4. Tuan Bumi

1123 Words
Mataku mengerjab beberapa kali karena ... ah, malu mengakuinya jika aku terpesona pada pandangan pertama. Wajah penuh wibawa dari seorang pria yang mampu menghipnotisku hingga sebuah kesadaran akan pesan Bu Cindy jika akan ada tamu yang datang adalah atasan Mister Sam. Buru-buru aku menganggukkan kepala menyadari jika tingkahku beberapa detik tadi adalah keliru. Jika sampai Mister Sam tahu tingkah lakuku, maka malulah aku. "Ada, Tuan. Silahkan masuk. Mister Sam ada di dalam." Kubuka lebih lebar pintu memberikan akses bagi pria itu dapat masuk ke dalam. Kuperhatikan pandangan matanya yang mengedar menatap sekeliling ruangan yang memang tak seberapa luas ini. Tepat ketika Mister Sam keluar dari dalam kamar. Tampaknya majikanku itu selesai mandi setelah pulang dari bekerja. Terkejut mendapati tamu yang ditunggu sudah datang saja. Lega, karena aku tak perlu berlama-lama berada di sini. Ada Meme di dalam kamarnya pasti sedang menungguku. Buru-buru aku menutup pintu lalu segara melesat masuk ke dalam kamar Meme. Tak mau terlalu ikut campur akan pembahasan Mister Sam dan juga tamunya karena itu bukanlah urusanku. Bermain bersama Meme juga menjaga balita itu adalah tugas utamaku. Selebihnya paling aku hanya ikut membersihkan rumah yang juga tidak terlalu besar ini. Tidak membuatku capek sama sekali. Dua tahun bekerja di sini membuatku sangat nyaman sekali. Selain karena mendapat majikan yang ramah juga pekerjaan yang tidak berat sama sekali menjadikanku ingin sekali berlama-lama tinggal di sini. Namun, sayangnya Bapak tidak mengijinkanku memperpanjang masa kontrak kerjaku. Beliau berkata sering kepikiran karena membiarkan anak gadisnya hidup sengsara di negara tetangga. Bagi Bapak makan tak makan asal kumpul. Sesusah apapun hidup kami asal kami bisa berkumpul setiap hari itu saja sudah membuat tenang hidup. "Meme mau ke mana?" Panik aku memanggil anak majikanku yang justru keluar dari dalam kamar. Akibat aku yang sedari tadi melamun sampai tak memperhatikan balita itu. "Meme jangan lari-larian!" Kembali aku menyerukan sebuah peringatan karena Meme berusaha mengejar bola yang menggelinding dengan berlari kecil. Namun, siapa sangka justru bola kecil yang merupakan mainan Meme berhenti tepat di bawah kaki tamunya Mister Sam. Aku sudah ketar ketir saja takut mendapat teguran dari Mister Sam karena hal seperti ini aku anggap kurang sopan. Sayangnya apa yang aku takutkan tidak terwujud. Pria itu ... ah, kenapa aku menyebutnya seperti itu. Bukankah dia adalah atasannya Mister Sam. Yang jelas pria berkharisma itu menunduk dan mengambil bola milik Meme. "Sam ... Dia anakmu? Sudah besar rupanya. Berapa lama aku tak menjumpainya?" "Bos benar sekali. Dia Meme anak perempuanku dan Cindy. Meme ... Ayo kemarilah. Berikan salam pada uncle Bumi." Mister Sam berucap dengan tangan melambai meminta pada Meme agar mendekat. Kubantu menuntun Meme untuk menghampiri papanya. Tunggu! Aku ingat-ingat lagi apa yang sempat Mister Sam katakan tadi. Uncle Bumi. Jadi benar namanya Bumi, Tuan Bumi seperti apa yang tadi Bu Cindy infokan. Nama yang unik tapi sarat akan makna. Sangat cocok disandang oleh pria dewasa berkharisma dan tampan wajahnya. Astaga, Alisha. Sejak kapan kamu jadi suka mengagumi ketampanan seorang pria. Apa karena faktor usia yang semakin bertambah setiap tahunnya sehingga menjadikanku sebagai wanita dewasa. Bukan lagi gadis remaja seperti saat pertama kali aku mendatangi negara ini. "Mbak ... biar Meme bersamaku saja." Aku menganggukkan kepala dan menjawab apa yang Mister Sam katakan. "Baik, Mister." Selanjutnya aku memilih meninggalkan ruang tamu dan masuk ke belakang tepatnya adalah dapur. Sebaiknya aku bersih-bersih dan menyiapkan apa saja yang dibutuhkan Bu Cindy karena majikan perempuanku saat ini sedang pergi untuk berbelanja. Tentu saja ingin memasak makanan untuk menjamu tamunya. *** "Sha ... makan di sini sekalian," pinta Mister Sam ketika aku berniat hendak meninggalkan ruang makan, setelah selesai menata menu makan malam yang tadi aku dan Bu Cindy masak. Bagaimana mungkin Mister Sam meminta padaku untuk makan di satu meja yang sama dengan atasannya. Itu sangat tidak mungkin aku iyakan. Aku sadar siapa diriku. Dan memilih menggelengkan kepala sembari menjawab, "Tidak, Mister Sam. Saya makan di belakang saja." Tersenyum pada majikanku dan tetap dengan tujuanku ingin meninggalkan meja makan. "Tidak apa, Sha. Ikut makan bersama kami." Bu Cindy menimpali. Selama ini jika keluarga kecil Mister Sam sedang makan bersama memang aku selalu ada juga di antara mereka. Tidak pernah mereka membedakan lantaran status sosial. Apa yang mereka makan tentu sama juga dengan apa yang aku makan. Bahkan kami selalu makan bersama dengan aku yang terkadang menyuapi Meme karena tidak enak hati harus bersama mereka yang notabene adalah majikan. Namun, saat ini kondisinya sudah berbeda. Ada Tuan Bumi yang jelas-jelas adalah atasan Mister Sam. Aku sebagai seorang pembantu tidak pantas sekali jika harus ikut di satu meja yang sama dengan mereka. Aku gugup dan gelisah mencari alasan untuk menolak, tapi lagi-lagi Mister Sam mengatakan sesuatu. "Ayo, tak perlu sungkan. Makanlah di sini seperti biasanya. Tuan Bumi juga tidak akan keberatan dengan keberadaanmu di sini. Benar begitu, kan, Tuan?" Pria yang Mister Sam sapa dengan sebutan Tuan Bumi, menyunggingkan senyuman menatapku ramah. "Iya. Aku tidak keberatan. Makan saja bersama kami. Lagipula ... kita ini sama-sama orang Indonesia." "Tapi ...." Bu Cindy bahkan sudah menarik tanganku membuatku akhirnya duduk di satu-satunya kursi kosong. Di antara Bu Cindy dan juga Meme yang sedang duduk di atas kursi makannya. Baiklah, sepertinya aku akan membantu Meme makan saja. Daripada merasa canggung berada di tengah mereka semua. Para majikan. Berusaha tak menanggapi obrolan mereka. Namun, tiba-tiba sebuah tanya singgah di telinga. Dan itu adalah Tuan Bumi pelakunya. "Sudah berapa lama kamu bekerja di sini?" Aku tergagap dan tersenyum tipis lalu menjawab, "Dua tahun, Tuan." "Aku mempekerjakan Alisha ketika Meme berusia satu tahun, Bos." Tuan Bumi manggut-manggut ketika Mister Sam menjelaskan. "Tapi sayang sekali ... karena Alisha harus meninggalkan Meme sebentar lagi." Mister Sam kembali melanjutkan penjelasannya. "Kenapa begitu?" Kebingungan Tuan Bumi memperhatikanku sembari masih dengan menikmati makanan. Kali ini Bu Cindy yang menjawab mewakiliku. Mungkin beliau tahu jika aku sungkan. "Masa kontrak kerja Alisha sudah habis. Sebenarnya kami sudah menawarkan untuk perpanjangan kontrak. Hanya saja ... ayahnya Alisha tidak mengijinkan dengan alasan kesehatan." "Sayang sekali. Padahal Meme kelihatannya sudah sangat akrab dengan Alisha." "Ya. Tapi kami tidak bisa memaksanya. Bukankah keluarga akan jauh lebih penting, Bos?" "Kamu benar Sam. Keluarga adalah segala-galanya." Tuan Bumi tampak menerawang terlihat dari lirikan ekor mataku. Lalu, setelah itu Tuan Bumi memperhatikanku. "Alisha ... jika nanti kamu sudah kembali ke Indonesia, kamu bisa menghubungiku jika membutuhkan pekerjaan." Aku terkejut. Bagaimana mungkin Tuan Bumi dengan baik hatinya memberikan aku penawaran sebuah pekerjaan. "Ah, iya Alisha. Tuan Bumi benar. Mungkin kamu bisa bekerja pada Tuan Bumi ketika sudah kembali ke Indonesia. Meski sebenarnya aku dan Cindy sangat berat melepaskanmu keluar dari rumah ini." Mister Sam dengan baik hati justru mendukung tawaran yang Tuan Bumi berikan. Aku tak menolak juga tak menjawab karena malu. Hanya saja aku berpikir jika penawaran yang Tuan Bumi berikan sangatlah menarik perhatianku. Aku lihat saja nanti bagaimana setelah kembali ke Indonesia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD