langit pun sudah sedikit gelap. Aiden mengambil kertas yang sedang di tulis oleh Deema. "Sudah. Itu tas kamu." Deema mengangguk sambil menunduk dan mengambil tasnya. Ia pun dengan cepat berjalan keluar dari ruangan Aiden. Ada kejanggalan yang Aiden lihat, sebuah darah? Darah apa ini? Darah itu berceceran dari arah kertas dan di lantainya pun ada beberapa tetes darah. Aiden yang mengetahui hal itu, dengan cepat mengambil tasnya lalu menutup ruangannya dan berjalan menyusul dimana Deema berada
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD