bc

Lembah Sunyi: Ueter Eps 3

book_age16+
0
FOLLOW
1K
READ
twisted
mystery
straight
bold
magical world
kingdom building
war
like
intro-logo
Blurb

Petualangan Vhirlass Udhokh berlanjut!

Kali ini, sebuah suku dari pulau Laustrowana berhasil menculi Amicia yang tak sadarkan diri selama beberapa hari.

Bersama Eol si elf cantik, dan Ryan sang penjaga hutan, mereka menyeberangi Adon untuk mulai mencari Amicia. Sedangkan di pulau itu juga terdapat tiga teman mereka, dan Tequr, sang musuh utama.

Laustrowana sebagai pulau terbesar di Ueter dan tempat berdirinya kerajaan-kerajaan kuat, ternyata memiliki banyak rahasia gelap di setiap sudutnya.

Gunung yang dipenuhi makhluk-makhluk gelap. Klan elf yang menyukai darah. Bahkan banyak suku yang mendiami tempat-tempat rahasia di pulau itu.

Jangan lupa untuk terus melihat ke sebelahmu, karena para Xenia mungkin sedang mengawasi setiap tindakanmu!

chap-preview
Free preview
Bab 1 - Pasca Perang Adijaya
"Sebenarnya mereka ini apa?" seruku kepada Eol yang bertarung tak jauh dariku. Pertanyaanku adalah sebuah pertanyaan retorika untuk meluapkan kekesalanku. Aku sangat sadar bahwa yang ada di depanku adalah para Ogrotso yang seharusnya sudah mati, dan malah bangkit lagi. Selama dua hari terakhir sejak perang Adijaya selesai, yang aku lakukan di kota ini hanyalah bertarung dengan para Ogrotso yang menolak untuk mati. Ada Eol, Mamrodou dan Ryan yang ada di sisiku, karena ketiganya memilih untuk tetap bersamaku di Adijaya, sampai Amicia terbangun dari tidurnya. Ketiga orang itu sudah lebih dari cukup bagiku, untuk menemani rasa kesepian, sekaligus membantuku bertarung melawan para Ogrotso yang selalu kembali hidup. Lingkaran tak berujung ini, dimulai sejak aku dan Eol mendapat pesan dari seseorang, yang mengatakan bahwa mereka ada di Laustrowana. Menurut Eol, hanya Eleandil yang paling mungkin untuk mengirimkan pesan itu. Beberapa saat setelah pesan itu menghilang, mimpi buruk yang tak pernah selesai ini dimulai. Aku yang memiliki penglihatan tajam, adalah yang pertama kali menyadari puluhan orang berjalan ke arah kami dari arah pantai selatan pulau ini. Hujan dan gelapnya malam di kota Adijaya, membuat mataku tidak bisa melihat wajah mereka pada awalnya. Awalnya aku mengira mereka adalah para prajurit Halingga yang diperintahkan Ratu untuk memeriksa keadaan kami. Aku hanya fokus kepada mereka untuk beberapa saat, sampai akhirnya aku sadar bahwa tebakanku salah total. Jika mereka adalah para prajurit atau utusan Ratu, maka mereka seharusnya melambaikan tangannya padaku, setelah aku berada di jarak yang cukup dekat untuk bisa mereka lihat. Tetapi puluhan siluet itu malah tetap berjalan dengan kecepatan yang sama. Keanehan selanjutnya adalah soal cara mereka berjalan. Aku tidak menyadarinya saat mereka masih berada di jarak yang jauh, dan aku sadar bahwa mereka berjalan dengan menyeret kaki, saat puluhan siluet hitam di kejauhan itu, sudah menampakkan wujud mereka. Saat mereka sudah ada di jarak yang cukup dekat, akhirnya aku menyadari bahwa mereka adalah para Ogrotso yang kami lawan dari pagi hingga siang hari. Bukan berarti aku hapal dengan wajah setiap Ogrotso. Untuk mengingat hal-hal remeh dan aneh seperti itu, sudah jelas tidak akan ada dalam daftar kemampuanku (mungkin Amicia). Ada sebuah tanda yang membuatku yakin bahwa mereka semua adalah para Ogrotso. Mereka berasal dari banyak ras yang berbeda. Mereka tidak memakai baju zirah selayaknya para tentara dari Donater Selatan, maupun Halingga. Para warga Votlior yang tak kenal takut pun, masih memakai baju zirah sederhana untuk melindungi tubuh mereka. Belum lagi soal cara mereka berjalan yang terlalu khas. Semua fakta itu mengarah kepada satu kesimpulan. Para Ogrotso yang dimakamkan di laut sebelah timur Adijaya oleh para pasukan Halingga, berhasil kembali hidup dan datang untuk menyerang kota ini lagi. Pakaian mereka semua basah kuyup, begitu pun dengan rambut mereka. Para Ogrotso itu tampak seperti baru saja berenang dari kedalaman laut, hanya untuk merangkak naik ke pulau ini. "Para pasukan Halingga sepertinya tidak memenggal semua Ogrotso," desah Eol sembari menarik pedang yang tersarung di punggungnya. "Lain kali, aku yang akan bertugas untuk memenggal para makhluk menyebalkan ini." "Bagaimana dengan kemungkinan lain?" sahutku. Kali ini, aku memilih untuk menggunakan pisau kembar kesayanganku, ketimbang pedang jiwa yang ada di punggungku. "Mereka bisa saja mencari kepala masing-masing di bawah sana, lalu memasangnya kembali. Bukan hanya memenggal, kita juga harus membakar mayat mereka." Berbicara memang jauh lebih mudah. Padahal semua orang yang pernah melawan Ogrotso, tidak akan semudah itu untuk mengalahkan para makhluk tanpa emosi itu. Untuk melawan para Ogrotso, hal pertama yang dilakukan adalah memeriksa tipe Ogrotso yang ada di depan kita. Setelahnya, kita baru bisa menentukan gaya bertarung, setelah memastikan identitas Ogrotso yang menjadi lawan. Namun mengerti jenis Ogrotso bukanlah kemenangan, melainkan awal dari pertarungan melelahkan yang mungkin akan terasa seperti tidak akan pernah usai. Karena itu, untuk membuat rencanaku menjadi kenyataan, maka aku dan Eol harus melawan para Ogrotso di pertarungan melelahkan antara gabungan manusia-elf, melawan hampir dua puluh lima Ogrotso. Sejak hari itu, kami bertiga bergantian berjaga di depan rumah besar ini. Kami selalu membagi jadwal untuk berjaga menjadi dua orang dalam satu waktu. Rencanaku di hari pertama soal membakar Ogrotso, juga kami lakukan selama dua hari terakhir. Efeknya cukup baik, karena tidak ada lagi Ogrotso yang bangkit setelah tubuh mereka hangus terbakar. Sayangnya para Ogrotso terus datang dari kedalaman laut, meskipun kami sudah membakar Ogrotso yang datang di hari sebelumnya. Jauh dalam hatiku, aku mengutuki para prajurit yang bertugas untuk memenggal kepala para Ogrotoso ini. Jika mereka melakukannya dengan benar, maka kami bertiga yang tersisa di Adijaya, tidak perlu terus bertarung selama tiga hari berturut-turut di jam yang sama. "Sepertinya, Tequr memberi perintah kepada mereka, untuk terus menyerang Adijaya!" seru Eol yang sudah berada di jarak yang cukup jauh dariku. Hari ini, hanya ada belasan Ogrotso yang datang dari pantai selatan. Namun, mereka yang datang adalah para Ogrotso tipe bertahan. Jenis Ogrotso yang paling menyebalkan saat menjadi lawan. Aku menyadarinya karena semua makhluk ini tidak menyerangku lebih dulu, padahal jumlah mereka jauh lebih banyak dariku. Enam Ogrotso berada di sekelilingku, namun tidak ada satu pun yang menyerangku. Mereka semua hanya menungguku. Jenis ini pernah menjadi lawanku di Hutan Hitam. Saat itu, aku dan Amicia yang menemukan cara untuk mengalahkan jenis ini. Yaitu dengan melumpuhkan alat gerak utama mereka. Kaki. "Serang kaki mereka!" seruku tanpa melihat letak Eol. "Para Ogrotso ini tidak akan bisa menangkis serangan ke arah bagian bawah tubuh mereka!" Meskipun elf itu tidak membalas seruanku, aku yakin kalau dia mendengarku. Aku mengetahuinya, karena Eol selalu diam saat berada di pertarungan sengit. Dia selalu fokus dengan musuhnya. Aku melakukan tindakan yang sama dengan seruanku kepada Eol. Ogrotso yang berdiri paling dekat denganku, adalah musuh pertama yang kuincar. Hari ini aku bertekad untuk menyelesaikan pertarungan dengan cepat. Seranganku berhasil ditangkis oleh si Ogrotso. Bahkan teman-teman Ogrotsonya juga ikut menyerangku, setelah melihatku menyerang salah satu dari mereka. Pertarungan berat sebelah antara enam Ogrotso melawan satu pencuri dari Rebeliand, tidak bisa dihindarkan. Pedang jiwa dan perjalanan bayangan tidak akan berguna untuk Ogrotso jenis bertahan. Kegesitan dan teknik berpedang yang mumpuni, adalah dua hal yang bisa merusak pertahanan mereka. Jika Amicia yang berada di sisiku, maka aku pasti bisa mengalahkan mereka dengan mudah. Sayangnya, hanya Eol yang bertarung di sisiku. Sudah hampir tiga hari sahabatku itu tak kunjung bangun. Aku benar-benar merindukannya. Kerinduanku kepada Amicia, membuatku bertarung lebih cepat daripada sebelumnya. Aku berhasil melukai kaki setiap Ogrotso yang ada di depanku, sehingga mereka mulai tidak bisa berdiri dengan baik. Aku tidak bertarung dengan tergesa-gesa, karena aku tidak ingin menghabiskan tenagaku hanya untuk ditangkis oleh para Ogrotso ini. Aku lebih memilih untuk terus menyerang, hingga mereka tidak lagi bisa berdiri. Setelah berkutat selama beberapa saat yang terasa panjang, aku berhasil membuat para Ogrotso di sekitarku mulai sempoyongan. Akhirnya, aku hanya perlu memenggal kepala mereka satu per satu. "Sudah selesai?" tanya Eol yang menghampiriku dengan mata pisau yang masih basah karena darah. "Aku akan membakar mereka semua, kau bisa beristirahat dengan nyaman." "Kita akan melakukannya bersama-sama," tegasku. Aku membopong mayat Ogrotsi tergeletak paling dekat denganku, dan mulai mengumpulkan mereka agar mudah untuk membakarnya. "Aku tidak akan bisa beristirahat, jika membiarkanmu melakukan semua ini sendirian." Eol menaikkan alisnya sambil tersenyum cerah, sebuah senyum yang selalu membuat jantungku hampir keluar dari tubuhku. "Apa?" tanyaku dengan tetap mempertahankan wajah datar. "Kau baru saja menggodaku?" ujar Eol. Elf cantik itu tidak bisa menahan tawa yang sudah berada di ujung bibirnya. "Kau yakin akan melakukan ini, saat pacarmu terbaring di dalam sana?" "Dia bukan pacarku," balasku kesal. Balasanku malah membuat Eol tertawa keras. Seperti biasa, hal-hal kecil yang dia lakukan, selalu membuatku semakin terpukau olehnya. Eol memang adalah gadis tercantik yang pernah hadir dalam hidupku. Kami berhasil menyalakan api untuk membakar banyak mayat Ogrotso tanpa kepala dengan cukup cepat. Alasannya, karena kami berdua saling melempar candaan, selagi mengumpulkan dan menumpuk tubuh-tubuh tanpa kepala ini. Setelah memastikan bahwa api semakin membesar, kami memutuskan untuk kembali ke rumah tempat peristirahatan. Hari ini, kami telah selesai menjaga Adijaya dari para Ogrotso yang datang. Aku membayangkan tubuhku akan bertabrakan dengan kasur empuk di kamarku, tetapi yang aku dapatkan malah wajah gelisah Mamrodou di depan pintu rumah. "Lass... Amicia," ucapnya dengan suara yang sangat kecil. Mendengar nama Amicia disebut, membuatku langsung bergegas untuk ke kamar sahabatku. Aku tidak akan memaafkan diriku, jika sesuatu terjadi kepada cewek itu. Di depan pintu kamar Amicia yang tertutup, Ryan si elf berambut jingga sedang menyilangkan lengan di depan dadanya. Rahangnya menegang, seolah seseorang baru saja mengatakan sesuatu yang membuat emosinya memuncak. "Ada apa?" desak Eol yang mengikutiku berlari ke kamar Amicia. Ryan mengeluarkan secarik kertas kecil dari saku bajunya, lalu memberikannya kepadaku. Aku langsung menyambarnya, dan membaca tulisan di kertas itu. Teman-temanku, terutama Vhirlass Udhokh, tolong jangan mencariku. Aku tidak ingin menjadi beban untuk kalian, sehingga aku memutuskan untuk pergi dari Adijaya, dan mencari sendiri obat yang sanggup memulihkan tubuhku. Sekali lagi aku peringatkan kepada kalian. Jangan mencoba untuk mencariku! Tertanda, Amicia Tanpa sadar, tanganku bergetar membaca isi kertas itu. Eol langsung memelukku erat, dan memintaku untuk tetap tenang dengan terus berbisik di telingaku, juga mengelus punggungku pelan. Jantungku berdegup kencang. Tapi kali ini, bukan karena Eol yang memelukku. Dadaku terasa sangat sakit, hingga napasku menjadi pendek. Aku harus menenangkan diri, dengan fokus mengatur napasku. "Amicia diculik," ujarku dengan suara yang hampir pecah. Aku melepaskan diri dari pelukan Eol. "Aku mengenali tulisannya, dan aku tahu ini bukan tulisan Amicia. Seseorang pasti menculiknya." "Lass, Amicia adalah gadis yang kuat, ada kemungkinan dia me—" Perkataan Ryan terhenti, saat tanganku yang memegang sebilah pisau yang hampir saja menggorok lehernya. "Bantu aku mencari Amicia," desisku lirih. Semakin sering aku berbicara, maka dadaku semakin terasa sakit. "Atau aku... atau aku akan menghancurkan seluruh Adon untuk mencarinya." Eol menggenggam tanganku yang memegang pisau dengan lembut, lalu perlahan menurunkannya dari leher Ryan. Elf itu tersenyum, sambil mengangguk pelan kepadaku. Senyumannya membuat napasku semakin melambat, dan mulai kembali normal. "Kita akan mencari Amicia sekarang!" ujar Eol dengan suara yang cukup lantang. "Si penculik pasti tidak jauh dari sini."

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Time Travel Wedding

read
5.3K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.4K
bc

Kembalinya Sang Legenda

read
21.7K
bc

Romantic Ghost

read
162.4K
bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
8.9K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
3.5K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook