Biaya Untuk Berobat Ibu

1063 Words
Memang beda, yang tersegel dan yang sudah lepas segel. Ryan sedikit kesulitan di awal dia menerobos masuk hingga akhirnya berhasil merobek segel yang ada di dalam sana. Perlahan dia bergerak maju mundur, mengabaikan teriak kesakitan yang Via lontarkan. Lambat laun teriak sakit itu berubah menjadi erangan nikmat. Via terus mengerang, mendesah dan merintih seiring hentakan yang Ryan berikan. "Sudah tidak sakit?" godanya, masih terus menghentak. Via mengangguk dengan tatapan penuh gairah, dia meremas sendiri bukit kembarnya. Melihat kode yang Via berikan, Ryan menunduk dan membantu Via melampiaskan hasratnya, kembali menghisap kuat kedua bukit kembar bersamaan hentakan yang dia berikan. Rasanya luar biasa, Via merasa ada sesuatu yang mau meledak di bawah sana. Dia juga merasa milik Ryan semakin membesar. "Tuan Ryan ... Ahhh ... saya -" "Tahan, V. Sebentar lagi, bersama!" Kepala Via menggeleng cepat, dia tidak bisa menahan lebih lama lagi. Tangannya memukul-mukul pundak Ryan dan mencengram lengan yang menjadi tumpuan pria itu dengan erat. "Sedikit lagi, V. Ya ... sedikit lagi ...." Ryan menambah kecepatan hentakannya hingga akhirnya keduanya mengerang bersamaan dengan tercipta puncak kenikmatan itu. Tubuh Via melengking, sedangkan tubuh Ryan mengejang sembari meremas kuat bukit kembar Via. Kaki Via yang terangkat langsung jatuh, rasanya tidak bertulang, dengkulnya lemas. Ryan melepas miliknya dari sana, dia melihat cairan kental putih miliknya keluar dari lubang surga dunia milik Via bercampur cairan segel berwarna merah. Mucikari itu benar, Via masih tersegel dan dia pria pertama yang melepas segel tersebut. Ryan terduduk lemas menatap Via yang masih terengah dan sesekali tubuhnya bergetar menandakan dia masih merasakan sisa-sisa pelepasan. Tersirat rasa bersalah di hati Ryan, tapi dia menepisnya cepat. Tujuannya melakukan permainan semalam dengan wanita jalang seperti Via adalah untuk membalas rasa sakit hatinya karena mantan istrinya yang selingkuh di belakangnya. Malam masih panjang, Ryan sanggup melajukan beberapa kali permainan dengan berganti gaya. Dia mengajari Via semua gaya yang dia mau nikmati. Wanita itu termasuk cepat tanggap dan langsung mahir ketika Ryan memberinya contoh sekali saja. Diantara semua posisi yang Via lakukan bersama Ryan, posisi ini yang paling dia nikmati, wanita bermata cokelat itu bisa mendominasi permainan, dia di atas tubuh Ryan, Via bergoyang dan menekan sampai merasa dirinya puas. Kedua bukit kembar berayun seirama tubuhnya yang bergerak naik turun dan sesekali memutar pinggulnya. Sekali lagi Via di buat heran dengan tubuhnya sendiri, ini pertama kali dia melakukan hubungan badan dengan seorang pria tapi kenapa tubuhnya begitu mahir memuaskan pria itu? Apa dia reinkarnasi dari seorang wanita penghibur? Tidak! Via tidak percaya hal itu. "Ahhh ...." Lamunan Via menguap seiring hisapan Ryan di puncak kembarnya. Tangan Via meremas rambut ikal cokelat milik Ryan dan menahan kepala itu agar tetap di sana. Plop! Ryan melepas hisapannya. "Apa kamu menyukainya, V?" bisik Ryan, serak. Terdengar begitu seksi di telinga Via. "Iya, Tuan Ryan," jawab Via di tengah rintihannya. Puncak bukit itu sudah membesar dan memerah sekarang, area dadanya juga sudah banyak tanda merah kepemilikan yang Ryan tinggalkan. Sudah tidak bisa lagi di ungkapkan bagaimana rasanya tubuh Via sekarang ini. Rasa sakit itu berangsur menjadi nikmat dan dia ketagihan. Sekali lagi keduanya mendapat pelepasan itu, keduanya bersama mencapai puncak kenikmatan hingga langit entah keberapa. Ryan lemas, begitu juga Via langsung tertidur di atas tubuh Ryan, pria itu merengkuh tubuh langsing Via sampai tertidur pulas. *** Esok paginya kedua mata Via mengerjap, mengeliat merenggangkan otot tubuhnya yang terasa sangat pegal. Via menggenggam kuat selimut yang menutupi tubuhnya, dia bersandar di kepala ranjang, melihat sekeliling. Pria yang semalam telah membuatnya puas berulang kali sudah tidak ada. Tebakan Via, pria itu pasti sudah pergi pagi-pagi sekali dan meninggalkan wanita jalangnya sendiri. Wajar bukan? Bukannya memang seperti itu biasanya? Setelah puas para p****************g itu pergi begitu saja. Dengan memberikan bayaran uang di atas nakas. Sebentar. Sudut mata Via melihat setumpuk uang berwarna merah di atas nakas. Tapi lucunya ada sepucuk kertas kecil dengan tulisan rapih di sana. "Terima kasih, Nona V. Atas pelayanan yang kamu berikan, saya puas. Uang ini sebagai tips di luar dari bayaran kamu yang sudah saya transfer ke mami Zara. Saya berharap bertemu kamu lagi. Tapi, di lain kesempatan dan tempat yang lebih baik dari ini. - dari Pria Pertamamu, Ryan." Sontak Via meremas surat itu hingga kertas berubah menjadi bola kecil kemudian dia melemparnya ke sembarang arah. "Ouch!" rintih Via ketika dia beranjak dari kasur. Area sensitifnya terasa nyeri dan perih. Pinggulnya juga terasa pegal. Via tidak bisa menghitung berapa kali dia dan pria itu bermain semalaman. Hingga membuat organ intim Via sakit seperti ini dan tubuhnya lemas. Belum sampai ke kamar mandi, ponselnya bergetar. Rumah sakit memanggil ... "Bunda," pekik Via. Buru-buru dia mengambil ponselnya yang memang sengaja dia mode getar saja agar tidak menganggu pekerjaannya. Tapi siapa sangka rumah sakit telah berulang kali menghubunginya sejak subuh. "Halo." Via langsung menjawab panggilan itu. "Selamat pagi, Mba Via. Ini dengan suster ruang hemodialisa. Ibunya Mba Via harus segera cuci darah, apa Mba bisa ke rumah sakit sekarang?" Via paham, Kiki-ibu kandung Via sudah beberapa hari di rawat karena drop, hari ini memang jadwalnya cuci darah, Via tahu itu. Suster memberi tahu untuk basa basi agar dia datang dan membayar biaya cuci darah tersebut. Karena asuransi pemerintah tidak menanggung seluruh biaya di rumah sakit swasta itu. Entah kalau rumah sakit pemerintah, kabarnya gratis tapi harus antri panjang. Via tidak tega dengan kondisi Kiki yang sudah lemah, dia harus ikut antrean sebanyak itu. Makadari itu, Via membawa sang bunda ke rumah sakif swasta. "Oh iya, Sus. Saya ke sana sekarang." Panggilan itu berakhir. Via langsung masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan diri. Dia menahan rasa sakit pada seluruh tubuhnya demi sang bunda. Tidak lupa dia mengambil tumpukan uang yang Ryan tinggalkan di atas nakas sebelum keluar kamar. Dengan taxi online Via pergi dari hotel menuju rumah sakit tempat ibunya di rawat tapi sebelumnya dia minta supir taxi online itu berhenti di sebuah toko pakaian. Via membeli pakaian biasa dan menggantinya di toilet rumah sakit sebelum dia bertemu dengan ibunya. Dia tidak mau Kiki menaruh curiga padanya. Empat jam lamanya Kiki menjalani cuci darah di ruang khusus hemodialisa itu. Sedangkan Via menunggu di kursi tunggu sampai tertidur. Kaki Via yang membentang lurus menganggu jalan hingga seorang pria tersandung karenanya. "Astaga!" Via tersentak dan terbangun. "Maaf, Dok!" Dan dia meminta maaf ketika melihat pria bersnelli hampir saja jatuh karena kakinya. "Tidak, apa-apa, saya yang salah karena tidak lihat jalan. Permisi." Dokter itu tersenyum ramah dan pergi meninggalkan Via.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD