Bab 7 Memastikannya Menyesal di Dalam Penjara

1612 Words
Hawa dingin menggigit kulit Ruby, mematung seperti orang bodoh. Ayahnya ternyata memang tidak menyukainya.... Ke mana sosok ayah yang penuh cinta kasih dan memanjakannya di masa lalu? “AKU TIDAK BERSALAH! INI SEMUA JEBAKAN! SEWAKTU AKU BERCERAI DENGAN AIDAN, AKU JUGA DIJEBAK OLEH BELINDA! DIA YANG SUDAH MERANCANG SEMUA SKENARIO ITU!” “Ruby! Dengar! Apa kamu punya bukti berkata demikian? Jika tidak, maka menyerah saja! Semua usahamu hanya sia-sia belaka mengelaknya!” “AYAH! KENAPA AYAH BERUBAH SEPERTI INI? APA KARENA MASALAH PERCERAIAN BERKALI-KALI ITU, JADI AYAH MEMBENCIKU?! APA AYAH SUDAH LUPA KALAU AYAH SENDIRI YANG MEMAKSAKAN SEBAGIAN PERNIKAHAN PAKSA ITU? AYAH YANG SUDAH MENGHANCURKANKU SEJAK DULU DEMI KEEGOISAN AYAH SENDIRI!” Suara teriakan Ruby yang menjerit histeris penuh geraman dan amarah melolong pilu di telinga sang ayah. Bulir-bulir air matanya berjatuhan tanpa kedip. Pria itu hanya menghela napas berat, kemudian berkata pelan seolah putri kebanggaannya di masa lalu kini bukanlah apa-apa lagi, “Ruby, jika kamu masih menganggap aku ayahmu, cepatlah menyerahkan diri. Alaric Jiang menuduh kami menyembunyikanmu. Tolonglah kami. Pengorbananmu akan kami ingat seumur hidup. Aidan juga hendak membantu kami jika kamu mau menyerahkan diri dan mengakui semua kesalahanmu itu. Tolong jadilah kakak yang baik, adikmu masih belum menikah. Kasihanilah dia, pria mana yang mau menikahinya jika punya kakak sepertimu?” Ruby gemetar dalam diam, syok mendengar semua tekanan itu. Ayahnya menjualnya lagi dalam bentuk lain? Tidakkah cukup membuatnya menikah dengan beberapa pria dan diperlakukan buruk?! Hati Ruby sesak dan menusuk. Matanya kembali berkaca-kaca, bibir gemetar hebat. Cairan bening hangat meluruh di pipinya tanpa henti. “Ayah benar-benar jahat....” gumam Ruby berbisik sedih, meringis pahit dengan sorot mata terluka, dan kalimat itu diucapkan dengan nada sakit hati. Tangan kirinya mengepal kuat hingga kuku-kukunya menyakiti telapak tangannya. Tidakkah dirinya cukup berkorban selama bertahun-tahun untuk keluarga Andara? Kenapa sejak dia menikah dengan Aidan Huo, kedua orang tuanya lebih menyayangi adiknya hingga detik ini, dan memperlakukannya bagaikan orang asing? Padahal dulu mereka begitu adil dalam mencintai kedua putrinya! Putus asa dan patah hati untuk kesekian kalinya oleh sikap dan ucapan dari orang-orang yang disayanginya, Ruby menjerit gila sekali lagi: “AYAH SAMA SAJA DENGAN MEREKA SEMUA! SUPER JAHAT DAN KEJAM! AKU BENCI KALIAN SEMUA! SANGAT BENCI HINGGA KE LIANG LAHAT! BAGIKU, KALIAN SEMUA SUDAH MATI! APA KAMU DENGAR, ANDARA MAHARDIKA?! KAMU DAN KARINA GUNTUR, BAGIKU SUDAH MATI DETIK INI JUGA! KALIAN BERDUA ADALAH ORANG TUA TERBURUK DI DUNIA! KITA TIDAK ADA HUBUNGAN APA-APA LAGI SEPERTI YANG KAMU INGIN SEJAK DULU! AKU BUKAN LAGI BAGIAN DARI KELUARGA ANDARA UNTUK SAAT INI DAN SETERUSNYA! MENJIJIKKAN! SANGAT MENJIJIKKAN! AKU JIJIK DENGAN DARAH YANG MENGALIR DALAM TUBUH INI!!!” Sambungan telepon diputuskan paksa tanpa mendengarkan balasan dari sang ayah. Dadanya naik-turun penuh emosi yang menggelegak bagaikan lava yang memanas. Kedua matanya melotot hebat, gigi menggertak kuat dengan air mata masih terus mengalir turun di kedua pipinya. Raut wajah Ruby sudah benar-benar seperti orang gila! *** Tidak lama kemudian, Ruby kembali mencoba mendinginkan kepalanya usai semua harapannya gugur. Ruby yang duduk lesu di ranjang pasien dengan punggung bungkuk menatap kedua pergelangannya yang berhias borgol jelek, tiba-tiba perhatiannya terusik oleh suara pintu yang terbuka. Ruby yang kini pandangannya hampa tanpa semangat hidup, mengira dirinya tengah berhalusinasi. “Aidan?” bisiknya frustasi. Tubuhnya ringkih sudah seperti akan terbang dibawa angin. “Kamu sudah bangun, kan? Sekarang, katakan, di mana kamu menyembunyikan kalung Belinda?” DEG! Ruby tertegun kaget. Kalung? Kalung apa? Otak Ruby yang kusut bagaikan benang kacau mencoba mencerna ucapannya. “Apa maksudmu? Kalung apa?” tanyanya bingung, perlahan logikanya kembali. Aidan dalam balutan mantel hitam keren dan berwibawanya berjalan masuk dengan sikap dingin tenangnya, memicingkan mata penuh rasa jijik ke arah mantan istrinya. Suara pria tampan itu sama dinginnya dengan sikap angkuhnya. “Jangan pura-pura bodoh, Ruby. Belinda bilang kalau kamu mencuri kalung lamarannya karena masih tidak terima pada keberuntungannya bersamaku saat datang ke mansion kami semalam.” Otak Ruby bagaikan kena pukul martil! Sakit sekali! Hatinya bagaikan dipotong dengan tuduhan mencuri dari Aidan. Kalung lamaran? Mansion kami? Haha. Sungguh romantis dan menyentuh hati sekali pasangan sialan itu! “AKU TIDAK MENCURI KALUNGNYA!” Aidan segera maju ke depan, mencekik lehernya dengan tatapan penuh benci dan rasa jijik, menggeram mengerikan, “Rubyza Andara, kamu masih saja tidak berubah selama bertahun-tahun! Ternyata waktu tidak ada gunanya bagimu yang berhati busuk itu! Sudah kotor sampai ke akar-akarnya!” Ruby tertawa sinting putus asa, matanya yang berkaca-kaca menatap kecewa kepada cinta pertamanya. “Seharusnya aku yang bilang seperti itu, Aidan Huo. Kebodohan dan matamu yang buta masih saja sama selama bertahun-tahun. Pria menyedihkan! KAMU MEMANG PANTAS BERSAMA ULAR BETINA SEPERTI BELINDA!” Ruby meraung murka dengan ekspresi jijik di ujung kalimat, memaki tepat di depan wajah sang pria hingga kedua telinganya sakit mendengar teriakan sang mantan istri. “RUBYZA ANDARA!” geram Aidan Huo, semakin memperkuat cekikannya. Mata gelapnya semakin gelap. “Bunuh aku... Hehehe... Bunuh aku kalau kamu memang bisa, Aidan Huo. Itu, kan, yang kamu mau sejak dulu? Buahahaha! BUNUH AKU, AIDAN HUO!!!” Rubyza Andara tertawa sinting sekali lagi, tapi hatinya bagaikan diiris-iris silet tak terlihat. Sakit, tapi tak berdarah. Tidak ada orang di dunia ini yang memihaknya sama sekali! Tidak ada yang mencintainya! Tidak ada yang peduli! Lebih baik mati saja! Tawa Ruby membuat Aidan menggelap kejam, lalu melepas cekikannya dengan kasar hingga tubuh sang mantan istri terhempas ke kasur, membuat belakang kepalanya terbentur pada kepala tempat tidur. Bukannya mengeluh atau pun marah, tawa Rubyza Andara semakin menjadi-jadi, membuat Aidan Huo semakin membenci wanita itu. “Kamu sakit!” desis Aidan dingin, memicingkan mata jijik. “Aku memang sakit, Aidan Huo!” balas Ruby dengan ekspresi sintingnya, masih tertawa lepas sambil melanjutkan dengan sinis dan dengan nada mengejek, “kamu yang membuatku seperti ini. Semua rasa sakit yang aku alami karena memberikan hatiku pada orang yang salah. Semua penderitaan yang aku terima adalah hukuman karena berani mencintai pria bodoh dan buta sepertimu!” Aidan menggelap, raut wajahnya tak enak dipandang. Ruby tiba-tiba melengking tinggi dengan tubuh gemetar oleh amarah: “AKU MEMANG SAKIT! SAKIT, AIDAN HUO! APA KAMU SENANG?! BUAHAHAHA! AKU SAKIT! SAKIT! SAKIT DAN SUPER BODOH! BUAHAHAHA! RUBYZA ANDARA SUNGGUH WANITA PALING BODOH DI DUNIA KARENA MENCINTAI PRIA KEJAM SEPERTIMU!!!” Aidan Huo mengepalkan kedua tangannya, membuat urat-urat hijaunya menonjol di permukaan kulit. Wajah dingin dan gelapnya semakin gelap, tidak ada keramahan sama sekali. Sulit menebak apa yang dipikirkannya. Di depannya, Ruby terus tertawa sinting. Begitu lepas, begitu keras. Membuat Aidan tidak tahan melihatnya dan bergegas keluar ruangan. Saat sudah berada di luar, dari jauh, beberapa polisi datang menghampiri ruangan Ruby. Para pria ini memberi salam hormat dan sopan kepadanya. “Dia masih dalam perawatan. Kemungkinan besar punya rencana berpura-pura gila agar menghindari tanggungjawabnya. Pastikan dia mendapat hukuman seberat mungkin. Jangan memberinya perlakuan spesial hanya karena dia adalah mantan istriku. Aku dan dia sudah tidak punya hubungan apa-apa lagi. Rubyza Andara adalah wanita super licik dengan banyak trik kotor dan jahatnya. Jangan sampai tertipu. Paham? Aku ingin dia menyesali semua perbuatannya. Tidak peduli bagaimana dia harus melaluinya di dalam penjara kelak,” terang Aidan super dingin, menyipit dengan kilatan misterius meliuk di kedua bola matanya yang segelap malam. Pria tampan dan elit ini berbicara seolah-olah di dalam ruangan yang tengah tertawa gila itu adalah orang asing yang ditemuinya di tengah jalan, bukan mantan istrinya yang sudah bersama lebih dari setahun lamanya, atau wanita yang mengejar-ngejar cintanya sejak kecil dan melengket kepadanya hampir setiap hari dengan sangat tidak tahu malu. Orang-orang yang berdiri di depan Aidan, bisa dengan jelas melihat kalau pria dingin di depan mereka sama sekali tidak punya belas kasih sedikit pun, bahkan kepada wanita yang pernah menjadi istrinya. Diam-diam, bulu kudu mereka berdiri. Tidak ada yang tidak mengenal Aidan Huo! Pria dengan segala kuasanya di ibukota! Berani menyinggungnya, nasibnya pasti akan sama dengan mantan istrinya yang bodoh itu! “Baik, Tuan Huo! Kami akan memastikan dia sangat menyesal! Percayakan saja semuanya kepada kami,” jawab salah seorang polisi dengan wajah super serius. *** Tamparan keras mengenai sebelah pipi Ruby. Itu adalah tamparan untuk kesekian kalinya hari ini. “DASAR WANITA BODOH!” maki seorang wanita berambut kribo, muka jelek dan gigi kuning. Tertawa puas setelah menampar wanita yang jatuh duduk ke lantai seperti orang kekurangan IQ. Sudah hampir setahun Rubyza Andara berada di balik jeruji ditemani dengan beberapa tahanan wanita yang memiliki sikap jahat kepadanya. Bercak darah terlihat di sudut bibir kiri wanita berpakaian tahanan itu. Sorot matanya hampa, seolah apa yang menimpanya terputus dari otaknya. Kedua pipinya dengan bekas luka silang bengkak seperti bakpao, dan mata pandanya sangat parah. Sejak Aidan memanggil polisi di rumah sakit untuk membawanya kala itu, Ruby tidak pernah memiliki pikiran betapa akan sangat menderita hidupnya nanti sampai ingin berpikir untuk bunuh diri. Dalam hati, Ruby seringkali menolak kenyataan kalau ada permainan untuk sengaja membuatnya membusuk di penjara tanpa ada kesempatan untuk bisa membela diri. Namun, pada kenyataannya, sidang yang dijalaninya semuanya memberikan bukti valid kalau dirinya bersalah. Baik bukti dari Alaric, maupun tuduhan mencuri kalung dari Belinda. Di akhir sidang, Ruby tidak peduli lagi dengan keadaannya yang tidak memiliki harapan apa pun. Dia dengan bodohnya dan pasrah mengakui semua perbuatan yang tidak pernah dilakukannya. Semua orang langsung memakinya lebih keras, dan menyumpahinya dengan banyak kata-kata kotor. Dia sangat capek dan lelah melalui sidang dengan pengacara gratisan yang membelanya. Semua usaha sang pengacara kikuk itu selalu disanggah dengan mudah, membuat mereka jadi seperti orang bodoh di depan para saksi dan orang-orang yang hadir di ruang sidang. Berbagai media segera menyorot sikap anehnya selama pengadilan berlangsung. Ada yang kasihan, ada pula yang menuduhnya tengah playing victim agar bisa dikasihani. Ruby tidak peduli lagi dengan semua perkataan orang-orang yang datang kepadanya. Dia menutup diri bagaikan boneka hidup tanpa jiwa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD