bc

Remarried

book_age16+
1.8K
FOLLOW
10.0K
READ
love-triangle
arranged marriage
self-improved
dare to love and hate
CEO
drama
sweet
bxg
humorous
multiple personality
like
intro-logo
Blurb

(Sequel My Arrogant CEO)

Romeo selalu yakin jika Juliet adalah perempuan yang Tuhan ciptakan untuk dirinya. Sejak dari masih kecil hingga saat ini, Romeo memberikan seluruh hatinya untuk Juliet. Status Juliet sebagai anak seorang pembantu di rumahnya sama sekali tidak menghentikan cinta Romeo padanya.

Hingga suatu hari, tepat di hari Romeo melamar Juliet, orang tua Romeo membawa sosok iblis bermuka dua yang sejak kecil dibenci oleh Romeo ke dalam rumah. Dia Airish, perempuan yang kemudian mengacaukan seluruh kisah cinta dan masa depannya yang indah dengan Juliet.

Romeo berjanji... bahwa dia akan membuat hidup Airish seperti di neraka...

chap-preview
Free preview
Prolog
"Maukah kau menikah denganku?" Romeo berlutut di atas satu kaki yang dia tekuk ke belakang. Kepalanya mendongak, menatap sosok gadis paling cantik di muka bumi yang amat dia cintai. Bersama gadis itu, Romeo bisa merasakan kedamaian, kehangatan, kasih sayang yang berlebih dan banyak sekali cinta. Maka sekarang, inilah waktu yang tepat untuk mengikat cinta mereka. Romeo berjanji jika dia tidak akan melepaskan wanita ini. "Romeo ...," Juliet menutup mulut dengan kedua telapak tangan. Matanya berkaca-kaca penuh haru. Rambut merahnya berkibar tertiup angin yang berhembus karena saat ini mereka ada di sebuah rooftoop gedung tinggi. Sementara matahari sore yang memamerkan cahaya jingga indah nampak tersenyum pada dua insan tersebut. "... kau serius?" lanjut Juliet setengah bergumam. Matanya bergerak, menatap pada kotak kecil beludru berwarna merah yang sedang di pegang oleh Romeo. Sebuah cincin dengan kilau berlian indah nampak mengkilat di sana. Romeo mengangguk yakin. Sebuah senyum lebar penuh kehangatan memancar dari matanya. "Aku ... kurasa ini waktu yang tepat untuk kita, Juliet. Aku ingin kau menjadi satu-satunya wanita di hidupku dan ...," Romeo tidak sanggup melanjutkan kalimatnya karena tepat saat itu Juliet memeluknya. Gadis itu memekik senang sembari berseru, "Ya!" Nada bahagia terdengar dari suaranya. Mendesah lega karena lamaran yang baru saja ia lakukan berjalan dengan mulus dan diterima, Romeo menarik tubuh Juliet, lalu dengan penuh binar kebahagiaan di antara keduanya, mereka berciuman. * * * "f**k!" Airish mengumpat saat membaca sebuah artikel yang baru saja masuk ke dalam ponselnya. Tidak perlu membaca artikel itu secara keseluruhan karena mata hazel Airish hanya terpaku pada sebuah judul, berikut dengan kutipan-kutipan yang menjijikkan. HARRY MELAMAR GLADYS DI SEBUAH KAPAL PESIAR. "Aku tidak tau, dia tiba-tiba mengajakku makan malam di kapal pesiar dan tiba-tiba melamarku...," "Sejak pertama kali aku memang sudah mencintainya dan selamanya akan seperti itu...," "Harry memberikan segalanya untukku. Aku bahagia akhirnya kami akan menikah." Menghela napas, Airish melemparkan ponselnya ke dalam tempat sampah yang ada di sudut bilik ruang tempat Airish berada. Kaki jenjang yang memakai heels merah setinggi 7 cm itu ikut masuk ke dalam tempat sampah demi untuk menginjak benda berbentuk pipih tersebut. "Airish, baby! What the hell are you doing right now?! Itu ponsel ke sepuluh dalam bulan ini yang kamu hancurkan!" Ronald, selaku teman sekaligus penata riasnya malam ini, berteriak histeris melihat kelakuan bar-bar Airish. Pria itu melangkah cepat, akan tetapi karena dia bukanlah lelaki tulen alias agak melambai, caranya berjalan lebih mirip dengan seorang perempuan. Meski Ronald sudah menutupi kekurangannya tersebut dengan pakaian super keren yakni; kemeja bunga-bunga, celana bahan dengan ikat pinggang berantai dan  kalung yang lebih mirip preman), nampak sia-sia saja. Airish berdecak kecil, berniat mengeluarkan kakinya dari tempat sampah berukuran kecil itu namun justru sepatunya tersangkut. Airish mencoba menendang-nendangkan kaki agar terlepas tapi tidak berhasil. Tempat sampah itu menempel di high heels nya bagai lintah. Mungkin karena benda berbentuk kotak itu sedang melakukan aksi balas dendam padanya karena diinjak-injak secara semena-mena. "Ronald, tempat sampah ini sepertinya menyukaiku. Dia tidak mau lepas. Aku harus bagaimana?" "Gadis gila!" umpat Ronald kesal. Dia meraih tempat sampah yang terbuat dari atom tersebut lalu menariknya dari kaki Airish. Awalnya Ronald pikir itu akan mudah akan tetapi dia salah. Tempat sampah itu benar-benar tersangkut di kedua ujung sepatu Airish. "Tarik lebih kuat, Ron!" "Aku sedang berusaha!" Airish menarik kakinya, sedangkan Ronald menarik tempat sampah. Kejadian tarik menarik yang menguras emosi dan tenaga itu akhirnya berhasil! Airish tersenyum lega, begitupun Ronald bangga. Tapi senyum mereka langsung sirna begitu sadar jika heels sepatu Airish terlepas. Heels itu masih ada di dalam sampah. "Ohfuck! Kau harus membayar 500 dollar untuk harga sepatu itu," ucap Ronald, yang membuat mata Airish terbelalak lebar. "500 dollar? Bahkan gajiku tidak sebesar itu!" "Heh, gadis gila! Lalu siapa yang menyuruhmu bertingkah?! Nyonya Taylor pasti tidak akan melepaskanmu karena masalah ini!" Airish mengumpat kecil. Dia menoleh ke arah cermin yang memantulkan wajah cantiknya. Wajah itu sudah dipoles dengan make-up, yang meskipun sudah sejak 3 jam yang lalu acara pergelaran busana sudah usai, masih terlihat sempurna. Itulah kemampuan dari Ronald. Pria itu sangat hebat dalam membuat wanita nampak cantik. "Airish! Itu benar-benar kau!" Airish terkejut dan menoleh saat melihat tirai ruang gantinya terbuka. Sosok wanita berambut hitam muncul dengan mata berbinar penuh kerinduan. "Tante Sivia!" pekik Airish, ia langsung berdiri dan memeluk wanita paruh baya tersebut. "Oh, aku merindukanmu! Sudah lebih dari lima belas tahun kita tidak bertemu. Apa kabar, sayang?" Sivia mengelus wajah Airish. Tadi dia merasa ragu jika model cantik yang sedang berjalan di atas catwalk dengan penuh percaya diri itu adalah Airish, tapi setelah lama mengamati Sivia yakin itu benar-benar Airish kecilnya. Meski sudah belasan tahun tidak bertemu, Sivia tidak akan pernah melupakan bagaimana tatapan dan senyuman dari sosok gadis di depannya. "Aku juga merindukan Tante Sivia," jawab Airish sembari terus memeluk Sivia dengan manja. "Dan aku baik," jeda sejenak, Airish melepas pelukannya lalu memegang dadanya penuh dramatis. "Kecuali di bagian ini. Sakit" Sivia mengerti, dia menarik kembali Aisih dalam pelukannya, sedangkan Airish kembali melingkarkan tangannya kembali ke tubuh Sivia dengan sayang. Sudah sangat lama sejak ia terakhir kali menghirup aroma Sivia dan Airish benar-benar merindukannya. "Ehem!" Ronald berdehem keras, membuat dua wanita itu menoleh. "Selamat malam, Nyonya ...?" Ronald menggantungkan kalimat bertanya. "McKenzie," sahut Sivia. "Oh-oh! Kau adalah Nyonya McKenzie?" Mendengar nama salah satu pengusaha paling kaya di Amerika disebut membuat kedua mata Ronald terbelalak tak percaya. Dia menatap Airish dan Sivia bergantian sembari betanya-tanya dalam hati bagaimana bisa temannya yang sinting itu kenal dengan istri seorang Alexandro McKenzie? Padahal Ronald tau semiskin apa seorang Airish. "Iya, itu saya," jawab Sivia ramah, kemudian perhatiannya kembali pada Airish. "Kau sudah makan, Sayang? Kenapa kau semakin kurus? Dulu pipimu tembam sekali seperti permen! Sekarang kenapa jadi semakin tirus?!" Airish meringis meningat masa-masa di mana Sivia sering mencubit pipinya gemas. "Ayolah, Tante. Kalau pipiku masih tembam, aku tidak akan mungkin menjadi model," kekehnya. Sivia menghela napas. Jiwa keibuannya muncul mendadak. Bagaimanapun, dia selalu menganggap Airish seperti putri kandungnya sendiri. "Kalau begitu tidak usah menjadi model. Aku lebih suka kau yang dulu. Lihat saja tanganmu ini, ini kecil sekali!" Mereka berdua bercakap-cakap penuh kehangatan. Ronald yang melihat tersenyum tipis. Kira-kira sudah berapa lama ia melihat ada binar kehidupan di mata Airish lagi? Maka dengan tau diri, ia menyingkir dari sana. "AKu mencarimu ke mana-mana dan kau ternyata di sini." Sivia dan Airish menoleh. Di pintu bilik ada sosok pria dengan rambut yang sudah mulai ditumbuhi uban putih. Meski begitu, wajah tampannya masih terlihat di sana. Dan itu lebih dari mampu untuk menarik para wanita melihat ke arahnya. "Alex!" Sivia berseru. "Dia benar-benar Airish kita!" Mata Alex bergerak, sebelah alisnya terangkat, sementara matanya menatap hangat pada sosok gadis itu. Sebuah senyum terukir di bibir Alex. "Hai, Nona muda. Kau tidak merindukanku?" Airish tersenyum, lalu dengan cepat dia memeluk tubuh Alex. Itu terasa hangat dan menenangkan. "Aku merindukan Om Alex. Aku merindukan kalian berdua!" Airish menatap bergantian Alex dan Sivia. Masalah apapun yang tadi sempat membuat dia kesal menguap begitu saja dan tak berbekas sama sekali. "Lihatlah, Alex. Putri kecil kita sekarang jadi kurus sekali." Perkataan Sivia membuat Alex mengamati Airish, dari atas hingga bawah. "Kau benar," angguk Alex setuju. "Di mana kau tinggal sekarang?" Airish sedikit kebingungan menjawab tapi tetap menyebutkan sebuah alamat dengan lirih. Sedikit merasa sungkan dan tidak enak harus mengatakan yang sejujurnya. Karena sejak dulu Airish tidak suka membohongi orang yang sudah ia anggap sebagai orang tuanya. "Bukankah itu kawasan yang buruk? Kenapa kau tinggal di sana? Gajimu tidak cukup untuk tinggal di apartemen yang lebih baik?" tanya Alex bertubi-tubi. Dahinya mengernyit dalam, nampak tidak suka memikirkan Airish tinggal di daerah tersebut. "Kau bisa tinggal di salah satu apartemen milikku jika kau mau." "Aku tidak apa-apa, Om!" tukas Airish cepat. "Lagipula lingkungan di sana cukup nyaman untukku." Alex menggeleng tidak setuju. "Aku serius. Om!" Airish meringis, mencoba memasang wajah meyakinkan. Daerah yang dia tinggali memang sedikit buruk. Selain sistem keamanan sangat kurang, di sana ada beberapa preman dan berandalan yang suka mabuk dan kadang berbuat onar. Tak jarang para polisi sering datang ke tempat itu. "Tidak, ini tidak benar!" Sivia akhirnya maju. Dia menggenggam tangan lembut Airish. "Kau adalah putri kami. Bagaimana mungkin kami membiarkanmu hidup dalam lingkungan tidak aman itu?" "Tapi-" "Kau sudah punya pacar? Tunangan mungkin?" tiba-tiba Alex menyela, membuat Airish kebingungan. Kenapa pertanyaannya jadi random seperti ini? "Eum, kurasa, kami baru saja putus," jawab Airish mengingat dengan artikel yang baru dia baca beberapa menit yang lalu. Benar, Harry adalah pacarnya sampai sejak tadi malam. Airish sangat yakin dia tidak mabuk dan sempat mengobrol lewat video call dengan pria itu sebelum tidur. Tapi berita yang keluar pagi ini sungguh sangat mencengangkan. Bisa-bisanya dia selama ini tidak menyadari jika Harry hanya mempermainkannya? "Jadi kau single?" Airish mengangguk gamang. "Bagus!" Alex tersenyum, yang menular pada Sivia. Mendadak saja perasaan Airish menjadi tidak enak. "Dengar, kau pasti ingat dengan Romeo bukan?" Airish mengernyit. Tentu saja dia masih ingat dengan pria yang selalu melontarkan kalimat jahat padanya. Bahkan Airish masih ingat dengan impian konyol Romeo yang ingin menikahi Juliet, anak dari pembantunya. "Jadi kau masih ingat?" tanya Alex memastikan dan dijawab anggukan oleh Airish. "Iya." Alex dan Sivia kembali tersenyum, lalu dengan satu kalimat bagai mendapat nomor lotere, Airish mendengar Alex dan Sivia berkata serempak. "Menikahlah dengannya!"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

UN Perfect Wedding [Indonesia]

read
75.9K
bc

The crazy handsome

read
465.4K
bc

My Husband My Step Brother

read
54.9K
bc

Mrs. Rivera

read
45.4K
bc

The Ensnared by Love

read
104.0K
bc

A Secret Proposal

read
376.5K
bc

Pengantin Pengganti

read
1.4M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook