4. Bentuk Bakti dan Sayang

1446 Words
“Farel. bangun!” ucap Ara seraya menggoyangkan lengan suaminya. Jam sudah menunjukkan pukul enam pagi, dan Farel masih belum membuka matanya. Sedangkan semalam Ara sudah bilang sama suaminya kalau ingin meminta tolong memindahkan tepung-tepung puluhan kilo yang semalam dikirim oleh jasa pickup dan hanya diletakkan di teras rumahnya.  Semalam Ara belanja online kebutuhan untuk membuat roti, Ara ingin membuat cake banyak untuk seluruh dokter di rumah sakit suaminya agar bisa dibawa pulang dimakan keluarganya. Namun suaminya malah belum menunjukkan tanda-tanda bangun. Sejak pagi Ara sudah berkutat di dapur menyiapkan sarapan untuk suaminya. Bahkan kemeja dan jas dokter pun sudah Ara siapkan.  “Farel, bangun!” rengek Ara menggoyang lengan suaminya lagi. Meski cowok, suaminya sangat lelet. Bangun bukannya langsung mandi, pasti masih sibuk ngecek hpnya, menyebar kentut atau menggoda istrinya. Soal menyebar kentut, farel lah jagonya. Sejak dulu cowok itu tidak tau malu, di mana saja ngebret kerjaannya.  “Rel, aku mau buat kue nih. Angkatin dong tepungnya,” rengek Ara lagi.  “Hemm ….” Farel menggeliat, cowok itu sayup-sayup membuka matanya.  “Kenapa sih teriak-teriak terus?” tanya Farel memijat kepalanya yang nyut-nyutan.  “Angkatin  tepungku!” Farel menyibak selimutnya, cowok yang tengah bertelanjang dadaa itu segera turun dari ranjang, “Cium dulu, nanti aku angkatin,” ucap Farel mendekatkan bibirnya ke bibir Ara.  “Angkat dulu, baru nanti aku cium,” jawab Ara.  “Semangatku hanya kamu, Ara. Kalau kamu gak kasih ciuman, aku gak akan kuat angkat tepungnya. Mana satu karung dua puluh lima kilo. Belum gulanya, belum menteganya,” oceh Farel. Ara memicingkan matanya, kalau soal merayu begini, Farel memanglah jago.  Cup! Ara mendaratkan satu kecupan di bibir suaminya, perempuan itu segera menjauhkan wajahnya.  “Masa hanya satu ciuman sih? Kurang, Sayang. Ibaratnya makan cake tapi hanya satu suap. Kenyang enggak, nyangkut di tenggorokan iya,” oceh Farel.  Cup! Ara mencium lagi bibir suaminya. Belum sempat Ara menjauhkan wajahnya, Farel sudah mendorong tubuh Ara dan menindih tubuh istrinya itu. Hanya kecupan tidak akan membuat Farel senang, Farel melesakkan lidahnya membelit lidah Ara. Cowok itu tidak hanya menautkan lidahnya dan lidah sang istri, tapi Farel juga mengulumnya dengan lembut. Suara erangan dari bibir Ara bagai lagu yang sangat merdu untuk Farel. Suara Ara yang mengerang penuh kenikmatan membuat candu bagi telinga Farel. Farel menurunkan daster yang dipakai istrinya hingga menampilkan pundak istrinya yang sangat mulus. Hanya memakai daster saja istrinya sudah sangat memikat. Rasa sayang Farel pada Ara makin bertambah seiringnya mereka bersama. Remasan dan kecupan-kecupan kecil Farel lakukan pada tubuh Ara. Ada yang mendesak ingin segera dituntaskan, tapi Farel terus menahannya. Farel mencium pundak sang istri yang membuat sang istri terus mengerang.   “Farel, jangan membuat diriku sengsara,” bisik Ara dengan lirih. Farel yang akan meninggalkan tanda merah di sana pun menghentikan aksinya.  “Apa maksud kamu, Ara?” tanya Farel.  “Kamu memberiku kenikmatan ini, tapi belum sempat aku merasakan lebih, kamu pasti menghentikannya,” jawab Ara. Farel bangkit dari tubuh sang istri. Cowok itu menarik ke atas celana boxernya yang sedikit melorot.  “Aku angkat dulu tepung-tepung kamu,” ucap Farel melenggang pergi dengan cepat. Begitu lah Farel, dia selalu menghindar tatkala istrinya sudah membahas hal intim.  Ara menatap nanar pintu kamarnya yang tertutup. Ara tersenyum tipis, perempuan itu mendongakkan kepalanya menghalau air mata yang akan jatuh dari pelupuk matanya. Ara tidak mau menjadi cewek lemah yang hanya bisa menangis. Ara sangat ingin menjadi wanita hero seperti di film fantasy yang biasa dia tontong. Namun Ara bisa apa? Sejatinya Ara hanya wanita lemah yang mungkin tidak akan jadi apa-apa tanpa dinikahi Farel. Mungkin juga bila Farel menikah dengan perempuan lain, Ara akan memilih mati perlahan.  “Hiksss hiksss ….” isak tangis pada akhirnya keluar juga dari bibir Ara. Ara menggigit bibir bawahnya dengan kencang untuk meredam tangisannya.  Mungkin bagi farel ini sangatlah biasa. Seorang suami yang tidak menyentuh istrinya. Namun bagi Ara ini sangatlah melukai hatinya, Ara selalu bertanya-tanya dan berpikir keras, kenapa Farel sama sekali tidak mau menyentuhnya secara inti?  Suatu hari Ara pernah mematut dirinya di cermin seharian penuh. Ara berusaha mencari cela pada dirinya hingga Farel tidak menginginkan sepenuhnya dirinya. Namun Ara merasa dirinya cukup cantik, semua kulitnya mulus tanpa cela. Apa dia bukanlah selera yang diidamkan Farel? memikirkan fakta itu membuat Ara ketakutan. Ara takut Farel akan mencampakkannya ketika Farel menemukan perempuan yang bisa membuat pria itu b*******h.  Farel sendiri tengah sibuk memindahkan bahan-bahan belanjaan istrinya ke dapur. Farel sadar dia selalu menghindar tatkala sang istri mempertanyakan hubungan intim. Bagi Farel keputusannya memang sudah tepat. Farel ingin melepas keperjakaannya tepat pada orang yang dia cintai dan mencintainya. Farel tau Ara mencintainya, tapi Farel tidak mencintai perempuan itu. Farel tau kalau dirinya memang egois, tapi demi seseorang yang dia cintai di masa depan, dia berani melukai hati Ara, istri sahnya. Farel menata bahan-bahan Ara pada tempatnya. Cowok itu tersenyum menatap seluruh dapurnya yang berisi peralatan lengkap. Ara selalu memasak, menggoyang lidah dan perutnya dengan masakan-masakan perempuan itu yang enak.  Derap langkah membuat Farel menoleh, ia mendapati sang istri yang berjalan mendekatinya seraya mencepol rambutnya asal. Yang paling tidak disukai dari Farel adalah, saat dia melihat sang istri menguncir rambutnya. Gerakan Ara menguncir rambut membuat gairah Farel bangkit. Saat ini Farel harus mati-matian menahannya agar dia tidak menerjang Ara saat ini juga.  “Farel, cepat mandi, gih. Kamu harus pergi ke rumah sakit nanti jam delapan,” ucap Ara. Farel menganggukkan kepalanya, pria itu segera menuju kamarnya untuk mandi.  Saat di kamar mandi pun, Farel harus disuguhi pemandangan yang membuat hatinya menghangat. Semua peralatan mandinya ada di sana lengkap dan tertata rapi, handuk pun juga menggantung. Dulu awalnya tidak ada handuk di kamar mandi, Farel selalu membawa handuknya keluar lalu melemparnya dengan asal hingga sore harinya dia kebingungan mencari handuk. Namun setelah menikah, Ara lah yang selalu teliti dengan keperluannya. Saat setelah mandi, Farel memang membuang handuknya dengan asal. Namun Ara segera memungutnya lalu mencucinya. Ara mengganti handuk baru untuk sore harinya dan meletakkan di kamar mandi dengan rapi. Sebegitu perhatiannya sang istri dengan keperluannya. Setelah selesai mandi, Farel melihat setelan bajunya juga sudah disiapkan oleh Ara. Hati Farel tiba-tiba merasakan gundah yang teramat jelas. Bila nanti dia menemukan wanita yang dia cintai, sanggupkah dia meninggalkan Ara seorang diri? Farel menggelengkan kepalanya dengan cepat.  “Meski aku sudah menemukan wanita yang aku cintai, aku tidak akan melepasmu, Ara,” ucap Farel dengan mantap. Iya, Farel sudah bertekad kalau dia tidak akan membiarkan Ara pergi walau sejengkal pun. Ara hanya miliknya dan dia lah yang harus menjaga Ara.  Farel berpakaian dengan cepat, cowok itu pun juga menyambar parfum kayu manis dan menyemprotkan ke seluruh tubuhnya. Prinsip Farel, jelekk tidak apa-apa yang penting wangi. Padahal kenyataannya wajah Farel lumayan tampan.  Keluar dari kamar, Farel menenteng dasi dan tas kerjanya ke arah dapur. Farel sengaja tidak mau memakai dasi sendiri, dia selalu menyuruh sang istri untuk memakaikannya. Farel ingin Ara yang memakaikannya agar dia bisa melihat wajah cantik Ara tepat di hadapannya. Meski Ara akan ngomel karena Farel tidak kunjung mau memakai dasi sendiri, tapi Ara tetap akan melakukannya.  “Rel, duduk sini. Makanannya sudah siap,” ucap Ara menarik kursi untuk suaminya. Farel melihat sang istri, sang istri selalu memenuhi kebutuhannya sampai hal kecil sekalipun. Farel menarik tangan Ara, dan menyuruh istrinya untuk duduk di kursi yang sudah perempuan itu tarik.  “Waaah harum masakan kamu sangat enak,” puji Farel yang ikut duduk di samping istrinya.  “Biar aku ambilkan,” kata Ara yang dengan cekatan mengambilkan nasi beserta lauk pauk untuk sang suami.  “Maafkan aku ya, gara-gara menyiapkan kebutuhanku, kamu harus rela bangun pagi,” ucap Farel menatap intens sang istri. Ara tertawa kecil. Melihat tawa istrinya membuat Farel pun tersenyum.  “Dulu di rumahku, selalu asisten rumah tangga yang menyiapkan kebutuhanku. Suatu ketika aku tanya sama mereka. Sebelum mereka berangkat bekerja pukul enam pagi, apa yang mereka lakukan di rumah. Mereka pun menjawab kalau mereka bangun pukul empat pagi, menyiapkan keperluan anak dan suaminya agar bisa sarapan dan tidak melupakan barang bawaan mereka. Aku tanya lagi kenapa harus repot-repot, mereka kembali menjawab kalau itu bentuk baktinya pada suami dan sayangnya sama anak-anak mereka,” jelas Ara panjang lebar. Farel menatap sang istri tidak berkedip.  “Aku ingin berbakti pada suamiku, tidak peduli aku harus bangun pagi atau tidur larut malam karena menunggumu pulang dari lembur,” tambah perempuan itu.  “Ara,” panggil Farel dengan suara tercekat. Farel tau kalau dulu Ara sangat kekanakan dan apa-apa dikerjakan asisten rumah tangganya, sekarang Ara melakukan semua pekerjaan rumah demi bakti kepada dirinya. Farel mengusap pipi istrinya, kini dia merasa menjadi suami yang jahat. Istrinya berusaha memberikan kasih sayang dan bentuk baktinya, sedangkan dirinya? Dirinya malah siap untuk mencari cintanya pada wanita lain.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD