02. SUPER PEDE

1077 Words
SAMBIL menggigit bibir bagian bawahnya, dengan malu-malu Faren menatap ke arah depan selagi kakinya terus berjalan. Ia gugup setengah mati, jaraknya dengan cowok di depan sana juga semakin terkikis. Duh! Jantung Faren norak banget deh, manja banget pake deg-degan segala! Faren menggerutu dalam hati, degup jantungnya semakin tidak terkendali. Dan ketika kedua kakinya berhenti menghalangi langkah cowok tadi, Faren pun langsung mendongak ke atas. Ia menyengir, giginya yang nampak tersusun rapi terlihat begitu saja. "Halo cogan ..." ujar Faren seraya melambaikan tangannya. Cowok itu menatap Faren datar, satu alis tebalnya naik beberapa senti ke atas. Keningnya juga berkerut, tapi ia masih diam. Tidak mengambil alih pembicaraan. "Faren boleh kenalan nggak? Nama kamu siapa? Gimana bisa dapetin muka ganteng gitu? Nggak nemu di tong sampah, kan?" celetuk Faren asal, tangannya kemudian terjulur untuk meminta salaman dari cowok tidak dikenal di hadapannya ini. Namun, beberapa saat kemudian Faren mendesah berat, dengan berat hati ia menurunkan tangannya karena cowok dihadapannya ini masih belum bergerak, dikira patung Pancoran apa?! Untung cogan, kalau bukan, sudah Faren dupak sampai ke Afrika Selatan. Faren masih berusaha sabar untuk menunggu tanggapan dari cowok itu. Masih belum ada jawaban, hal itu membuat Faren kesal, tapi ia mencoba bersikap biasa saja. "Halo? Kok diem aja? Lagi nahan b***k ya? Ngomong dong dari tadi, biar Faren ngerti. Mau Faren anterin ke kamar mandi? Nggak pa-pa deh Faren ikhlas, yang penting bisa deket sama cogan hehe ..." Cowok dihadapannya Faren masih saja diam dan melempar sorot mata datar. Faren jadi takut sendiri dibuatnya, cowok yang belum Faren tahu identitasnya itu juga menatapnya tanpa ada kedipan mata yang tercipta. "Jangan natap Faren kayak gitu dong! Faren jadi takut nih, nanti aura cogannya hilang kalo kayak gitu. Jadi nyeremin, kamu kayaknya cocok kalo jadi pocong yang ada di rumah-rumahan hantu gitu. Tinggal di make up, terus jadi deh." Bukan Faren namanya kalau tidak berbicara seenak jidat dan asal ceplos seperti itu. Ia memang tidak bisa diem sejak masih jadi embrio, sifatnya yang aneh bin ajaib memang sudah menjadi ciri khasnya. "Minggir!" ucap cowok itu tegas, setelah sekian lama membungkamkan mulutnya. Pandangannya masih belum beralih pada Faren yang sudah melototkan matanya. "Ya ampun gila parah! Suaranya kok bikin Faren lemes ya? Faren jadi baper astaga, nggak mau tahu pokoknya harus tangung jawab udah bikin jantung Faren terasa mau copot." Faren bersorak-sorai, ia bertingkah dramatis, loncat-loncat nggak jelas, tersenyum lebar. Bahkan sampai megap-megap sambil memegang dadanya seolah ia memiliki penyakit asma yang sedang kambuh. Namun, ketika Faren tersadar dan kembali pada fokusnya, ia menyerngitkan dahi dan memalingkan wajahnya ke sisi kanan dan kiri. Lalu, ketika ia berbalik badan, matanya yang bulat langsung terbuka lebar, ia berlari menyusul cowok dingin tadi. Enak saja main nyelonong saja! Gimana Faren bisa lupa dengan cogan satu ini? Tipe Faren banget, dan ia bertekad untuk mendapatkan cowok itu. Kecuali jika cowok itu sudah punya pacar. Terpaksa Faren harus mundur karena ia tidak mau dicap sebagai bibit pelakor. "Kok Faren ditinggal sih!" cewek itu memanyunkan bibirnya, sementara kakinya mengentak-entak di tanah. Setelah itu ia berteriak sambil berlari menyusul sang pujaan hati. "COGANNYA FAREN! TUNGGUIN DONG!" terisi Faren kencang dengan tidak tahu malunya. Siswa siswi di sekitarnya ada yang menoleh, namun beberapa lainnya bersikap cuek bebek seolah sudah sering mendengar celotehan Faren yang tidak jelas. Faren mencebikkan bibir, ia masih terus ikut melangkahkan kakinya ke manapun cogan yang ia taksir itu pergi. "Mau ke mana sih? Faren capek nih ikut terus, nggak jelas pula! Berhenti dulu yok, ada yang mau Faren omongin nih." Ucapan Faren sekadar dianggap angin lalu rupanya oleh cowok itu. Ia hanya menaikkan satu alis tebalnya, melirik Faren sekejap sebelum akhirnya ia semakin cepat melangkahkan kakinya. Kedua tangannya masuk ke dalam saku celana. "Sikap sih boleh cool kayak pocarry sweet! Tapi ngomong dong mau ke mana, Faren itu mau bicara! Nggak bisa berhenti sebentar gitu?" Faren semakin dibuat kesal ketika cowok itu masih saja bersikap tenang, seolah Kehadiran Faren di sampingnya ini adalah setan yang wujudnya transparan kayak plastik es yang dijual seharga seribu rupiah. Terlanjur kesal karena diabaikan begitu saja, Faren berlari ke hadapan cowok itu, dengan raut wajah yang ia buat semenyeramkan mungkin, Faren pun merentangkan kedua tangannya. Dan usahanya itu membuahkan hasil, cogan itu berhenti, meskipun raut wajahnya nampak kesal, tapi Faren tidak peduli. Dirinya lebih kesal menghadapi balok es satu ini. "Punya gebetan gini amat sih! Berhenti dulu dong, cogan harus nurut sama cecan!" kesal Faren. Cowok itu mendesah berat, jengah dengan Faren yang tidak berhenti untuk merecokinya. Gimana tidak kesal coba? Hidupnya yang awalnya tentram, nyaman, aman dan damai. Seketika saja hidupnya menjadi kacau dan berantakan bak kapal pecah ketika cewek nggak ada akhlak satu ini datang. Benar-benar menyebalkan cap kaki tiga! "Pergi!" ujar cowok itu sekali lagi, mukanya masih tenang, tapi terselip nada terganggu dari ucapannya. "Faren nggak bakal pergi sebelum mas-mas cogan dihadapan Faren ini kasih tahu namanya. Faren ulangi lagi ..." Faren setelah itu berdehem cantik sekali lagi, lalu ia memasang ekspresi bersahabat dengan senyuman lebar, bersamaan dengan itu ia menjulurkan tangannya. "Perkenalkan, cewek cantik ini namanya Faren Aulia Mahardika, dari kelas sebelas IPA tiga, duduk di bangku nomor dua dari belakang, barisan ke empat jika di hitung dari arah pintu." Faren tersenyum lebar, tapi ekspresi itu tidak bertahan lama, sekarang bahkan sudah tergantikan dengan muka jengkel. "Ih ... jangan diem aja dong, Faren butuh jawaban. Nama kamu siapa? Cogan gini pasti namanya bagus deh. Ayo buruan kasih tahu." "Enggak!" "Kok nolak terus sih, diem bikin Faren jengkel, sekalinya ngomong bikin Faren merinding kayak gini. Ayo dong kasih tahu, soalnya Faren mau nih jadi pacar cogan kayak kamu." Cowok tersebut lagi dan lagi tidak menghiraukan Faren, tatapannya yang tajam, sikapnya yang tidak jauh dari gunung Everest, membuat Faren menjadi ingin menaklukkan cowok berhati beku ini. "Lagian seragam kamu kenapa nggak kasih nametag sih, nanti kalo ketahuan OSIS gimana? Mau dipenjara? Cogannya Faren jangan bandel tahu, untung aja Faren sayang, kalo nggak udah Faren ubek-ubek nih!" "Pergi atau mati?!" Faren mengerjapkan matanya, mulutnya sedikit terbuka mendengar kalimat s***s itu. Namun bukan Faren namanya kalau tidak menjawab pertanyaan itu menjadi nyeleneh. "Pergi apa dulu nih? Pergi untuk jatuh cinta sama cogan dihadapan Faren ini? Mau banget dong! Faren lebih milih itu, kalo matinya sama cogan sih Faren sanggup aja. Apalagi cogannya kamu. Mau ya jadi pacar Faren? Faren banyak duit lho, terus rumah Faren juga besar, sebesar rasa sayang Faren sama semua cogan-cogan. Tapi Faren lebih sayang sama cogan dihadapan Faren ini hehe ..."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD