Bab 3

1520 Words
Samuel duduk di dalam mobilnya, dia sedang mengikuti seorang gadis yang parasnya mirip dengan foto wanita yang ada di dalam dokumen. Wanita itu telah berada di dalam kantor polisi selama dua puluh menit dan belum keluar hingga sekarang. Samuel melirik lagi ke arah arlojinya. Saat dia menengadahkan kepalanya, wanita itu keluar bersama dengan dua orang laki-laki. Samuel sudah diberitahukan bahwa wanita itu akan dijaga oleh beberapa orang dari pihak kepolisian. Kemungkinan dua orang itu adalah para polisi. Mobil yang diparkir oleh Samuel tidak begitu jauh dari pintu masuk ruangan yang dimasuki Alena beberapa menit yang lalu sehingga dia dapat melihat Alena dengan jelas. Samuel membuka jendela mobil hingga setengah, perlahan suara Alena terdengar hingga tempatnya. "Mengapa bisa seperti ini!" seru wanita itu jengkel. "Mengapa tidak kamu saja yang menemani aku di sini dibandingkan aku harus dikawal seperti ini." Wajah Alena berubah cemberut, dia tidak menyukai ide dari tunangannya yang meminta untuk mengawal dirinya. Samuel tidak berkedip, dia hanya memperhatikan tindak tanduk dari Alena. Kedua polisi yang ditugaskan untuk mengawal Alena masih berdiri di depan pintu, sementara Alena berjalan mendekati tempat parkir mobil, dekat dengan Samuel memarkirkan mobilnya. Alena menggigit bibir bawah, membuatnya terlihat bertambah cantik. Ada aura dalam diri Alena yang memancar keluar, kecantikan Alena tidak bisa dibantah lagi oleh kaum Adam; dia mengenakan gaun hitam selutut, lengannya pendek, tasnya yang bermerek terkenal tergantung di pundak kirinya. Warna lipstik yang digunakan Alena berwarna merah, kontras dengan warna kulit wanita itu. Lekukan tubuh wanita itu terlihat pas dengan pinggang ramping, meskipun gaun yang dikenakannya tidak ketat, namun lekukan tubuhnya terlihat jelas dan sempurna. Alena terlihat kelelahan, matanya sedikit sembab, tampak jelas bahwa dia habis menangis. Tiba-tiba seseorang dari belakang, menabrak wanita itu hingga menyebabkan ponsel Alena jatuh ke lantai. "Ah!" Alena berseru dan refleksnya segera membungkuk, mengambil ponsel yang jatuh tidak jauh dari tempatnya berdiri. "Oh, maaf, Nona." Seorang pria berusia sekitar empat puluh tahun berhenti dan melihat ke arah Alena. Pria itu memang sudah meminta maaf, tetapi jelas sekali tidak ada penyesalan dalam wajah maupun kalimat yang diucapkannya. Alena bangkit berdiri dengan ponsel di tangan, dan melihat siapa yang baru saja menyenggolnya. Ternyata yang menyebabkan ponselnya terjatuh adalah pria tersangka kasus ini. Alena memilih mundur beberapa langkah ke belakang, sebaiknya dia menjaga jarak dengan Tuan Niko Charles. "Jangan salah sangka kepada saya, Nona. Saya tidak seburuk yang Anda pikirkan." Tuan Niko tersenyum, tetapi senyumnya tidak tulus. Tuan Niko tidak menyukai gadis yang ada di depannya. Jantung Alena berdebar, dia ingin pergi sesegera mungkin dari hadapan Tuan Niko; bahkan kalau bisa secepat mungkin dia ingin keluar dari kasus ini. Rasanya begitu menakutkan, memuakkan, juga sangat menjemukan. Alena tidak berkata apa-apa, dia hanya bergeming menatap Tuan Niko. Tuan Niko ditemani oleh sekretaris pribadinya. "Di sebelah sana, Tuan, mobilnya." Tangan sekretaris Tuan Niko terulur memanjang ke sebelah kanan, memberitahu Tuan Niko di mana mobil mereka diparkir. Samuel melihat adegan ini dari dalam mobil, dia sudah bersiap-siap apabila sesuatu terjadi pada Alena, dia akan segera membela wanita itu. Alena mendekap ponselnya dengan posesif. Tuan Niko terlihat begitu santai, seakan dia tidak bersalah sama sekali. Begitu menakutkan seseorang yang sudah disangka sebagai pelaku kejahatan, tetapi sama sekali tidak merasa bersalah. Pria itu berjalan menuju ke mobilnya dengan langkah panjang-panjang, diikuti oleh sekertaris wanitanya yang memerlukan sedikit usaha untuk mengejar tuannya yang bertubuh tinggi dan besar. Tidak ada yang tahu bahwa saat itu ada sepasang mata lain yang juga sedang mengamati Alena dan Tuan Niko. Orang itu tersenyum menyadari rencananya berhasil. Segera setelah Tuan Niko masuk ke dalam mobil dan menutupnya, pengintai itu, langsung mengemudikan mobilnya keluar dari tempat parkir mobil. Mobilnya berada dekat gerbang keluar sehingga mudah untuknya menghilang dari pandangan Tuan Niko. Tidak ada yang curiga dengan pemandangan keluar masuk kendaraan di tempat kepolisian. Samuel keluar dari mobil, dia berjalan menuju dua polisi yang ditugaskan untuk mengawal Alena. "Perkenalkan, saya Samuel, dari grup batalyon III." Samuel berdiri tegap di depan para polisi yang akan bertugas mengawal. Salah satu pria dengan tubuhnya yang kecil, mengulurkan tangannya, menjabat Samuel. "Saya Aris, dari kesatuan Kriminal." Pria itu menyunggingkan senyumnya. Setelah bersalaman, Samuel beralih kepada pria di samping Aris. "Mario, dari kesatuan Kriminal. Rekan kerja Aris." Pria yang satunya bertubuh gempal dengan pipi tembam, mengulurkan tangannya menyapa Samuel. "Samuel dari batalyon III." Ketiganya berbincang sebentar, membahas kasus yang akan mereka hadapi bersama. Samuel tidak banyak bicara, matanya sesekali melirik ke arah Alena, dia ingin tahu apa yang sedang dilakukan gadis itu saat ini, dan memperhatikan keadaan sekitar. Alena sedang berjalan ke arah mereka bertiga. Tidak ada yang mencurigakan. Hanya Tuan Niko Charles satu-satunya yang merupakan ancaman bagi Alena. Tetapi Tuan Niko sudah keluar dari gerbang kepolisian beberapa saat yang lalu. "Ayo, pergi. Aku harus menyelesaikan pekerjaanku." Tiba-tiba Alena berdiri di depan ketiga laki-laki yang sedang menunggu dirinya. Salah satu polisi yang bertubuh lebih kurus, menatap Alena lekat. Dia terlihat menyukai gadis itu. Dengan segera, dia menganggukkan kepalanya, dan mengajak partnernya yang bertubuh tambun untuk mulai bekerja. Mulai hari ini, mereka akan tinggal di rumah Alena yang sangat luas. Bukan karena ukuran rumahnya yang super besar, tetapi karena bisa satu tempat tinggal dengan wanita cantik seperti Alena yang membuat Aris bersemangat. "Ayo," ajak Mario kepada Samuel. "Hah! Siapa lagi dia!" seru Alena terlihat tidak menyukai kehadiran Samuel. "Tidak perlu ditambah, kalian berdua sudah cukup." Alena menghela napas, dia tidak bisa diperlakukan seperti anak-anak yang masih perlu diawasi dua puluh empat jam. Samuel membungkukkan badan sedikit, kemudian dengan senyum tipis di wajah, dia mulai memperkenalkan diri. "Saya Samuel. Saya akan bekerja untuk--" Belum selesai Samuel menyelesaikan kalimatnya, Alena berdecak kesal, menepuk jidat; tanda menyesali apa yang sedang terjadi saat ini, kemudian berkata, "Tidak perlu memperkenalkan diri! Saya pergi duluan." Samuel melihat Alena membalikkan badan dengan jengkel, dan terburu-buru mencari ponselnya, dia menghubungi tunangannya dan langsung berteriak. "Edward! Apa yang kamu lakukan!" Samuel melihat jelas apa yang dilakukan gadis itu, dia sengaja menekan tanda loud speaker pada ponselnya. Kemudian suara Edward dapat terdengar. "Ada apa, Sayang? Mengapa kamu terdengar sangat marah?" "Oh, Edward. Kamu jangan berpura-pura. Kamu sudah meminta bagian BIN untuk mengikutiku," protes Alena. "Mengawal," ralat Edward. "Mengawal! Apa yang kamu sebut mengawal! Mengapa tidak sekalian saja kamu minta seluruh anggota polisi untuk mengawalku!" Alena berang. Dia benar-benar kesal. "Jangan marah, sebentar lagi ada orangku yang akan datang ke sana untuk menemui dia," jawab Edward berusaha membuat Alena tidak marah. "Buat apa orangmu ke sini! Aku mau kamu segera memecat dia!" "...." "Edward!" Napas Alena terengah-engah. Dia hendak meremas ponselnya. Kemudian datang dua buah mobil masuk ke pelataran kepolisian. Mobil pertama berwarna putih, dan parkir tidak jauh dari tempat Alena berada. Dari mobil itu keluar seorang laki-laki tua yang dengan cepat berjalan ke arah Alena. Dia membawa koper. Kemudian membungkukan diri dan menyapa Alena, "Selamat pagi, Nona." Alena mendengus, dia menolehkan kepalanya melihat ke arah lain, dan segera berseru kepada tunangannya di telepon, "Bagus! Oang kamu sudah datang! Tolong usir laki-laki dari BIN itu sekarang juga!" Pundak Alena turun naik saat mengatakannya. Dia menahan kegeraman dalam kepalan tangannya yang bebas. "Pak Tony sudah datang?" Edward malah balik bertanya. "Sudah! Dan sekarang dia sedang menuju ke orang barumu itu! Bagus sekali pekerjaannya dia datang tepat waktu untuk ...." Kalimat ini tidak pernah bisa diselesaikan oleh Alena, sebab matanya membelalak ketika dia melihat orang tua itu bukannya mengusir pria tampan dengan wajah simetris dan berahang tegas itu, melainkan orang tua itu sedang membungkukan badannya, bersikap hormat kepada pria itu, dan menyerahkan koper berisi uang. Seluruh darah dalam tubuh Alena mendidih, rasanya aliran darah itu seakan terhisap begitu kuat hingga ke puncak kepala, dan membakar tubuh Alenda dalam kemarahan. "Edward! Apa lagi yang kamu lakukan!" Dia benar-benar marah. Edward menyuruh orangnya untuk membayar pria tampan itu, dan bukannya mengusirnya. Sementara Samuel melihat uang yang ada di depannya, jumlahnya seperti yang diucapkan atasannya sebagai pembayaran untuk Samuel selama menjaga Alena. Kedua polisi yang berada di dekat Alena begitu terpukau melihat banyaknya uang yang diterima oleh bodyguard baru itu, dan sambil berbisik yang bernama Aris berbisik kepada temannya, "Apa hebatnya orang ini?" Setelah Samuel berkata, "Terima kasih," mengambil koper itu, dan membungkukan badannya, kemudian matanya yang tajam melihat seorang pria dari mobil kedua yang baru saja masuk ke pelataran kepolisian. Pria itu menyorongkan tangannya ke luar jendela, dan mengarahkan senjatanya ke arah Alena. Dengan cepat, Samuel bergerak, berlari ke arah Alena, merengkuh pinggang gadis itu, membuat wanita itu merunduk kemudian menodongkan senjatanya ke arah pria itu dan menembaknya. Dorrr! Pria yang baru saja hendak menembak Alena, segera berlumuran darah. Teriakan "Aaaaa!" menggema di atmosfer di atas mereka. Ketakutan dan kecemasan menggantung di atas sana. Bibir Alena bergetar hebat. Seluruh tubuhnya menjadi lemas. Sementara Aris dan Mario segera mengambil senjatanya dan menembaki mobil itu. Tembakan kedua datang dari mobil lain yang sudah cukup lama terparkir di sana, membuat suasana bertambah ricuh. Samuel dengan cepat menyingkir dari tempat itu, dia menembak ke arah pria itu dan segera membuat pria yang hendak mencelakakan Alena tidak bergerak lagi. Matanya yang tajam memindai keadaan. Dia segera membuka jaketnya dan membungkus kepala Alena, membuat gadis itu berdiri sedikit merunduk, dan dalam rangkulannya, mereka berdua berjalan begitu cepat menuju mobilnya. Samuel merasakan tubuh ramping gadis yang kini berada dalam pelukannya, bergetar hebat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD