Patah Hati

2021 Words
#Part 3 Patah Hati Dua hari kemudian dimulailah ta’aruf antara Aang dengan anaknya ustadz. Dari tukeran CV (curriculum vitae), tukeran nomer dan nama orang-orang terdekat untuk menggali informasi lebih dalam mengenai diri masing-masing, besoknya ketemu bertatap muka didampingi perantara (ustadz beserta istri) dan akhirnya mufakat, saling cocok dan akan membicarakan hal yang lebih serius yaitu jenjang melamar. Ayah dan ibunya Aang juga setuju tidak keberatan dengan calon menantunya itu.   Tiga hari yang sangat melelahkan bagi Aang. Akhirnya dia menyerah dengan cintanya pada Ulil. Dan akan melamar orang yang tak pernah dikenalnya, menikah dengan orang atas pilihannya karena ketertundukan pada Rabb-nya. Aang menghela napas panjang, berasa berat harus melepas rasa cintanya, dia memang harus memilih antara mencintai karena nafsunya yaitu memilih Ulil yang tak juga mencari hidayah, atau mencintai karena Rabb-nya yang memilihkan wanita shalihah.   Apa yang ada dalam pikiran Aang ternyata salah. Dua hari sebelum tanggal lamaran, calon istri Aang ini menghubungi Aang supaya menemuinya untuk hal yang penting. Calon istrinya ini bernama Rindi. Rindi mengawali pembicaraan “halo akhi, bisakah antum menemui saya di taman dekat kampus? Bawa teman ikhwan tetapi saya sarankan tidak bisa mendengarkan pembicaraan kita nanti, ada hal yang penting dan rahasia yang harus saya sampaikan pada antum, jam 12.30 setelah shalat dhuhur” Aang hatinya berdesir, ada apakah gerangan.... “iya ukh, saya akan datang tepat waktu bersama teman saya”   Pukul 12.30....... Di taman yang rindang itu sudah datang Rindi bersama teman akhwat dan Aang bersama teman ikhwannya. Teman mereka agak menjauh atas permintaan dari Rindi karena ini hal yang sangat rahasia. “akhi.....mohon maaf atas ketidak jujuran saya, saya akan mengatakan sesuatu yang mungkin akhi berat untuk menerimanya, kalau menerima ya alhamdulillah, kalau memutuskan untuk tidak jadi ke jenjang pernikahan juga tidak apa-apa, dan saya pasrah akan hal itu” Rindi ingin berkata jujur. Aang semakin penasaran dan jantungnya berdegup kencang... “iya ukh, silakan” “mohon maaf, ada satu hal yang sangat tidak etis yang pernah saya lakukan, saya pernah terjerumus dalam kemaksiatan” ...hening.........menghela napas panjang............sambil menangis. “saya sudah tidak perawan” mak jleb.....syok bukan kepalang....tetapi dalam hati kecil dia bersyukur, alhamdulillah saya tidak jadi menikah dengan dia ya Alloh...... “astaghfirulloh hal adzim ukhti.....semoga Alloh mengampuni dosamu akibat zina tersebut, saya tidak tau harus berkata apa, yang bisa saya sarankan adalah bertaubatlah memohon ampunan pada Alloh, dan mohon maaf, hal itu tidak bisa saya terima, saya berprinsip bahwa wanita yang akan saya nikahi adalah wanita shalihah, yang sangat menjunjung tinggi kehormatan dan mahkota wanita sebelum menikah, dan setelah menikahpun harus menjaga kehormatannya dari pria yang bukan mahromnya, mohon maaf ukh, kita akhiri saja sampai di sini ta’aruf kita dan tidak berlanjut besok lamaran” “iya akh, sekali lagi mohon maaf, dan tolong hal ini dirahasiakan” Rindi sambil menangis tersedu.....kemudian mengucap salam dan meninggalkan Aang.   Aang bergegas menuju ke suatu tempat yang ingin dia kunjungi, menyampaikan berita ini. Di tempat lain, di sekolah dengan hari yang sama adalah waktu ujian nasional di sekolah Ulil. Ulil dan kedua sahabatnya sedang serius mengerjakan soal ujian. Dan saat istirahat, terjadilah percakapan antara Maria dan Raisya. Raisya mengajak Maria “Mar....ikut aku bentar yuk, anterin ke kamar mandi bentar” sambil menoleh ke Ulil, “Lil, kami tinggal bentar ya” “ayuukk” kata Maria. Di depan kamar mandi mereka sangat serius berbicara sesuatu, sehingga timbul rasa penasaran Ulil, Ulil mendekati mereka dan bersembunyi di balik tembok kamar mandi. “Mar....gimana ya caranya ngomong ke Ulil?” “ngomong aja, apa sulitnya ngomong? Eh emang mau ngomong apaan? Sampe kamu serius banget gitu?” Raisya sambil berdehem hhmmmm..... “bang Aang akan melamar Rindi, anaknya ustadz guru ngaji bang Aang, besok setelah ujian ayah dan ibu beserta bang Aang mau melamar Rindi, jemput Raisya di sekolah dulu” Ulil di balik tembok syok bukan kepalang, sampe nangis bercucuran gak terasa, begitupun Maria juga syok. “cepet banget? Kapan pacaran? Langsung nikah aja abang satu itu” “iya kalo dalam agama kami ini namanya ta’aruf, tak perlu waktu lama untuk mendalami kepribadian antar calon karena kami ada cara tertentu” “oooo....baru tau juga, ya kan aku gak ngerti gimana agamamu, hmmm iya deh nanti Maria bantu ngomong ke Ulil, tapi nanti aja setelah ujian, biar dia tetep konsen ngerjakan ujian sampai besok” Ulil masih syok, matanya sembab karena nangis, dia ingin teriak sekencang-kencangnya tapi tak bisa, dia lari dan menabrak tempat sampah yang di sampingnya, gubrraakk......dan itu membuat mata Maria dan Raisya tertuju padanya.   Maria dan Raisya barengan “Uliiiillll tungggguuuu......kami jelaskan dulu” Ulil lari sekencang-kencangnya sambil menangis, tak terasa sudah di depan gerbang sekolah, dan dari arah samping ada pick up bermuatan over load berkecepatan tinggi melaju.   Daaannnn........... Gubraaakkk........pick up itu oleng dan jatuh karena menghindari Ulil yang tiba-tiba nyelongong nyebrang jalan. Raisya, Maria yang masih di depan gerbang teriak bareng : “Uliiiillll.....tidaaakkkk”. Di seberang jalan ada Rafael yang juga syok lihat Ulil mau ketabrak pick up. Dan dengan sigap lari sekencang-kencangnya menyelamatkan Ulil. Ulil keserempet dan tertimpa barang bawaan pick up tersebut, untungnya Rafael segera datang dan menyelamatkan Ulil. Beruntung juga sopir pick up abis banting setir langsung keluar loncat dari mobil dan hanya terlukan sedikit.   “WOIIII NAK!!!MATAMU TAROH MANA HAAAHHH! Barang bawaanku jadi betebaran jatuhnya” teriak pak sopir yang pick upnya mau nabrak Ulil. Rafael dengan sigap meminta maaf pada pak sopir pick up “mohon maaf pak, adek saya gak lihat bapak melaju kencang karena dia nangis” sambil melihat Ulil yang bermata sembab dan nangis, pelipis mata Ulil berdarah terkena barang yang terguling tadi dari pick up. Rafael dibantu orang-orang yang waktu itu melintasi jalan raya membantu bapak sopir memunguti barang-barangnya yang berjatuhan.   “kamu gakpapa Lil? Loh pelipismu berdarah, sini ke mobil kakak, ada kotak P3K” kata Rafael “nah sudah selesai kakak bersihin lukanya, tutup sama hansaplast, kamu nangis? Kenapa?” sambil memeluk Ulil, dan Ulil menerima pelukan Rafael, dalam hati Rafael ‘eh tumben mau dipeluk nih anak, biasanya menghindar mulu’ Ulil nangis huuuuaaaa “maukah kak Rafael jadi pacar Ulil?” “eehhh....kesambet malaikat mana nih? Asiiikkk...mau donk....tapi kok nangis?” Rafael sambil tersenyum kegirangan. Maria dan Raisya menghampiri keduanya “kamu gakpapa Lil?” Ulil menjawab “gakpapa” Rafael senyum-senyum....Maria dan Raisya berpandangan heran.... “lah....Ulil nangis hampir ketabrak malah kakak senyam-senyum, waras kak?” sambil pegang jidat Rafael. “waras lah.....hahaha....eh...udah selesai ujian ya? Ayo kakak traktir makan dan minum es” kata Rafael dengan semangat. Maria dan Raisya bingung “dalam rangka apa nih kak? Kan kami belum selesai ujian, besok baru selesai, itupun masih nunggu pengumuman kelulusan baru dirayain” “adaaa deehhh” jawab Rafael sambil nyengir.   Di seberang jalan, tergopoh-gopoh Aang menghampiri mereka, raut muka tak karuan antara senang, sedih, pingin nagis, pingin ketawa gak jelas. Langsung memeluk Ulil. Dan mata Raisya melotot melihat tingkah abangnya yang gak wajar. “Lil....maukah kamu berubah untuk abang? Jadilah wanita sholihah, ngaji bareng sama Raisya, sebelum semuanya terlambat” Aang sambil menggoyang-nggoyang bahu Ulil dengan keras. “aduh bang, sakit tau!! Abang ngomong apaan? Ulil gak ngerti. Oia selamat ya, abang mau nikah” ucap Ulil. “bang Aang, kendalikan emosimu bang, istighfar bang....istighfar.....Ulil bukan mahrom abang” sela Raisya. Hening......semua saling berpandangan, Rafael dan Maria pun gak ngerti apa maksud Aang dan Raisya, karena memang berbeda agama. Ulil pun walau Islam, gak ngerti apa yang diomongin Aang dan Raisya karena Ulil gak pernah ngaji, Islam aja gak ngerti ilmunya sama sekali, cuma dilahirkan dari keluarga muslim gitu aja. Satu-satunya yang ngerti omongan Aang adalah Raisya. Raisya juga sebenarnya bingung, ngapain juga nyuruh Ulil berubah untuk abangnya lah wong abangnya mau nikah sama orang lain.   Rafael memecah keheningan “sudah-sudah, ayo makan dan minum es di cafe sebelah, aku yang traktir” Maria yang paling semangat karena yang paling tidak terbebani pikiran.   Sesampai di cafe, Rafael, Aang, Ulil, Maria dan Raisya memesan makanan kesukaan masing-masing dan minum es. Rafael yang membuka pembicaraan “sudah-sudah, lupakan ketegangan ini, walau aku gak ngerti yang diomongin Aang tadi, ku anggap itu pemahaman agama kalian, ayo sekarang makan dan ngobrolin yang lain” Ngobrol seperti biasa dan bla bla bla...... Selesai makan, Rafael menutup obrolan : “traktiran ini dalam rangka, hari ini aku dan Ulil jadian, kami pacaran sejak hari ini” Aang, Raisya dan Maria melotot tak percaya sambil melihat Rafael dan Ulil bergantian. Aang dan Raisya pamit duluan. Rafael dan Maria mengantar Ulil pulang.   Sesampai di rumah, Rafael dan Maria saling bertatapan dan tersenyum. “beneran kakak jadian sama Ulil?” “iya donk....sebenarnya sudah sejak kelas 1 SMA Ulil kutembak tapi dia nolak, dan tadi Ulil yang ngajak jadian, keren kan kakak ditembak duluan sama Ulil? Hahaha....” Dalam hati Maria, ‘Ya Tuhan....apakah kakakku dijadikan pelampiasan Ulil karena Ulil denger tadi percakapanku sama Raisya tentang bang Aang yang mau nikah? Ulil kan cintanya sama bang Aang bukan sama kak Rafael, au ah....yang penting kak Rafael bahagia, dan semoga Ulil gak ngecewain kakak’.   Sesampai di rumah juga, pikiran Aang dan Raisya berkecamuk tak karuan. “aku tak mengenalmu tadi bang, abang beda banget, seperti bukan abang, emosi meledak-ledak, memeluk Ulil, dan apa maksud perkataan abang tadi? Raisya gak ngerti, bukankah abang mau melamar Rindi besok?” “aku gak jadi melamar Rindi dek” “masyaAlloh bang....katanya abang udah sreg sama dia, kenapa? Mendadak banget bang? Besok loh acara lamarannya” “dia zina dengan pacarnya dulu sebelum berhijrah, sampai kebablasan dan hilang kehormatannya, hal yang sangat-sangat membuat abang tidak suka” Raisya merasa syok..... “lah terus gimana acara besok?” “Rindi yang akan bilang ke orang tuanya, dan abang yang akan bilang ke ortu kita bahwa lamaran besok tidak akan berlangsung karena sesuatu hal prinsip, abang gak akan bilang ke ortu kita kalau Rindi sudah gak perawan, tapi rahasia ini tak bisa abang pendam darimu dek, abang yakin kamu bisa menjaga rahasia ke siapapun tidak akan cerita” “iya Raisya ngerti bang, sebenarnya tadi Ulil nangis karena denger aku dan Maria ngomongin tentang bang Aang yang mau nikah, langsung Ulil nangis dan nabrak tempat sampah tadi makanya kami tau, dan gak ngerti kenapa tiba-tiba Ulil dan kak Rafael jadian” “sudah dek, abang udah bener-bener nyerah sama cinta abang, abang gak mau sakit hati, abang juga gak mau menuruti hawa nafsu yang terlalu menginkan Ulil jadi pendamping abang, abang mau melupakan semua, mau lebih mendekatkan diri sama Alloh aja, cuma Alloh yang ngerti perasaan abang, tempat segala keluh kesah abang” “ya sudah, itu terserah sama abang, yang penting kendalikan emosi bang” “iya” Aang dengan gontai masuk ke dalam kamarnya.   Keesokan paginya Raisya, Ulil dan Maria mengerjakan soal ujian nasional terakhir. Dan setelah ujian, Ulil menemui Raisya. Percakapan antara Ulil dan Raisya: “Raisya....ada yang mengganjal di hati Ulil, apa maksud perkataan bang Aang kemarin?” Ulil mengawali pembicaraan. “abaikan saja Lil, bang Aang lagi emosi” jawab Raisya. “gak tau ini, Ulil serasa harus bertanya dan menemukan jawabannya” “bang Aang ingin kamu berubah Lil, mau ngaji dan menjadi shalihah, maksud abang nanti kalo udah ngaji, Ulil ta’aruf sama bang Aang dan kalo jodoh dan cocok bisa menikah” Ulil terbelalak kaget “bang Aang menginginkan Ulil jadi istrinya? Tapi kenapa dia mau lamaran hari ini dengan orang lain?” “gak jadi Lil, karena prinsip dasar, dan taunya baru kemarin. Gak bisa nikah bahkan pacaran sama kamu juga karena prinsip, Islam gak memperbolehkan cowok cewek pacaran” “kenapa gak boleh pacaran? Kan itu caranya mengerti seluk beluk masing-masing” “ngaji yuk Lil, nanti kamu ngerti sendiri” “baiklah aku mau ngaji, tapi bukan karna memenuhi keinginan bang Aang, tapi karna Ulil penasaran, lagian Ulil juga udah jadian sama kak Rafael, gak mungkin kan Ulil tinggalin gitu aja, kak Rafael terlalu baik untuk tersakiti” “mungkin dengan ngaji, nantinya kamu akan paham sendiri dan mengubah pikiranmu yang sekarang” “oke, baiklah, aku semakin penasaran, kapan mulai?” “besok bisa selesai sekolah, kan udah gak ada pelajaran dan ujian lagi” “oke”   To be continued........          
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD