H.F -(BAB 2)-

2260 Words
      Jia Li dan Wang Chunying kini berada di ruang UKS, keduanya duduk berhadapan, dengan Jia Li yang menundukkan kepala sambil menangis.    Wang Chunying yang melihat itu merasa kesal, kekasihnya harus tersakiti, dan sialnya itu karena murid pindahan yang bisa masuk ke lingkungan mereka karena beasiswa dari grup Yunlei.    Pemuda itu dengan cepat memeluk Jia Li, mencoba menenangkan gadis tersayangnya bukan hanya dengan kata-kata.    “Chunying ... a-aku takut, tapi aku ingin berteman dengannya.” Jia Li menyandarkan kepalanya pada d**a Wang Chunying, ia memejamkan mata dan air mata merembes keluar lebih deras.    “Kau tak perlu berteman dengan orang sepertinya, jangan mendekatinya lagi, jangan juga bicara dengannya.” Wang Chunying menepuk punggung kekasihnya, ia berharap tangis itu segera berakhir, dan ia sangat berharap Jia Li bisa tersenyum bahkan tertawa seperti biasa.    Jia Li yang mendapat pembelaan dari Wang Chunying merasa semakin di atas angin. “Tapi ... bukankah membedakan kaya dan miskin bukan sesuatu yang baik? Bukankah kita harus bisa berteman dengan siapa pun, menarik orang itu lebih dekat, dan mengubah hal negatif dari orang tersebut?” tanya Jia Li dengan nada lembut. Wajah gadis itu terlihat begitu sedih, tatapan matanya teramat sangat memilukan. Entahlah ... drama yang Jia Li perankan sukses ia bawa dengan sempurna sekarang ini.    Memangnya ... siapa juga yang ingin berteman dengan orang kalangan bawah seperti Meihua? Jia Li adalah gadis kaya raya, keluarganya merupakan salah satu donatur tetap sekolah, dan karena hal itu ia bertambah sombong.    Wang Chunying yang mendengar penuturan kekasihnya melepas pelukan mereka, ia menatap wajah Jia Li, kemudian tersenyum manis.    Memang ... seseorang bisa dibutakan oleh perasaan mereka sendiri. Mereka mampu bahkan bisa tak mampu melihat gajah di pelupuk mata, sedangkan semut yang nun jauh di sana bisa mereka lihat dengan sempurna.    Hal yang sama terjadi pada Wang Chunying, karena rasa cinta dan sayangnya, ia selalu percaya kepada Jia Li. Tak pernah ada satu hal yang dirinya anggap buruk dari Jia Li, baginya gadis itu terlalu sempurna dan juga murni.    “Chunying ... aku hanya ingin lebih dekat dan berteman baik dengannya. Aku mohon ... izinkan aku,” ujar Jia Li. Saat ini dirinya sedang mencoba membuat Wang Chunying semakin bersimpati padanya, dan dengan cara itu ia bisa mengendalikan emosi sang kekasih dengan baik.    Ya ... selama ini Jia Li selalu bersikap seperti itu. Mengenakan topeng untuk mempertahankan hubungannya dengan Wang Chunying, dan menjerat pemuda itu dengan cintanya.    Apa yang Jia Li lakukan juga tak sia-sia, Wang Chunying percaya penuh padanya, bahkan tak pernah peduli pada anggapan buruk orang lain untuknya.    “Tidak! Aku tahu apa yang ingin kau lakukan adalah hal yang baik, tetapi gadis itu tidak ingin menerimanya. Jia Li, masih banyak orang yang ingin berteman denganmu. Masih banyak orang yang bisa kau berikan kebaikan hatimu itu.” Wang Chunying mengulurkan tangan, ia mengelus pipi Jia Li dan mendekati wajah gadis tersebut.    “Dengarkan aku ... aku hanya tak ingin kau merasakan apa itu sakit. Aku menyayangimu, dan saat kau terluka aku merasakan itu lebih dalam. Jia Li ....” Wang Chunying segera menempelkan bibir mereka, mata pemuda itu tertutup, dan ia perlahan melumat bibir Jia Li.    Jia Li yang mendapat perlakuan demikian merasa senang, ia segera menutup mata dan membalas lumatan bibir Wang Chunying. Gadis itu menggenggam erat tangan Wang Chunying, ia mendekatkan tubuhnya dengan Wang Chunying sampai benar-benar menempel.    Wang Chunying yang merasakan reaksi kekasihnya segera bertindak, pemuda itu membaringkan tubuh Jia Li di atas ranjang kecil di ruang UKS.    Setelah berhasil membaringkan Jia Li, Wang Chunying segera mengelus bagian paha gadisnya itu. Ia menyingkirkan bagian rok Jia Li yang menutupi bagian paha, menyingkapnya sampai celana dalam gadis itu terlihat.    “Eum ....” desah Jia Li tertahan. Ia merasakan geli saat Wang Chunying terus mengelus pahanya, bahkan pemuda itu entah sengaja atau pun tidak menyentuh pusat gairahnya.    Wang Chunying yang mendengar desah tertahan sang kekasih melepas lumatan bibir mereka. Pemuda itu segera menjilati bagian leher Jia Li, tangannya kemudian benar-benar menyentuh bagian intim Jia Li.    “Chunying ... a-ahhh geli,” ujar Jia Li dengan suara bergetar, ia merapatkan kedua pahanya, tetapi tangan Chunying malah menekan bagian tengah belahan pusat gairahnya itu.    Wang Chunying merasa itu tidak cukup, jemari pemuda itu segera masuk ke dalam celana dalam milik Jia Li, ia menyentuh pusat gairah Jia Li dengan lembut, memasukkan satu jari pada bagian tengah, dan memainkan gundukan kecil nan kenyal di belahan itu.    “A-aaah ... Chunying ... ah, yah!” Jia Li bergerak gelisah, ia tak bisa menahan sentuhan kekasihnya itu.    Chunying yang mendengar ucapan kekasihnya semakin menjadi-jadi, ia kembali memasukkan jarinya yang kedua. Pemuda itu segera mengakhiri aksinya yang menjilati bagian leher Jia Li, ia menatap kekasihnya dan tersenyum.    “Apa kau menginginkan yang lebih dari ini?” tanya pemuda itu.    “Ehm ....” Jia Li mengangguk, ia senang karena Wang Chunying menyentuhnya. Mereka sering melakukan hal seperti ini, dan Wang Chunying selalu membuat dirinya merasa ingin dan ingin.    Wang Chunying yang sudah mendapatkan persetujuan dari kekasihnya segera bertindak, ia mengakhiri permainan tangannya, kemudian membuka pelan celana dalam milik Jia Li.    “K-kau ingin menjilati seperti kemarin malam?” tanya Jia Li pelan.    Wang Chunying menatap, ia merasa senang saat melihat rona merah pada pipi Jia Li. Ah ... manis sekali, ia suka, dan ia tak sabar berada di atas tubuh gadis itu.    Celana dalam Jia Li perlahan terbuka dan kini sudah mencapai paha, Wang Chunying juga segera menatap ke arah pusat gairah kekasihnya dan tersenyum.    “Kau mencukurnya lagi?”    Jia Li membuang wajah ke samping kanan. “I-iya ... k-kau menyukainya?”    “Sangat ...” Wang Chunying membungkuk, ia mengamati pusat gairah milik kekasihnya yang bebas bulu. “... Aku sangat menyukainya, bahkan tak sabar untuk menikmatinya.”    Ceklek ...    Suara pintu UKS terbuka, seseorang segera masuk, dan membuat Jia Li serta Wang Chunying terdiam. Mereka menahan napas, dan gerakkan Wang Chunying terhenti    Celana dalam Jia Li yang sudah merosot sebatas betis juga tertahan, keringat dingin mengucur pada tubuh pasangan kekasih itu.    Tap ...    Tap ...    Tap ...    Langkah kaki itu terdengar cukup kecil dan pelan, tetapi bagi Jia Li dan Wang Chunying suara itu sangatlah keras.    Sekat pada setiap ranjang di dalam UKS hanya terpisah oleh kain putih nan tipis, dan keduanya berharap orang yang baru saja masuk secepat mungkin pergi, atau memilih tempat yang sangat jauh dari posisi mereka saat ini.    Jia Li menatap Wang Chunying, ia menelan kasar ludahnya. Sial ... kenapa harus ada penganggu di saat seperti ini? Ahhh ... ia sangat ingin mengusir orang itu, tetapi jika itu dirinya lakukan, sudah pasti apa yang mereka perbuat akan diketahui.    Wang Chunying berdiri tegak, ia kemudian membenarkan celana dalam milik kekasihnya. Ini bukan waktu yang tepat, jika ia dan Jia Li ketahuan melakukan hal seperti ini di dalam lingkungan sekolah, maka mereka bisa mendapatkan masalah besar.    Pemuda itu mengatur detak jantungnya, ia menatap sang kekasih yang terlihat kecewa. Sial ... kenapa harus di saat-saat seperti ini? Bagian pusat tubuhnya juga sudah menegang, dan terasa nyeri.    “Kenapa kalian berhenti? Lakukan saja, anggap aku tak ada.” Suara itu terdengar cukup nyaring, ia juga terlihat sangat tak peduli pada kegiatan keduanya.    Sebelum masuk ia memang sudah mendengar suara aneh dari dalam ruang UKS, tetapi ia tetap masuk karena merasa sangat perlu untuk beristirahat.    Deg ...    Detak jantung Wang Chunying dan Jia Li berulah, mereka tak menyangka jika orang itu akan secara gamblang mengatakan hal tersebut.    Wang Chunying yang penasaran segera memberanikan diri untuk melihat siapa orang tersebut, tetap sebelum ia sempat pergi, tangannya di tahan oleh Jia Li.    Ditatapnya sang kekasih, dan saat itu pula Jia Li tercintanya menggelengkan kepala. Gadis kesayangannya itu benar-benar menatap tajam saat ini, memberi peringatan keras agar dirinya tidak keluar dan bertemu orang itu.    Jia Li semakin mengeratkan pegangan tangannya pada Wang Chunying, menahan pemuda itu agar tak membuat mereka bertambah malu.    Wang Chunying menganggukkan kepala, ia kemudian duduk di atas ranjang dan memijat keningnya. Sial ... pusat tubuhnya bertambah nyeri, terimpit oleh celana dalam dan juga celana panjang sekolahnya.    Setelah beberapa detik berlalu, langkah kaki kembali menggema. Orang itu sepertinya memilih tempat paling ujung agar tak terlalu dekat dengan posisi sepadan kekasih itu.    Jia Li mengembuskan napasnya lega, ia kemudian duduk dan memeluk Wang Chunying. Ia tahu, pemuda itu sedang menahan sesuatu, dan oleh sebab itu ia akan menghibur Wang Chunying sedikit.    Wang Chunying yang merasakan pelukan Jia Li hanya bisa diam, rasa kesal, marah, dan tak terima teraduk menjadi satu dalam hatinya. Ia ingin melampiaskan amarahnya, tetapi kepada siapa?    Di sini jelas saja dirinya dan Jia Li yang bersalah. Sebesar apa pun ia memberikan pembelaan, tetap saja akan disalahkan.    “Sudahlah ... kita bisa melakukannya lain waktu,” ujar Jia Li.    Wang Chunying menganggukkan kepala, ia segera merangkul Jia Li, dan berharap bisa lebih tenang dari tadi.    “Kau tak ingin kembali ke kelas?” tanya Jia Li.    Wang Chunying menggelengkan kepala. “Kita bisa menghabiskan waktu di sini, para guru juga sedang memiliki rapat khusus dengan para donatur, bukan?”    Jia Li menganggukkan kepala, ia dan Wang Chunying kemudian sama-sama tersenyum. Ah ... sial, seharusnya sekarang ia bisa memuaskan Wang Chunying dan mengikat pemuda itu lebih erat. Tetapi karena kehadiran seseorang di ruangan yang sama dengan mereka semuanya tidak berjalan lancar.    Ceklek ...    Pintu ruangan UKS kembali terbuka, seseorang dengan cepat masuk dan menutup pintu ruangan tersebut.    Tidak banyak tingkah, orang itu segera melangkah dan menuju pada salah satu ranjang yang tersekat oleh kain putih.    “Sepertinya tempat ini akan banyak dikunjungi,” ujar Jia Li.    Wang Chunying menganggukkan kepala, setuju dengan penuturan kekasihnya. “Apa kau ingin mencari tempat yang lebih tenang?”    “Tidak, lebih baik kita di sini. Tapi ... bisakah kau tidur sambil memelukku?” tanya Jia Li.    Wang Chunying yang mendengar permintaan sang kekasih segera mencium pipi, ia tentu saja tidak keberatan.   Kedua sejoli itu segera berbaring, mereka berbagi tempat tidur dan saling memeluk.    Jia Li menjadikan lengan Wang Chunying sebagai bantal, sedangkan Wang Chunying menjadikan tubuh Jia Li sebagai guling. Mata mereka tertutup, lalu tanpa segan mereka mengarungi mimpi.    ...    Suasana kelas semakin ramai dan juga berisik, bahkan kelas lain juga datang berkunjung dan menghabiskan waktu untuk bicara dengan teman mereka.    Meihua yang sejak tadi mencoba untuk tidur malah tak bisa, ia menatap sekitar dengan mata sayu dan raut wajah masam.    Di sebelahnya, Wu Chen terlihat biasa saja. Pemuda itu menghabiskan waktu untuk membaca buku, sesekali pula senyuman terukir para wajah Wu Chen.    Meihua mengembuskan napas kasar, ia kemudian berdirinya. “Minggir, dan jangan banyak bertanya.”    Wu Chen yang sedang berkonsentrasi penuh pada buku bacaannya cukup kaget, ia menengadahkan kepala dan melihat wajah masam Meihua. Sial ... sekarang ada apa lagi?    Brak ...    Meihua yang tak kunjung diberi jalan memukul meja dengan keras, saat itu pula perhatian semua orang tertuju pada dirinya dan Wu Chen.    Meihua tak peduli, ia kembali menatap Wu Chen tajam. Tangannya terulur dan menarik dasi yang Wu Chen kenalan, ia menyeringai saat wajahnya begitu dekat dengan Wu Chen.    Wu Chen menelan kasar ludahnya, tak menyangka bisa melihat wajah cantik Meihua sedekat ini. Wangi tubuh gadis itu menguar, membuat Wu Chen mengeluarkan keringat dingin.    Ah ... cantik dan manis. Tetapi sayang ... Meihua tidak bisa bersikap anggun, dan itu membuat pesonanya tertekan pada titik paling rendah.    Meihua yang sadar Wu Chen memerhatikannya dengan saksama segera mengambil tindakan. Ia melepaskan pegangannya pada dasi, tak hanya itu, sekali lagi Meihua mengintimidasi Wu Chen dengan aura tubuhnya, membuat pemuda itu takut dan berwajah pucat.    Wu Chen yang mendapat perlakuan demikian segera berdiri, ia memberikan jalan untuk Meihua.    “Maafkan aku,” ujar Wu Chen dengan kepala tertunduk.    Meihua tak menyahut, ia segera beranjak dan meninggalkan kelas. Setelah berada di luar ruangan, Meihua segera memasang headset bluetooth dan menyambungkannya pada ponsel.    Gadis itu memutar salah satu lagu kesukaannya, ia melangkah ke cepat guna mencari tempat yang nyaman. Tetapi ... sepertinya Dewi Fortuna tidak berpihak padanya kali ini, pada setiap sudut ia tak bisa merasakan tenang, ada banyak warga sekolah yang juga menghabiskan waktu di luar ruangan, bahkan ada yang sedang memadu kasih.    Meihua yang merasa lelah menarik napas panjang, ia segera menuju ke ruang UKS, berharap tempat itu tidak di kunjungi, atau paling tidak ruang UKS adalah tempat yang tenang.    Dengan iringan lagu Blue Bird milik Ikimono Gakari, Meihua terus melanjutkan langkah. Gadis itu benar-benar tidak memerhatikan sekitar, dan hanya fokus pada tujuannya. Tetapi ... alunan musik yang ia dengar membuat Meihua tak tahan lagi. Ia merasa senang, lalu dengan cepat bersenandung seirama dengan yang ia dengar.    “Habataitara modorenai to itte ... mezashita no wa aoi aoi ano sora ....” Suara Meihua saat bernyanyi terdengar cukup merdu, dan selama perjalanan ke UKS ia terus melakukan hal tersebut.    Tanpa terasa, kini Meihua sudah berada di depan ruangan. Ia segera membuka pintu dan masuk. Ah ... akhirnya menemukan tempat yang benar-benar strategis untuk menghabiskan waktu, dan ia merasa surga segera dirinya gapai.    Meihua segera menutup pintu, ia sadar jika ada beberapa orang di ruangan, tetapi ia cukup beruntung karena mereka bukan orang yang berisik.    Tanpa pikir panjang Meihua segera melanjutkan langkah, ia menuju pada salah satu ranjang yang tertutup tirai putih, ada pula sekat pembatas pada bagian kiri dan kanan yang di batasi kain putih tersebut.    Meihua yang sudah tak tahan segera berbaring, ia tetap menggunakan headset, tentu saja sambil mendengarkan lantunan lagu dari ponselnya. Gadis itu memejamkan mata, waktunya untuk tidur.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD