chapter 01

929 Words
Lima tahun kemudian. Sudah satu jam berlalu Leonard duduk di ruang tamu, mendengarkan serentetan ucapan Isabella—sang mommy dengan telinga yang sudah berdengung—pertanda Leonard sudah jengah dengan pembahasan Isabella, yang itu melulu mempertanyakan hal yang sama. Rasa bosan selama tiga tahun tak sedikitpun membuat Leonard tenang setiap saatnya—yang terus di todong kapan menikah, kapan memiliki momongan, kapan membawa wanita ke kediaman keluarga Rayan. Oh tuhan! Rasanya Leonard ingin berteriak saja, ibunya pikir membuat seorang anak seperti bercocok tanam? Astaga! Sungguh tak semudah itu, Leonard harus mencari perempuan yang mencintai dirinya. Untuk Leonard yang sudah mapan dari segala aspek, tentu saja bukan hal yang sulit untuk mencari pendamping hidup. Bahkan sudah ratusan bahkan ribuan wanita yang terus berlomba-lomba mendapatkan hati dan simpati seorang Leonard, namun sialnya hati dan jiwa Leonard sudah terkunci. Sudah terkunci oleh wanita yang lima tahun lalu sukses membuatnya terpikat dari pandangan pertama. Gila! Ini sungguh gila. Lima tahun berlalu jelas bukan lah waktu yang sebentar, bagi Leonard lima tahun terakhir ini bagaikan neraka. Ia sama sekali tak tau keberadaan gadis itu, sungguh! Leonard seperti hilang arah, hatinya benar-benar sudah mati untuk siapapun—hanya ada wajah gadis itu yang menjadi bayang-bayang Leonard. Leonard sudah gila? Yah Leonard memang sudah gila, sudah tak waras. Pandangan pertama di bandara itu sungguh melekat di ingatannya. "Leo—leonard." panggil Isabella yang sudah kesal dengan putra semata wayangnya ini. "Leonard Lincoln Rayan!" panggil Isabella, yang sekarang sudah meninggikan suaranya beberapa oktaf. Yang berhasil membuat lamunan Leonard buyar. "Kau tak mendengarkan apa yang mommy katakan?" Untuk sesaat Leonard menarik napasnya, memijit pelipisnya yang mulai terasa nyeri kembali. Leonard hanya berharap, kuatkan lah mental dan telinganya untuk mendengarkan semua ceramah dan permintaan mommynya, yang tentu saja tak akan pernah Leonard kabulkan. "Leonard, apa kau—" "Mom. Bisakah mom untuk berhenti meminta sesuatu yang aneh? Sampai kapanpun Leonard tak akan menikah, apalagi akan menerima perjodohan sialan itu dengan Casandra." potong Leonard yang sudah mulai buntu untuk menolak perjodohan sialan ini setiap harinya. "Kenapa? Casandra cantik, ia gadis yang baik, ia anak dari sahabat Daddymu sendiri. Menikah dengannya tak akan membuatmu kecewa." "Tapi aku tak mencintainya, mom." "Cinta itu bukan hal yang paling utama, karena cinta akan tumbuh karena terbiasa. Kau akan mencintai Casandra seiring berjalannya waktu, mommy lihat anak itu memang sudah menaruh perasaan padamu. Jadi tidak sulit untuk menimbulkan perasaan, bukan?" jelas sang mommy, yang lagi-lagi membuat kepala Leonard lebih sakit lagi. Omong kosong! Kata siapa cinta bukanlah hal yang paling utama? Tentu saja sang mommy yang mengatakan itu, karena justru cinta itu lah yang membuat Leonard jatuh ke dalam lubang tak berdasar kepada gadis itu. Yang sampai sekarangpun nama gadis itu tak Leonard ketahui, benar-benar hal yang konyol. Dan Leonard sekarang sedang menertawakan kekonyolannya ini—selama lima tahun lamanya "Itu tak semudah yang mommy ucapkan. Karena sampai kapanpun Leonard tak akan menerima perjodohan ini." "Astaga, Leo. Apa yang membuatmu menjadi keras kepala seperti ini, umurmu sudah kelewat matang, umur 34 tahun sudah waktunya mempunyai istri. Mommy ingin menimang cucu, teman-teman mommy sudah banyak yang mempunyai cucu—bahkan ada yang sudah memiliki banyak cucu. Lantas mommy akan sampai kapan menunggu." seru Isabella, mulai menjadi pelakon yang sudah menjalankan aksi dramatisnya. "Kalau begitu Leo akan membuat banyak cucu dengan para jalang yang sering tidur dengan Leo, jika itu yang mommy mau." ceplos Leonard. Yang di beri tatapan mematikan dari Isabella. "Apa yang kau katakan, Leonard! Mommy tidak akan terima sampai kapanpun, jika kau membuang s****a mu sembarangan untuk para lacur tak bermoral itu." Leonard memutar matanya dengan terang-terangan di hadapan Isabella. Yah, Isabella memang bukan wanita yang selalu menjunjung tinggi segala keanggunan dan kehormatan, Isabella lebih cenderung apa adanya dan ceplas-ceplos. Yang membuat Leonard tidak butuh untuk menata kalimat sedemikian rupa—untuk sopan dengan sang mommy. Karena selama ini, dengan pembahasan absurd sekalipun—Leonard dan Isabella akan selalu nyambung. Selama tanpa ada embel-embel perjodohan, atau meminta di beri momongan dari Leonard. "Kalau itu yang mommy inginkan, Leonard akan mengabulkannya." entengnya tanpa beban apapun. "Cukup leo—" "Permisi. Sir, nyonya." sapa Carlos, yang sekarang sudah membungkuk setengah badan dengan sopan. Leonard berdiri seraya mengancingkan jasnya yang sempat ia lepas, lalu melirik ke arah Isabella yang siap melayangkan aksi protes. "Ada yang harus Leonard bahas dengan Carlos. Dan pembahasan yang tadi cukup selesai sampai di sini." ujar Leonard datar, seraya mendekati Isabella lalu mendaratkan satu kecupan di pipi Isabella. "Carlos. Aku tunggu di ruanganku." perintah Leonard, yang di angguki patuh oleh Carlos. Sedangkan Isabella yang masih melongo menatap putranya yang sudah beranjak, langsung berteriak. Merasa kesal bukan main dengan putranya itu. "Leo! Leonard. Berhenti di sana, mommy belum selesai bicara." bukannya berhenti ketika mendengar teriakkan menggelar Isabella, Leonard justru terus melangkahkan kakinya menaiki undukan tangga. Tanpa menoleh sedikitpun. "Ya Tuhan. Anak itu benar-benar membuatku pusing." ringis Isabella, memijit pangkal hidungnya yang terasa nyeri. Isabella sudah tak tau lagi harus menghadapi putranya dengan cara apa lagi. "Saya permisi, nyonya." ucap Carlos, yang merasa mulai kasian dengan ibu dari bosnya itu. Isabella mengangguk, seraya menyenderkan kepalanya di sandaran sofa. Astaga, rasanya baru kemarin Isabella melahirkan Leonard, menyusuinya, lalu mengajarinya berjalan. Tapi mengapa sekarang Leonard menjadi anak pembangkang yang sulit menuruti apa yang Isabella mau. Isabella hanya tak ingin anaknya menjadi bujang lapuk, dan itu sesuatu yang sampai kapanpun tak Isabella inginkan. Walaupun rupa dari Leonard tak ada sedikitpun yang berubah walaupun umurnya semakin hari semakin bertambah. Yah. Isabella hanya berharap, semoga ia tak cepat di panggil olah sang maha kuasa. Karena ia tak ingin pergi secepat itu sebelum anaknya memiliki pendamping. Yah hanya semoga saja... tbc......
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD